"Aduh, aku lupa dengan bukunya!"
"Kok bisa lupa itu bagaimana sih," Pelangi tampak cemberut. Jingga yang melihat hal tersebut hanya senyum-senyum saja.
Pelangi bergegas melangkah, namun langkahnya ditahan oleh Jingga yang memegang lengan gadis manis itu.
Pelangi menatap wajah Jingga. Lagi-lagi cowok gagah itu menebarkan senyum manisnya.
Sebentar mereka beradu pandang. Pelangi kemudian menundukkan pandanganya karena tidak mampu melihat pancaran bola mata cowok tersebut.
Pelangi dan Jingga memang sudah lama bersahabat. Tapi akhir-akhir ini ada perasaan lain yang Pelangi rasakan terhadap diri Jingga.
Perasaan aneh menurut Pelangi datang baru-baru ini, yakni ketika tanpa disengaja tubuh Jingga ambruk di pangkuan Pelangi.
"Ouh, maaf Pelangi,"
"Ehm," Pelangi hanya berdehem pelan memandang tubuh Jingga yang rebah di panggkuannya. Tadi Jingga terantuk karena semalam ia tidak tidur.
Jingga langsung bangun dari pangkuan gadis molek nan manis tadi. Cowok gagah nan tampan bernama Jingga Maulana tersebut kemudian mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Pelangi terus memandangi Jingga, ada getaran halus mengalir dalam jiwanya bersama detak nadi mengalunkan nafas kehidupan.
"Ada apa denganku? Kenapa aku merasakan kehangatan di jiwa berdekatan dengannya. Padahal selama ini kan biasa saja?" Pelangi bermain dengan perasaannya. Sementara Jingga sudah kembali terpejam dengan kepala disandarkan ke kursi bus.
Bus yang mereka tumpangi terus melaju. Pelangi dan Jingga kemudian turun di sebuah perempatan jalan yang mengarah ke rumanya gadis manis bak bidadari tersebut.
"Kita naik ojek saja ya Jingga,"
"Terserah kamu saja Pelangi," Jawabnya Jingga dengan kedua matanya tampak merem melek menahan rasa kantuk.
Kedua remaja nan gagah dan cantik itu pun naik ojek menuju rumah Pelangi.
20 menit kemudian mereka telah sampai di tempat tinggal Pelangi.
"Silahkan diminum biar tidak ngantuk Ngga," Pelangi meletakkan secangkir minuman kopi susu. Jingga mengangguk pelan, kemudian mencicipi minuman tadi. Pelangi mengulas senyum.
"Kok sepi Pelangi, orang tua mu kemana?"
"Orang tua lagi ada perlu keluar rumah. Sebentar, ya," Pelangi masuk ke dalam. Selang beberapa saat kemudian ia kembali menemui Jingga dengan membawa beberapa tumpuk buku.
"Banyak sekali, buku apaan saja ini," Tanyanya Jingga.
"Macam-macam. Ada buku mengenai politik, sastra dan yang lainnya,"
Jingga mengambil buku sastra, ia kemudian membuka satu halaman bab pertama. Jingga membaca isi dari bab tersebut. Cowok gagah itu tampak serius membaca prosa sembari manggut-manggut pelan.
"Bagaimana Ngga?"
"Bagus. Pantesan kamu pandai sekali mdalam membuat prosa," Jingga melirik ke arah Pelangi.
"Tapi aku tidak menjiplak prosa di dalam situ lho Ngga," Kata Pelangi melindungi diri dari dakwaan Jingga bila benar iya. Jingga pun melempar senyum ke arah Pelangi.
"Ada apa ini! Gempa?!" Suara Pelangi. Gadis manis dan pemuda gagah itu langsung berlari ke luar rumah.
Mereka sangat berdebar-debar karena guncangan gempa berkekuatan 5,3 SR tersebut. Hampir 5 menit gempa menggoyang tempat tinggal Pelangi, dan cukup membuat isi rumah berantakan. Untungnya tidak ada kerusakan pada bangunan rumah di daerah itu yang di akibatkan oleh gempa barusan.
Pelangi mengajak Jingga kembali masuk ke rumah setelah keadaan dirasa telah aman.
"Untuk gempa tadi tidak merobohkan bangunan ini, ya Pelangi,"
"Iya Ngga, hikhiik" Pelangi terkikik.
"Eh Pelangi, kita jadi berangkat tidak?!" Jingga memandang gadis manis berambut panjang sebahu itu.
"Kan tadi sudah aku bilang Ngga. Kita batalkan saja, karena akan ada tamu sebentar lagi,"
"Tamu? Tamu siapa, sepertinya penting banget,"
"Ada deh. Nah itu dia," Kata Pelangi. Seorang cewek datang ke rumah Pelangi dengan menaiki sepeda motor.
"Pelangi, ku kira kamu jadi pergi. Hei," Suara cewek yang baru datang kepada Pelangi. Kemudian ia menya Jingga.
"Nggak pergi, kan kita sudah janjian. Perkenalkan ini temanku, namanya Jingga," Ucap Pelangi.
"Jingga, wow.. namanya bagus, seperti orangnya. Perkenalkan, namaku Susan," Kata cewek tersebut.
Pelangi mengedipkan mata sayunya kepada Susan, lantas ia pamit hendak ke belakang. Susan mendapatkan kedipan dari Pelangi langsung mengangguk.
Entah apa yang Pelangi dan Susan maksudkan, sepertinya ada sesuatu yang lagi mereka rencanakan, kata Jingga yang sekilas melihat bahasa tubuh kedua cewek tersebut.
Susan memandangi Jingga, orang yang dipandangi tidak memperhatikan akan hal itu.
Berlahan, Susan menggeser duduknya. Ia lebih mendekat dan merapat ke tubuh Jingga. Terang saja cowok itu sedikit kaget, namun ia berusaha tenang tidak gugup.
"Jingga, kamu keren ya," Ucap Susan. Jingga hanya menoleh sebentar ke cewek berambut sebahu itu.
Melihat Jingga yang seperti itu, Susan malah merapatkan diri ke tubuh Jingga. Cowok bernama Jingga itu menggeser duduknya kepinggir.
"Apa sih maunya dia ini?" Gumam Jingga lirih sambil masih membaca buku sastra, kemudian ia menoleh mencari Pelangi.
"Ada apa Jingga, Pelangi?" Susan tampak memegang sisi buku yang dibaca Jingga. Sementara itu Pelangi memperhatikan mereka berdua dari balik pintu sebuah kamar.
"Jingga, kamu sangat ganteng sekali deh. Aku suka padamu Jingga," Tiba-tiba Susan berkata seperti itu pada Jingga. Cowok itu terkaget.
"Apa, kamu suka kepadaku? Apa tidak salah?!"
"Aku tidak salah,"
"Tapi sukamu itu bukan cinta kan..,"
"Cinta. Aku suka dan cinta sama kamu Jingga," Kata Susan percaya diri.
"Oh, terima kasih Susan. Tapi aku sudah ada cinta buat cewek lain,"
"Maksudmu Jingga?"
"Ya sudah ada cinta,"
"Kamu sudah punya pacar, begitu?" Susan menahan tawa.
"Ya,"
"Siapa, Pelangi?" Desaknya Susan, cowok tersebut diam.
"Jingga, hati ini tidak bisa berbohong dalam mencintaimu. Tapi aku ingin tahu, seperti apa perasaamu terhadapku," Pelangi terus memperhatikan Jingga yang lagi digoda oleh Susan atas permintaan temannya itu.
Lama-lama Jingga merasa risih juga atas tingkah Susan yang dinilainya sudah kelewatan.
Susan sudah berani memegang pelan tangan Jingga.
"Maaf, tidak sepatutnya kamu seperti ini," Cowok gagah bertubuh atletis itu berkata pada Susan.
"Oh maaf. Maaf Jingga," Susan menggeser duduknya agak merenggang dari tubuhnya Jingga. Susan melihat kamar dimana Pelangi berada. Tidak lama kemudian Pelangi tampak keluar dan menuju ke arah mereka.
Pelangi memandang Susan dan Jingga secara bergantian. Susan tampak mengulum senyum. Sementara Jingga menatap tajam pada gadis molek berambut panjang sepinggang, yakni Pelangi.
"Hahahaa," Susan tertawa mengagetkan Jingga dan Pelangi.
"Tertawa tidak pakai permisi, mengagetkan tahu," Kata Pelangi. Jingga tampak cemberut.
"Jingga, maafkan atas perlakuanju tadi, ya" Kata Susan. Sebentar Jingga memamdang wajah cewek itu, lantas pandangannya beralih ke diri Pelangi.
"Memang kamu telah berlaku apa pada Jingga, hei Susan," Suara Pelangi pura-pura tidak tau.
"Tanya saja pada yang bersangkutan, hehee.
Pelangi, Jingga, aku pulang dulu ya. Sebentar yayangku datang ke rumah," Susan berdiri dan hendak melangkah.
"Iya iya..," Pelangi mengulas senyum. Susan pun keluar dari rumah tersebut. pelangi dan Jingga beradu pandang, lama.
Angin bertiup sepoi di malam itu. Jingga masih berada di rumah Pelangi sedari sore tadi.
Sebenarnya Jingga mau pulang saat petang itu, tapi ditahannya oleh Pelangi.
Jingga dan Pelangi duduk berduaan di teras rumah. Sesekali terdengar suara lepas dari keduanya.
"Pelangi, aku harap jam 20.00 nanti kamu mengijinkan aku pulang. Tidak mungkin kan bila aku harus bermalam disini?"
"Iya Jingga. Maafkan aku yach, karena telah membatalkan rencana kita,"
"Iya Pelangi, tidak apa-apa," Kemudian Jingga melangkah ke halaman rumah. Ia mendongak ke langit.
"Ada apa Jingga?" Tanyanya Pelangi yang menyusul cowok tersebut.
"Lihat Pelangi, kedip bintang di atas sana,"
"Kenapa dengan kedip bintang itu Jingga? Bukankah bintang memang berkedip sejak lama," Pelangi memandang tajam Jingga. Cowok tersebut juga menatap Pelangi dengan tajam penuh makna.
"Kedip bintang itu seperti halnya hatiku. Hatiku yang selalu berkedip-kedip kepadamu Pelangi,"
"Ah kamu bisa saja Jingga,"
"Benar Pelangi. Sekarang aku baru tahu, bahwa kedipan hatiku ini karena aku mencintaimu"
Pelangi terhenyak, ia tidak menyangka kalau cowok gagah nan tampan yang berdiri di sampingnya kini mengatakan hal itu.
Pelangi berdebar-debar. Ia kemudian mengatakan hal yang sama pada Jingga.
Keduanya tertunduk agak malu. Jingga kemudian pamit hendak pulang karena sudah malam.
Kedip bintang di hati Pelangi mengiringi langkah Jingga dengan tersenyum. (*)
0 Response to "Kedip Bintang"
Posting Komentar