Tampangnya tidak macho alias keren, tapi menakutkan buat kebanyakan orang yang melihatnya. Jangankan yang baru melihat si Kucir, yang sudah lama mengenalpun enggan berurusan dengannya.
Si Kucir bukanlah seorang preman ataupun jagoan. Namun dirinya tak segan-segan menghajar siapa saja yang berani mengusik ketentraman dirinya, meskipun yang menggagunya itu seorang aparat negara, preman, maupun jagoan yang punya ilmu kebal.
"Kopi panasnya satu pak," Ucap si Kucir pada pemilik kedai kopi di pinggiran jalan. Pemilik kedai bergegas membuatkan kopi pesanan si Kucir.
Di samping si Kucir yang berbadan kekar itu duduk seorang pria bertato. Dia menatap si Kucir dengan tatapan tajam bak burung elang mengintai mangsa. Si Kucir sendiri mengangguk hormat pada pria tersrbut.
"Biasa pak, es batunya dibanyakin dikit," Suara orang yang baru saja maduk ke dalam kedai dan duduk di sebelah si Kucir.
Si Kucir pun mengangguk hormat pada orang yang baru datang itu.
"Terima kasih pak kopinya.
Kembalikan lagi ke tempat semula," Kata pria berbadan kekar dengan bola matanya melirik ke arah pria bertato. Pemilik kedai yang tidak tahu maksud si Kucir pun melongo.
"Maksud aden?" Tanyanya pemilik kedai tidak mengerti.
"Jangan macam-macam sama saya. Kembalikan dompet itu ke tempat semula!" Keras suara si Kucir pada pria bertato.
"Apa maksudmu?! Aku tidak mengerti," Pria bertato itu tajam menatap si Kucir. Dia melotot dan rahangnya tampak kotak-kotak mungkin geram.
Secepat kilat si Kucir menangkap pergelangan tangan orang di sampingnya yang mungkin adalah teman dari pria bertato. Dia memelintir tangan tersebut hingga pria itu mengaduh kesakitan. Tampak sebuah dompet berwarna coklat kemudian jatuh di lantai kedai. Si Kucir mengambil dompet tadi dan dengan gerakan cepat kedua tangan si Kucir melayang ke muka dua orang di sampingnya.
'Praaak!' "Rasakan oleh kalian!" Kata si Kucir. Kedua orang itu hampir terjengkang. Tidak terima atas pukulan si Kucir, mereka berdiri dan langsung melayangkan pukulan. Perkelahian sengit pun terjadi.
Si Kucir melompat keluar kedai, dia langsung memasang kuda-kuda. Pria bertato dan temannya menyusul Kucir. Perkelahian tak terhindarkan. Mereka saling jual beli pukulan. Pemilik kedai sempat mengkhawatirkan Kucir mengingat pria bertato dan temannya itu terkenal bengis dalam sebuah perkelahian.
Bapak pemilik kededai kemudian menarik nafas lega saat dilihatnya pria bertato dan temannya ambruk ke tanah terkena pukulan si Kucir yang mematikan. Kedua orang pengeroyok si Kucir kemudian lari terbirit sambil memegangi perut dan kepalanya.
Orang bernama Kucir itu kembali masuk kedai. Ia tersenyum pada bapak pemilik kedai, lantas meminum kopi yang sudah terlanjur dingin.
"Kamu hebat nak, bisa membuat mereka lari tunggang langgang," Kata pemilik kedai.
"Ah bapak. Emmm mereka tadi siapa pak?"
"Mereka preman pasar dekat sini. Celaka nak, mereka datang bersama teman-temannya!" Pemilik kedai menunjuk ke segerombolan orang yang menuju ke tempatnya. Si Kucir langsung menoleh, ia menarik nafas panjang.
"Tenang saja pak, saya akan menghadapi mereka,
"Woy kamu, keluar!!!" Suara lelaki berwajah brewok. Bukannya takut, si Kucir malah langsung keluar menemui mereka. Tanpa berbasa-basi lagi mereka langsung menerjang Kucir. Dia tidak menghindar dari serangan orang-orang itu. Kucir menyambut serangan mereka dengan gagahnya.
Lawan-lawan Kucir terbelalak ketika sabetan celurit tidak mempan melukai tubuh kekar itu. Mereka tampak mundur selangkah sebelum kembali menyerang Kucir.
Meskipun dia seorang diri, tapi sanggup melumpuhkan lawan-lawannya dan membuat mereka bertekuk lutut.
Kucir menyambar lengan orang yang memegang senjata celurit kemudian me-melintirnya dan celurit pun melingkar di leher orang tersebut.
"Apa kalian ingin dia mati! Maju kalian semuaaaa!!!" Suara si Kucir penuh amarah.
"Ti.. ti.. tidak bang," mereka lari tunggang langgang dari tempat itu. Kucir kemudian menyuruh orang yang di kalungi celurit agar cepat pergi dari hadapannya.
Kucir masuk ke dalam kedai, membayar kopinya, lalu pamit pada pemilik kedai. Dia meninggalkan tempat tersebut dengan langkah gagah. (*)
0 Response to "Bukan Jagoan"
Posting Komentar