Template information

Dia Cinta.. Dia Cinta.. Aku Mabuk! Episode 1

Sebut saja namaku Joni. Aku adalah seorang lelaki biasa yang juga punya cita dan cinta.
Citaku adalah menjadi orang baik meski aku sering berada diantara orang-orang yang tidak baik. Hal ini bukan karena keinginanku ataupun aku dilahirkan di tengah-tengah mereka. Namun aku ingin menjadikan mereka sadar atas ketidak baikannya.
Cintaku pun terkadang tidak berjalan mulus. Saat aku menembak dan merajut tali cinta pada wanita yang kusuka.

Perawakanku tinggi dengan badan tidak terlalu gemuk ataupun kerempeng.
Kata orang-orang, wajahku mirip-mirip orang arab gitu. Hingga banyak cewek-cewek yang ingin mendapatkan cinta dariku.
Sebagai seorang cowok yang waktu itu masih remaja tanggung, aku sudah mengenal apa itu 'jatuh cinta'. Namun karena sifatku yang agak pemalu, aku tidak lantas mengutarakan isi hatiku pada cewek yang telah menghadirkan rasa cinta di hatiku.

Sebut saja Dewi. Dia adalah cewek cantik dan sexy yang pernah mengutarakan cinta kepadaku.
Dewi adalah cewek biasa sebenarnya. Dia seorang karyawati disebuah toko elektronik.
Saat itu aku disuruh ibu untuk membeli kipas angin, karena memang di rumah tidak ada benda tersebut, sementara hawa di rumah suka gerah karena memang panas musim kemarau yang berkepanjangan.

Dengan menaiki sepeda motor butut 'Honda 75' kepunyaan bapak. Aku melaju sendiri menuju kesebuah toko elektronik yang lumayan jauh dari rumahku, karena tempat tinggalku termasuk di pelosok.
Sesampai di depan toko, aku langsung menyetandarkan sepeda motorku. Aku mengamati keadaan dalam toko yang masih sepi tersebut.
Aku lihat di dalam toko itu ada dua orang, seorang cewek dan seorang cowok. Keduanya menatapku. Mungkin dalam hati mereka berkata 'Lumayan ada calon pembeli'.

"Permisi mbak, mas. Apa ada kipas angin?" Kataku.

"Iya mas. Oh ada. Silahkan, mas mau yang mana," Jawab cewek itu. Kemudian dia mengambilkan sebuah kipas angin berukuran sedang dan meletakkannya di depanku.

"Kalau yang ini harganya berapa mbak," Tanyaku.

"Ini murah mas. 180 ribu," Jelas dia. Aku sedikit terperanjak, masa kipas angin tidak terkenal merknya harganya mahal, batinku.

"Mahal sekali mbak. Ada yang lain? yang lebih murah gitu," Tanyaku sambil jariku memainkan kunci kontak sepeda motor.

"Ada mas. Mau yang mana? yang itu apa yang itu," Cewek itu menunjuk ke beberapa kipas angin yang berjajar rapi.

"Emmm, yang harganya di bawah seratusan ribu tapi berkwalitas mbak," Kataku.

"Kalau yang itu disini tidak ada mas. Disini harganya rata-rata di atas seratus ribu. Bagaimana mas?" Terang cewek pelayan yang lantas mengembangkan senyum.

"Emmm, coba yang harganya 120 ribu, ada tidak," Tanyaku. Aku memang menimbangkan harga, karena uang yang ibu berikan kepadaku cuma 150 ribu. Rencanaku, dengan membeli kipas seharga 120 ribu kan ada sisa 30 ribu. Nah... nanti sisanya akan aku belikan bensin, jajan bakso, ngisi pulsa dan aku simpan sebagai penghias dompet, hikhikhiik.

"Ada mas. Sebentar," Bergegas cewek itu mengambil sebuah kipas yang tertata rapi. Kipas tersebut kemudian diberikannya kepadaku.

"Ini 120 ribu? Hemmm," Aku mengamati kipas tersebut. Mungkin ini cocok, kataku dalam hati.

"Bagaimana mas," Cewek itu sambil memperhatikanku.

"Boleh kurang?"

"Itu sudah harga pas mas..," Kata cewek pelayan toko.

"Ya dikurangi lah mbak.., kan sama aku. Iya kan, hehee," Kataku. Cewek itu menoleh kearah laki-laki yang sedari tadi aku lihat cuma duduk sambil membaca koran.
Cewek pelayan toko itu kemudian mendekat ke lelaki tersebut. Tidak lama kemudian dia sudah kembali dihadapanku.

"119 ribu mas," Kata dia.

"Wuih dikit amat dikuranginya. 115 ribu deh aku ambil," Sebentar cewek itu terdiam. Dia kembali menoleh kearah laki-laki tadi. Laki-laki itu aku lihat menganggukkan kepalanya.

"Iya deh mas,"

"Nah begitu dong. Ini kardusnya mana," Kataku.

"Sebentar ya," Cewek pelayan toko tadi kemudian mengambilkan kardus kipas. Sementara aku memandang langkahnya dengan dada berdebar. Bagaimana tidak berdebar, lha wong jalannya saja seperti macan luwe (semampai orang bilang). Apalagi dengan wajahnya yang cantik serta bodinya yang sexy itu. Pasti semua lelaki normal akan terpana, kecuali yang tebal iman, hikhikhiik.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Entah kenapa, dadaku terasa berkecamuk karena cewek pelayan toko itu.
Darah seakan dengan cepat berdesir disetiap persendian tubuhku mana kala dia sudah kembali di hadapanku dengan wajah cantiknya.
Dia menatapku, aku tersenyum. Dia kemudian menundukkan wajahnya sebentar sebelum tangannya sibuk dengan kipas dan kardusnya.
Aku dapat melihat, kini dia tidak setenang tadi. Ada rasa kikuk terlihat dari gerakannya.

"Mbak kenapa? kok seperti kikuk begitu," Tanyaku.

"Emm tidak mas. Ini kipasnya," Dia memberikan kipas yang sudah terbungkus kardus kepadaku.

"Terima kasih mbak," Aku menerima kipas itu dan lantas membalikkan badan hendak melangkah pulang. Tiba-tiba cewek itu memanggilku.

"Eh mas mas. Itu belum dibayar, uangnya mana,"

"Astaghfirrullahal'azim...! Maaf mbak, maaf. Aku sampai lupa mbak," Aku langsung membalikkan badan. Aku cengengesan menahan malu.
Bukannya aku telah pikun, tapi mungkin karena tadi terlalu asik memandangi cewek pelayan toko itu sehingga aku lupa membayarnya.
Aku merogoh saku, aku ambil dompet berwarna coklat yang sedari tadi bersembunyi di saku celana, lantas mengeluarkan isinya. Dengan tersenyum-senyum, aku berikan uang itu.

"Ini mas kembaliannya," Kata dia dengan menyodorkan uang 5 ribu, karena tadi uangnya 120 ribu.

"Terima kasih mbak. Maaf lho, tadi saya benar-benar lupa,"

"Sama-sama. Tidak apa-apa kok mas," Jawabnya.
Aku serasa terpaku, diam berdiri ditempat sambil memandanginya. Sampai aku kaget karena dia menegurku.

"Kenapa mas?"

"Emm tidak. Siapa namamu mbak?" Tanyaku spontan dan agak gugup. Diam diam memandangku.

"Nama siapa?" Tanyanya.

"Nama mbak. Bolehkan aku tau namamu?"

"Nama asli atau nama samaran," Jawabnya.

"Nama yang asli dong," Kataku dengan kembali tersenyum.

"Apa itu penting?"

"Penting banget lah mbak,"

"Kasih tau tidak ya. Untuk apa mas ingin tau namaku," Kulihat dia tersenyum tipis.

"Emmm ya biar kita saling kenal," Jawabku.

"Kan kita sudah kenal. Mas kan sudah tau kalau aku pekerja disini," Kata dia.

"Maksudku biar akrab dan dekat gitu,"

"Akrab? Sedekat apa memangnya nanti," Sepertinya dia malah memancingku.

"Sedekat apa ya...
Emm ada deh,"

"Kok ada deh. Jelaskan dong," Kata dia. Aku malah seperti tertohok, karena aku tidak menyangka kalau cewek di depanku itu akan meladeni basa-basiku.

"Mungkin sedekat pacar, hehee,"

"Yeee.. PeDenya,"

"Kan harus PeDe mbak. Siapa sih nama mbak," Aku bertambah penasaran dibuatnya.

"Namaku jelek mas, Dewi Saraswati,"

"Namanya bagus kok, Dewi Saraswati. Kira-kira artinya apa ya Dewi Saraswati itu," Kataku dengan sedikit mendongakkan kedua mata keatas.

"Tidak tau. Mas sendiri namanya siapa?"

"Namaku Joni. Joni Sasongko," Jawabku.

"Namamu juga bagus kok, berwibawa, hikhiik," Dia malah terkikik.
Ingin rasanya aku terus berbincang dengan dia. Namun lelaki di dalam toko itu memanggilnya. Akhirnya dengan perasaan tidak enak pada lelaki itu, aku pun mohon pamit pada dia untuk pulang.
Aku melangkahkan kakiku ketempat sepeda motorku terparkir.
Sebelum aku benar-benar meninggalkan toko elektonik itu, aku sempatkan untuk melempar senyum manis pada Dewi Saraswati. Dia pun tersenyum kepadaku. Dalam hatiku berkata, nanti aku akan kembali ketempat ini untuk memulai babak selanjutnya.

(Besambung)

0 Response to "Dia Cinta.. Dia Cinta.. Aku Mabuk! Episode 1"

Posting Komentar

wdcfawqafwef