Pisau itu bermata tajam. Barusan aku asah dengan batu gerinda yang kemarin aku beli di pasar pagi dekat rumah.
Rencananya pisau tersebut akan aku gunakan untuk memotong-motong daging kambing yang kubeli dari pak Karmin. Pak Karmin sendiri menyembelih kambingnya lantaran hewan itu mengalami masuk angin. Kambing itu perutnya kembung dengan mata mendelik dan gelojotan tidak karuan.
Pak Karmin yang tidak tau cara mengobati kambing yang masuk angin, lantas dia menyembelih hewan piaraanya tersebut.
"Kenapa dengan kambing itu pak?" Tanyaku pada pemilik kambing, pak Karmin.
"Anu mas Zaki. Dia masuk angin," Jawab pak Karmin yang masih tampak gusar.
"Oh masuk angin. Di obati saja pak," Kataku.
"Obatnya apa mas, aku tidak tau. Apa sampeyan tau obatnya," pak Karmin memandangku. Aku menggelengkan kepala.
"Tidak pak, hehee,"
"Aduh.. pada tidak tau ya. Hemmm ya sudah, aku sembelih saja. Tono... panggilkan pak Wawan untuk menyembelih kambing ini," Pak Karmin memanggil anak laki-lakinya yang bernama Tono.
"Kok disembelih pak," Tanyaku.
"Iya mas, dari pada nanti mati lagi?! Soalnya dulu pernah kejadian, kambingku masuk angin lalu mati. Cepat Tono... keburu mati ini kambing," Terang pak Karmin.
"Oh begitu ya pak. Nanti saya boleh membeli daging kambingnya kan pak?" Dan aku mengamati kambing tersebut. Sementara Tono langsung bergegas mengayuh sepedanya menuju ketempat pak Wawan, orang yang biasanya menyembelih hewan.
"Boleh mas, boleh. Silahkan," Pak Karmin kemudian duduk di bangku panjang dekat kandang kambingnya. Kami ngobrol di pagi itu. Tidak lama berselang, datang Tono dan pak Wawan.
"Kenapa dengan kambingnya pak Karmin, masuk angin?" Tanyanya Pak Wawan.
"Iya pak Wawan. Lihat itu pak. Langsung disembelih saja pak, mumpung masih hidup,"
"Iya pak," pak Wawan, pak Karmin, Aku, Tono, langsung mendekat ke kambing tersebut. Setelah siap, pak Wawan pun menempelkan goloknya ke leher kambing itu dan KLEKER...! darah muncrat keluar dari lubang sembelihan. Kambing itu menggelepar, klojotan lalu diam tidak bergerak lagi.
Tidak lama kemudian kami sibuk menyayat-nyayat kambing tersebut.
"Mas Zaki mau yang mana? Mau berapa banyak, silahkan pilih dan ambil sendiri ya," Kata pak Karmin dengan batang rokok menempel di bibirnya.
"Aku ambil yang ini saja pak," Jawabku. Aku sengaja mengambil daging bagian tembong (daging antara perut dan pantat). Sementara itu pak Wawan langsung pulang setelah penyembelihan.
"Silahkan mas, silahkan. Tono, kamu antarkan daging ini ketempat pak Wawan," pak Karmin membungkus daging untuk pak Wawan. Tono langsung mengantarkannya.
"Berapa ini pak?" Tanyaku mengenai harga daging kambing itu.
"Berapa ya? terserah mas Zaki saja mau ngasih berapa,"
"Waduh, ya saya dikasih harganya pak. Masa bapak mau kalau daging ini saya bayar dengan uang 10 ribu, hikhiik" Aku terkikik.
"Ya.. berapa ya, aku bingung mas, soalnya tidak tau harga daging kambing perkilonya," Kata pak Karmin. Aku kemudian mengeluarkan uang 50 ribu dan menyodorkan pada pak Karmin.
"Ini cukup tidak pak?"
"Cukup mas cukup," pak Karmin menerima uang tersebut. Aku kemudian pamit pulang dengan membawa daging kambing itu.
Aku tersenyum, karena mendapatkan daging kambing yang lumayan banyak dengan harga 50.000. Padahal kalau di pasar, daging kambing yang seperti aku bawa itu harganya cukup mahal, tidak dapat kalau cuma membayar dengan uang segitu.
"Kemana sih pisau tadi, hemmm," Gumamku dengan terus mencari sebilah pisau. Tanpa sebilah pisau, aku tidak bisa memotong-motong daging tersebut, karena di rumahku juga tidak ada sabit ataupun golok. (*)
Rabu, 29 Juli 2015
Cerpen
0 Response to "Story: PISAU DAN DAGING"
Posting Komentar