Template information

Langkah Terseok

Aku melangkah dengan terseok. Sering kakiki menyaruk dan menyampar bebatuan terjal di jalan. Namun aku terus berjalan meski kepala terantuk-antuk.
Saat itu, pedih perih aku rasakan sampai ke ulu hati. Rongga dada sesak oleh rasa yang aku pendam, karena memang aku tidak mampu untuk mengeluarkannya, meskipun cuma sepatah kata.

"Apa yang harus aku lakukan?" Ucapku lirih diujung bibir. Aku terhenti pada sebuah persimpangan yang membingungkan menurutku.
Sambil kedua mataku mengamati keadaan sekitar, aku terus berpikir keras bagaimana supaya bisa keluar dari himpitan yang telah membuatku sumpek penuh sesak.
Pertengkaranku dengan Linda waktu itu telah membuatku seakan hilang selera hidup. Untungnya, kendali rasa cinta masih mampu aku pertahankan walau terkadang hambar dalam mengecap.
Sering terlintas dalam benak, ketika Linda mengatai aku adalah seorang cowok yang lemah, tidak bisa kokoh dalam pendirian juga rapuh oleh karena rayuan.
Entahlah, mungkin ada benarnya apa yang dikatakan Linda. Aku memang lemah, rapuh. Sampai-sampai aku sulit menerima ketika aku di sentil oleh bebera teman atas kepribadianku dihadapan mereka.

"Rendi, kamu kenapa sih? Tidak seperti biasanya kamu seperti ini. Cengeng sekali kamu jadi cowok," Kata Jhoni yang ketika itu menemaniku di duduk dipinggir jembatan.

"Maksudmu Jhon?"

"Ya itu, karena masalah seperti itu lantas kamu mau bunuh diri," Jhoni menatapku tajam. Aku menoleh ke wajah Jhoni sebentar, lalu aku menundukkan wajahku. Aku menatap aspal hitam dalam-dalam, seakan mau menembus jalan beraspal tersebut.

"Karena aku tidak sanggup lagi kalau harus menjalani hidup seperti ini Jhon," Kataku.

"Hei Ren. Ada banyak orang susah dari pada kamu.
Ada banyak orang melarat dari pada kita.
Ada banyak orang jelek tapi bisa mendapatkan cinta tulus dari seorang wanita cantik. Lha kamu Ren, kamu itu..., pokoknya kamu jangan mikir yang macam-macam deh!" Terang Jhoni.

"Tapi Jhon," Aku mengambil kerikil di depanku dan membantingnya sebagai ungkapan masih kesal dan belum bisa menerima semua.

"Eits, awas. Nanti kena orang itu kerikil. Mau kamu ditonjokin orang lewat?
Sudah deh Ren, santai saja. Percaya padaku, nanti Linda pasti akan luruh dan memaafkan keadaanmu sekarang.
Kamu harus bisa menerima dengan lapang dada, juga harus bersemangat untuk bangkit dari keterpurukan, ok Ren?!" Jhoni tampak semangat sekali menasehatiku. Memang sih, diantara temanku yang lain, hanya Jhoni yang benar-benar bisa mengerti dan bersikap dewasa atas semua permasalahan. Bukan cuma dewasa dalam menyikapi masalah pribadinya, tapi juga dewasa dalam menerima dan memecahkan apa-apa yang lagi temannya hadapi.

"Jadi aku harus bagaimana Jhon.."

"Jhealaaaa, kamu itu bagaimana sih Ren. Sia-sia dong aku menjelaskan dengan panjang lebar.
Pokoknya kamu harus bisa membuang rasa rendah diri itu. Bangkit dengan semangat 45 untuk meraih apa yang kamu impikan. Kalau kamu masih belum faham juga.. berarti memang percuma kamu menjadi temanku, hahahaa," Jhoni malah tertawa lebar.

Aku tersentak kaget, tersadar dari lamunanku saat kurasakan ada telapak tangan menempel di pundak kananku.
Aku menoleh, ternyata seorang lelaki berbadan kekar ada disampingku.

"Boleh aku meminjam koreknya?" Ucap lelaki tersebut.

"Maaf, aku tidak punya korek,"

"Oh," Lelaki tersebut kemudian berlalu dariku. Aku memandang lelaki tadi. Sepertinya dia ceria sekali. Hidupnya pun sepertinya simple.
Aku berjalan menuju ke sebuah pohon dipinggir jalan. Aku duduk di bawah pohon itu dengan beralaskan bongkahan batu yang kebetulan ada disana.
Aku terdiam, aku amati pohon di dekatku dari mulai akar yang tampak tersembul hingga ranting dan dedaunan. Aku amati batu yang aku jadikan alas dudukku, dia tampak keras dan kokoh, tidak akan remuk meski berulang kali aku banting ke jalan, pikirku.

"Hemmm, kiranya aku memang sangat lemah, rapuh. Tidak seperti batu ini yang tahan banting. Tidak seperti pohon ini yang bisa dijadikan tempat berteduh.
Aku harus bangkit, bangkit dan bangkit!
Aku harus tahan banting. Aku harus bisa menjadi tempat berteduh bagi siapa saja," Gumamku. Aku berdiri dan melangkah, meneruskan perjalanan yang sempat membuatku linglung tanpa tau arah tujuan. (*)

0 Response to "Langkah Terseok"

Posting Komentar

wdcfawqafwef