"Mana rokok tadi?
" Kepalaku menengok kesana kemari mencari puntung rokok yang tadi aku letakkan di asbak.
Baru aku tinggal pergi sebentar, puntung rokok telah tiada ditempatnya.
Aku terus mencari puntung rokok yang tadi masih menyala.
Sampai-sampai cangkir kopi tersaruk dan tumpah.
"Nyari apa pak?" Tanya istriku yang keluar dari balik pintu kamar.
"Ini bu, puntung rokok,"
"Puntung rokok kok dicari sampai njlimet begitu toh paaak.. pak!!!
"Kata istriku yang lantas duduk di lantai berkarpet hijau.
"Masalahnya rokok sudah habis bu. Mulut rasanya asem banget ini,
"Aku masih lingak-linguk mencari puntung rokok tadi.
Aku memang tidak bisa jauh dari rokok, kecuali saat berpuasa.
Tiap hari aku bisa menghabiskan 2 bungkus rokok.
Aku angkat asbak yang tergeletak, namun tidak aku temukan.
Aku angkat buku-buku yang berserakan di karpet,
siapa tau saja puntung tadi nyelinap diantara buku-buku,
tapi tidak kutemukan juga.
Aku memang suka nulis dan membaca buku di lantai,
dengan maksud kalau aku lelah dan mengantuk bisa langsung merebahkan badan sesuka hati.
"Dik dik, kamu main apaan? hust sinikan," Suara istri pada anak kami.
Aku menoleh kearah anak, dan.. waduh..!
Ternyata puntung rokok tadi berada dalam jepitan jemarinya.
"Aduh kamu.. sinikan dik, jangan nakal ya kamu," Kataku dengan mengambil puntung rokok itu. Anakku cuma nyengir saja.
"Itu kan pak. Bapak sih, sembarangan naruh puntung rokok,
kan jadi diambil sama anak. Iya kalau puntung rokoknya cuma dibuat mainan,
kalau di hisapnya, bagaimana coba,
"Istriku melerok ke arahku. "Iya bu iya..," Kataku dengan santainya.
Puntung rokok sudah aku temukan dan sudah aku nyalakan kembali,
kini hilang sudah rasa asem di mulutku.
Namun ada satu hal yang mesti aku perhatikan,
kini aku tidak boleh sembarangan membiarkan puntung rokok menyala,
karena bisa diambil oleh anakku dan mungkin di hisapnya. (*)
" Kepalaku menengok kesana kemari mencari puntung rokok yang tadi aku letakkan di asbak.
Baru aku tinggal pergi sebentar, puntung rokok telah tiada ditempatnya.
Aku terus mencari puntung rokok yang tadi masih menyala.
Sampai-sampai cangkir kopi tersaruk dan tumpah.
"Nyari apa pak?" Tanya istriku yang keluar dari balik pintu kamar.
"Ini bu, puntung rokok,"
"Puntung rokok kok dicari sampai njlimet begitu toh paaak.. pak!!!
"Kata istriku yang lantas duduk di lantai berkarpet hijau.
"Masalahnya rokok sudah habis bu. Mulut rasanya asem banget ini,
"Aku masih lingak-linguk mencari puntung rokok tadi.
Aku memang tidak bisa jauh dari rokok, kecuali saat berpuasa.
Tiap hari aku bisa menghabiskan 2 bungkus rokok.
Aku angkat asbak yang tergeletak, namun tidak aku temukan.
Aku angkat buku-buku yang berserakan di karpet,
siapa tau saja puntung tadi nyelinap diantara buku-buku,
tapi tidak kutemukan juga.
Aku memang suka nulis dan membaca buku di lantai,
dengan maksud kalau aku lelah dan mengantuk bisa langsung merebahkan badan sesuka hati.
"Dik dik, kamu main apaan? hust sinikan," Suara istri pada anak kami.
Aku menoleh kearah anak, dan.. waduh..!
Ternyata puntung rokok tadi berada dalam jepitan jemarinya.
"Aduh kamu.. sinikan dik, jangan nakal ya kamu," Kataku dengan mengambil puntung rokok itu. Anakku cuma nyengir saja.
"Itu kan pak. Bapak sih, sembarangan naruh puntung rokok,
kan jadi diambil sama anak. Iya kalau puntung rokoknya cuma dibuat mainan,
kalau di hisapnya, bagaimana coba,
"Istriku melerok ke arahku. "Iya bu iya..," Kataku dengan santainya.
Puntung rokok sudah aku temukan dan sudah aku nyalakan kembali,
kini hilang sudah rasa asem di mulutku.
Namun ada satu hal yang mesti aku perhatikan,
kini aku tidak boleh sembarangan membiarkan puntung rokok menyala,
karena bisa diambil oleh anakku dan mungkin di hisapnya. (*)
0 Response to "~ Puntung Rokok ~"
Posting Komentar