Template information

~ Teko Antik Hilang ~

"Teko antik disini tidak ada? hilang. Padahal tadi pagi masih disini. Bu ibu..," Aku memanggil istriku. Namun tidak ada sahutan.
Aku menoleh jam dinding, ternyata sudah pukul 11 malam.

"Oalaaa, tadi sore istriku pamit mau ke
rumah orang tuanya," Kataku seperti
orang linglung. Kusandarkan tubuhku pada penyangga kursi. Aku masih penasaran dengan teko yang tidak ada ditempat. Bukan apa-apa,
teko itu tidak mahal harganya, paling
kalau di jual dengan harga 5.000,. juga tidak ada yang mau, pikirku. Aku bangkit dari kursi dan mencari teko tersebut, namun tidak aku temukan. Hingga aku putuskan untuk mengikhlaskannya.
Teko itu antik buatku, karena pemberian seorang nenek yang ketika itu aku menginap di rumahnya.
Pada waktu itu aku kemalaman dari
sebuah bukit yang cukup jauh dari
daerah tempat tinggalku.
Aku ke bukit tersebut karena di suruh
oleh kakekku untuk mengambil barang berupa cincin.
Kata kakekku saat itu, "Kamu harus ke
bukit Apple secepatnya. Disana ada batu cincin berwarna biru di dekat pohon besar, dan harus kamu sendiri yang kesana tanpa ditemani siapapun," Terang kakekku. Dengan rasa berdebar, hari itu aku menaiki bukit di tengah gerimis yang turun. Aku menuju ke bukit aple pada sore hari, dan aku mengambil benda yang kakek maksudkan yakni kira-kira
jam 11 malam.

Ternyata tidak mudah untuk mengambil benda seperti itu, cukup menguras tenaga dan pikiran.
Setelah berhasil aku dapatkan benda
tersebut, aku langsung menuruni bukit.
Namun ditengah perjalananan, aku
bertemu dengan seorang nenek yang
berjalan tertatih dengan tongkat terbuat dari bambu kecil.
Aku tidak tega dengan nenek tersebut,
lantas aku menghampirinya.

"Nenek ini siapa dan mau kemana?"
Tanyaku. Nenek itu berhenti dan
menoleh kearahku. Dia menatapku, lalu tersenyum meski tidak manis lagi.

"Aku mau pulang nak. Namaku Lastri.
Orang biasanya memanggilku dengan Nek Lastri," Jawabnya.

"Nek Lastri mau pulang kemana?" Aku memperhatikan nenek tersebut dengan seksama. Ada gurat kearifan di balik wajahnya yang keriput.

"Aku mau ke rumah. Itu disana rumah
nenek," Kata nenek Lastri dengan
menunjuk jauh ke ujung jalan.

"Oh, mau saya antar nek?" Aku
menawarkan diri. Nenek Lastri
mengangguk. Aku pun mengantar nenek tersebut sampai di rumahnya. Dalam perjalanan ke rumahnya, kami
berbincang banyak hal. Aku sempat
terkaget pada nenek Lastri, ternyata dia tau dengan apa yang aku lakukan di atas bukit Apple. Di sebut bukit Apple, karena di bukit tersebut banyak tanam pohon Apple.
Setelah kami sampai di rumahnya, nenek Lastri mempersilahkan aku masuk. Kembali aku terkejut dan kagum, karena suasana rumahnya terasa adem sekali, sejuk di hati.
Setelah berbincang-bincang cukup lama, nenek Lastri menyuruhku untuk
menginap. Mulanya aku ragu, namun
setelah dia menjelaskan akan sesuatu,
akhirnya aku mengiyakan tawaran untuk menginap.

Nenek Lastri terlihat keluar dari sebuah kamar dengan membawa kotak di tangannya. Dia duduk disampingku, lantas membuka kotak tersebut. Isinya di ambil dan ditunjukkan kepadaku.

"Ini adalah sebuah teko. Tapi teko ini
akan berarti buatmu kelak," Kata nenek Lastri.

"Teko ini akan berarti buatku? maksudnya nek," Aku bengong tidak
mengerti. Nenek Lastri kemudian
menjelaskan maksud dari perkataannya tadi, aku mengangguk-ngangguk. Teko itu kemudian di berikan padaku, karena sudah larut malam dan hujan turun dengan derasnya, aku memutuskan untuk menginap di rumah nenek Lastri.

Pagi telah tiba. Sayup-sayup aku
mendengar adzan subuh di tengah
tidurku di sebuah dipan. Bergegas aku bangun, memeriksa ruang tempat tidurku dan barang-barang yang tadi malam ada disampingku, ternya barang itu masih ada.

"Nek.. Nenek Lastri," Panggilku. Namun tidak ada sahutan. Mungkin nenek Lastri masih tertidur pikirku. Hujan di luar rumah ternyata masih turun. Bergegas aku mengambil air wudhu. Aku menata sorban yang kubawa dari rumah. Aku kocak-kocak kompas yang menempel di jam tanganku. Setelah jarum kompas
menunjuk kearah yang benar, kemudian aku melaksanakan shalat subuh.
Setelah selesai shalat subuh, kembali aku memanggil nenek Lastri, tapi tidak ada jawaban juga. Sampai akhirnya aku menunggu hari menjadi terang sedikit.
Aku mencari nenek Lastri di dalam
rumahnya. Aku buka sedikit pintu kamar yang semalam nenek Lastri berada, tapi tidak ada juga. Akhirnya aku putuskan untuk kembali ke rumah dengan bermacam pertanyaan menyelimuti pikiranku akan nenek Lastri itu.
Aku langsung memberikan cincin yang aku ambil dari bukit Apple pada kakekku. Aku juga menunjukkan teko pemberian nenek Lastri dan menceritakan semuanya pada kakek tentang mulai bertemunya dengan nenek tersebut.
Kakek manggut-manggut, lantas
tersenyum.

"Jangan kamu pikirkan nenek itu. Dia
sudah merasuk ke dalam teko ini," Kata kakekku.

"Maksud kakek?"

"Iya, nenek Lastri yang kamu temui tadi malam adalah sosok penghuni teko ini,"

"Tapi kek. Rumah itu?!" Aku masih
terbengong.

"Itu adalah rumah bekas pemilik teko ini. Sekarang kamu rawat baik-baik teko dan cincin ini." Begitu kata
kekekku yang tidak mau melanjutkan
penjelasannya atas teko dan cincin
tersebut.

Mulai saat itu, aku menempatkan ke dua benda tersebut di ruangan tersendiri. Aku tidak pernah melakukan hal-hal aneh atas kedua benda itu, sampai akhirnya teko antik itu hilang dari tempatnya.
Setelah istriku pulang ke rumah, dia aku tanyai perihal hilangnya teko antik itu. Namun dia tidak mengetahuinya. (*)

0 Response to "~ Teko Antik Hilang ~"

Posting Komentar

wdcfawqafwef