Kini aku aku dan Dewi sudah mengikat janji meski hanya dalam ucapan. Namun hal itu tidak lantas membuatku untuk berpaling darinya dikemudian hari.
Begitu juga dengan Dewi, dia bilang tidak akan pernah menduakan cintanya kepadaku.
Hari-hari kami nikmati dengan warna-warni cinta. Tidak jarang aku menjemput Dewi Saraswati ketika dia pulang kerja. Sementara untuk mengantarnya ke tempat kerja, aku belum bisa karena kesibukanku mengantar dan ikut jualan di pasar bareng ibuku.
Namanya juga hubungan cinta. Pasti ada saja godaan di dalammya.
Suatu hari, aku hampir saja jatuh hati pada cewek yang biasanya bersama bu Widya. Itu lho, bu Widya yang sering membeli sayuran di lapaknya ibu, dan yang tempo hari dompetnya tertinggal di tempat kami.
Saat itu, cewek yang biasanya menemani bu Widya berbelanja di tempat kami, dia datang sendiri tanpa bu Widya. Biasa, dia belanja sayuran bayam dan yang lain.
"Selamat pagi mas. Saya mau beli sayuran bayam, kangkung dan terong," ucapnya kepadaku.
"Iya mbak. Silahkan dipilih sendiri sayurnya.
Kok sendiri, kemana bu Widya?" kataku. Dia menatapku dengan senyumnya merekah.
"Bu dhe lagi tidak enak badan. Jadi aku disuruhnya berbelanja,"
"Oh.. beliau lagi tidak enak badan. Beliau sakit apa?" tanyaku.
"Mungkin kecapekan mas. Yang ini berapa mas," tanyanya dia yang memegang mentimun.
"Oh. Itu perkilonya 1.500 mbak.
Tadi mbak bilang bu dhe. Jadi mbak ini keponakan dari bu Widya?" tanyaku yang mulai sok akrab.
"Iya mas, saya keponakannya.
Emmm, ini beli sekilo saja deh," kata dia yang suaranya terdengar gurih ditelingaku.
"Hehee, aku kira tadinya kamu adalah anaknya," lantas aku mengambilkan tas plastik untuk tempat sayuran yang dia beli.
"Bukan kok mas. Oh iya, ibu yang biasanya bersama mas kemana? Kok tidak ada,"
"Anu, tadi ibu pamit mau ke toilet," kataku yang terus memandanginya. 'Hemm, semakin lama kupandang cewek ini, dia tampak manis sekali.' kataku dalam hati.
"Dia ibumu ya mas,"
"Iya. Emmm, siapa namamu?" kataku. Dia memandangku tidak berkedip.
"Namaku? Apa penting buat mas?!" lantas dia tersenyum.
"Penting sekali. Kan biar kita saling mengenal dan akrab," kataku yang mulai memasang jaring, hehee.
"Terus kalau sudah tau namaku? Mas mau apa," dia lantas diam. Sebentar aku pun diam dengan terus memperhatikan wajahnya.
"Mau apa ya?! Emmm, pastinya kita akan saling dekat karena kan sudah mengenal. Iya kan?"
"Saling dekat ya?
Hehee, kalau saling dekat, nanti kamu di marahi oleh pacarmu lho," kemudian dia menyodorkan selembar uang kertas 50-an ribu.
"Waduh mbak, belum ada kembaliannya ini," kataku.
"Yach si mas. Terus bagaimana? apa aku harus ngutang dulu, tidak kan?! Apalagi ini masih pagi, hikhiik," dia malah terkikik. Aku kemudian menukarkan uang tadi ke teman sesama pedagang.
Sengaja aku tidak langsung memberikan uang kembaliannya, karena aku ingin mengulur-ngulur agar cewek itu tidak cepat pergi dari tempat jualan kami.
"Namamu siapa sih..?" kembali tanyaku pada dia.
"Gak penting mas namaku buat kamu,"
"Penting banget," kataku.
"Begitu?
Namaku Santi," kata dia. Dia menatapku dengan wajah yang tampak mulai gusar.
"Oh Santi. Namamu cantik, secantik orangnya, hehee,"
"Jangan ngegombal ah mas. Emmm, kembaliannya ma...na," kata dia.
"Belum aku kasihkan ya," aku berpura-pura.
"Perasaan sih belum,"
"Ini kembaliannya mbak Santi...,"
"Terima kasih. Saya pulang dulu ya," dia langsung membalikkan badan setelah menerima uang kembalian tadi. Aku memandanginya dengan tersenyum-senyum sendiri.
Setelah aku dan Santi saling mengenal, hari berikutnya kami bertambah akrab saja. Dia sering berbelanja sendiri ke tempat kami di pasar. Bahkan pernah dia membawakan makanan untuk aku dan ibu. Hal itu tidak cuma sekali dua kali, tapi sering.
Santi juga pernah mengajakku untuk jalan-jalan. Namun aku masih menolaknya karena aku merasa akan menyalahi janji yang terucap antara aku dan Dewi saat itu.
Sebagai manusia biasa, aku pun tidak kuasa bila terus-terusan menerima ajakannya. Akhirnya aku dan Santi berjalan-jalan menikmati suasana kota.
Aneh saja buatku. Ternyata saat kami jalan-jalan, dia sempat mengutarakan isi hatinya kepadaku. Tentu saja aku tercengang, karena aku tidak pernah menyangka kalau dia mencintaiku.
Sungguh waktu itu aku tidak bisa menjawab apa-apa atas ungkapan isi hatinya kepadaku, karena memang aku tidak mau menjawab 'Ya aku terima' sementara aku masih menjalin cinta sama Dewi Saraswati.
Aku benar-benar dihadapkan pada sebuah pilihan atas jawabanku pada Santi. Santi terus mengejarku meminta jawaban atas cintanya setiap kami bertemu.
Sedikit cerita tentang si Santi. Santi adalah seorang mahasiswi semester satu disebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia.
Sementara Dewi Saraswati adalah seorang pekerja disebuah toko elektronik. Aku sangat dibuat pusing atas keduanya waktu itu. Namun akhirnya aku tetap menjaga jalinanku bersama Dewi Saraswati karena berbagai pertimbangan yang mendasar dan masuk akal. Akan tetapi, aku dan Santi tidak lantas jauh. Malahan dia semakin mendekat dengan menunjukkan kalau dia benar-benar mencintaiku.
Santi hampir tiap hari datang ke pasar menemuiku. Dia sering membawakan kue buat aku dan ibu. Dia juga memberikan sebuah hp kepadaku, namun aku tolak, karena aku takut nanti dia terlalu dalam berharap kepadaku.
Karena seringnya Santi datang dan mengobrol denganku. Sampai-sampai ibuku menganggap Santi sudah menjadi pacarku. Namun apa yang disangka oleh ibu itu aku tampik dengan mengatakan kalau kami cuma berteman saja. Tapi ya itu, insting seorang ibu pada anaknya bisa berkata lain. Ibuku malah menyuruhku agar aku memacari Santi.
(Bersambung).
Minggu, 09 Agustus 2015
Cerbung
0 Response to "Dia Cinta.. Dia Cinta.. Aku Mabuk! Episode 11"
Posting Komentar