Adzan maghrib telah berkumandang. Bergegas aku menjalankan ibadah shalat maghrib.
Selesai shalat maghrib, aku mempersiapkan diri untuk selanjutnya meluncur ke rumah Dewi Saraswati. Tidak lupa mengenakan pakain yang trendi dan semprotan parfum disana sini, aku tersenyum penuh harap semoga niatku ini berjalan dengan mulus.
Jarum jam menunjukkan pukul 18.14 WIB. Setelah pamit sama ibu, aku langsung berangkat menuju ke tempat cewek bernama Dewi Saraswati tersebut.
Perjalan ke rumah dia tidak memakan waktu cukup lama. Sekitar 30 menitan aku sudah sampai di tempatnya dengan mengendari sepeda motor butut (Honda 75).
Dag dig dug di dada itu pasti ada kurasakan. Sebentar aku memandangi sebuah rumah yang tampak sederhana berdiri di hadapanku.
"Apa bener yang ini rumahnya," Gumamku, kalau dilihat dari alamat dan petunjuk yang dia berikan waktu itu sih memang iya itu rumahnya.
"Nyari siapa mas?" Seorang bapak-bapak mengagetkanku.
"Ini pak. Apa benar ini rumahnya Dewi Saraswati?" Tanyaku kemudian.
"Iya benar. Kamu ini siapa? Kebetulan aku bapaknya," Kata orang itu yang tidak lain adalah bapaknya Dewi Saraswati.
"Saya temannya.
Apa Dewinya ada di rumah pak?"
"Ada. Baru saja dia sampai rumah dari tempat kerja. Silahkan kalau mau ketemu dia," Bapaknya Dewi mempersilahkan aku untuk masuk menemui Dewi.
Dengan perasaan masih dag dig dug, aku pun masuk ke rumah tersebut.
"Assalamu'alaikum...," Tidak lupa aku mengucapkan salam pada si empu rumah.
"Wa'alaikumus saalam. Silahkan silahkan.
Silahkan duduk. Wi Dewi.., ini lho ada tamu," Suara bapak itu kemudian memanggil Dewi.
"Iya pak. Sebentar," Sahut suara seorang wanita dari dalam kamar.
"Namamu siapa nak? Orang mana,"
"Nama saya Joni Sasongko pak. Dari kampung Mawar," Aku menjelaskan. Bapak tersebut manggut-manggut dengan memandangiku. Tidak lama kemudian Dewi tampak muncul dari balik pintu sebuah kamar.
"Oh.. mas Joni. Saya kira tidak jadi datang mas. Sama siapa kesini?" Dewi langsung duduk di sebuah kursi di depanku. Senyumnya mengembang manis sekali, hingga akupun jadi klepek-klepek dibuatnya.
"Sendiri," Kataku.
"Silahkan dilanjutkan. Bapak mau keluar dulu," Bapaknya Dewi lantas meninggalkan kami berdua. Aku tersenyum, Dewi juga tersenyum. Sejenak suasana hening. Kami saling terdiam namun saling pandang.
Aku yakin, dalam hatinya Dewi pun ramai dengan perasaan seperti apa yang aku rasakan.
"Sebentar ya mas," Dewi beranjak dari tempat duduknya. Tidak berapa lama kemudian, dia kembali dengan minuman dan cemilan di atas nampan.
"Walah, kok repot-repot sih. Aku kesini kan mau ketemu dirimu, bukan minta suguhan," Kataku dengan sedikit basa-basi.
"Halah gayamu mas. Siapa juga yang mau menyuguhimu, hikhik.
Silahkan di cicipi mas," Dia membuka tutup toples tempat kue kering. Aku pun mengangguk.
Aku dan dia berbincang banyak hal tentunya. Tawa canda kami terdengar di ruangan tersebut.
Sebentar aku milirik ke arah jam dinding yang tertempel di dinding rumah. Tidak terasa sudah pukul 20.29 WIB.
"Emmm, anu Wi. Aku mau pamit pulang ya, sudah malam," Kataku.
"Pulangnya nanti saja mas. Jam berapa ini," Dia melirik jam dinding.
"Sudah malam kok. Tidak enak sama keluarga dan tetanggamu. Nanti bisa kita lanjut lain waktu kan Wi,"
"Emm, ya sudah. Aku tidak bisa menahanmu lebih lama," Dia menatapku penuh arti.
"Aku pulang dulu ya Wi. Terima kasih lho atas suguhannya. Assalamu'alaikum...," Aku berdiri dan melangkah keluar rumah. Dia membuntuti aku. Dia menatapku dari teras rumah, sementara aku melempar senyum padanya sebelum aku berlalu dari hadapannya dengan motor bututku. Tadi kulihat dia tersenyum manis membalas senyumku.
Aku benar-benar melaju dengan sepeda motorku nan butut. Ada keceriaan kurasakan malam itu. Yach, hatiku berbunga karena telah bertemu dengan seseorang yang kurasa akan memberikan banyak hal pada cintaku nanti.
Memang sih, tadi aku tidak menembaknya atau mengutarakan isi hatiku, karena memang aku belum punya cukup keberanian untuk mengatakan hal itu.
Sepanjang perjalanan pulang, aku sering tersenyum sendiri. Teringat akan wajahnya, senyum manisnya, juga suaranya yang serak-serak basah membuatku geregetan tidak mau pergi darinya.
"Dewi Saraswati, kamu telah membuatku jatuh cinta. Aku akan berusaha mendapatkan cintamu, apapun yang bakal terjadi," Kataku lirih dalam hati.
Kini binar cinta telah bersemayam dalam hatiku bersamanya, Dewi Saraswati.
(Bersambung).
Rabu, 05 Agustus 2015
Cerbung
0 Response to "Dia Cinta.. Dia Cinta.. Aku Mabuk! Episode 7"
Posting Komentar