Template information

Dua Nama Tergurat Dibuku Lamaku

Aku buka lemari buku di sudut kamarku yang telah lama tidak kusentuh. Ada banyak buku tersimpan di dalamnya, mulai buku SD, SMP, SMA dan beberapa buku umum seperti Komik dan Majalah.
Beberapa buku terlihat sudah tidak utuh karena tampak dimakan kutu dan kecoa.
Satu persatu aku ambil, aku buka kembali isinya, aku tersenyum. Saat itu juga banyak bayangan masa-masa sekolah dulu terlintas di pelupuk mata.
Aku buka beberapa buku pelajaran waktu Sekolah Dasar (SD). Aku tersenyum untuk tulisanku yang tidak karuan jeleknya. Aku mencoba mengingat hal apa saja yang aku alami waktu sekolah SD, namun semua bayangan tidak jelas, gambar masa kecilku yang lucu nan imut belum bisa tertangkap olehku.
Aku kemudian membuka buku pelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aku kembali tersenyum, terlintas remang-remang wajah teman sekelas.
Adi, Wondo, Wibowo, Rino, Ranto, Raffi, Julaeha, Desi, Siti, Dewi, adalah beberapa deretan nama teman sekelasku yang mungkin sudah seperti diriku, menjadi Bapak dari Anak.
Pandanganku kini tertuju pada sebuah buku pelajaran Bahasa Indonesia kelas 3. Buku tersebut aku perhatikan lalu ku ambil. Sebuah desir tiba-tiba menjalar diseluruh tubuhku. Perasaan tidak menentu muncul ketika kulihat sebuah nama tertulis di bagian atas pada sampul buku pelajaran itu.
Dewi Anjar Rahmawati, tertulis di buku pelajaran Bahasa Indonesia yang sedang kupegang. Aku terdiam, pikiranku melayang kembali ke masa silam, dimana Aku dan Anjar pernah berucap janji.
Ya, Aku dan Anjar, begitu aku memanggilnya, pernah merajut cinta bersama. Aku dan Anjar waktu itu menjadi sepasang kekasih yang boleh dibilang serasi, hingga banyak teman-teman kami yang mencemburukan hubungan tersebut.
Hubunganku dan Anjar sangat mesra, hampir tidak ada cekcok atas cinta kami. Namun, hubungan itu akhirnya tidak berlanjut karena Anjar yang kemudian pindah ke Kota bersama keluarganya.
Dewi Anjar Rahmawati ini seorang yang supel, pintar dan rajin dalam beribadah. Aku sempat berulangkali menitikkan air mata karena rasa rinduku pada Anjar. Tapi apa hendak dikata, sampai sekarang pun aku tidak pernah lagi bertemu dengannya.

"Anjar, semoga kamu baik-baik saja. Menjadi orang berguna dan senantiasa diberi kesehatan, kesejahteraan," lirih suaraku dengan terus memandangi namanya.

Aku tutup buku pelajaran Bahasa Indonesia yang terguratkan nama Dewi Anjar Rahmawati dengan menghempaskan bayangnya. Kini kupegang buku-buku pelajaran Sekolah Menengah Atas (SMA).
Aku ambil berlahan, buku pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang sekarang namanya menjadi PPKN. Lagi-lagi nama temanku tertulis di buku tersebut. Seperti halnya Anjar yang memberikan bukunya kepadaku waktu itu. Buku PMP ini pun tergurat nama seorang cewek (teman kelasku), Andini Prasetya Saraswati.
Andini, begitu aku memanggilnya. Ia adalah seorang siswi yang pintar, sopan pada siapa saja, bersahaja, pokoknya mengasikkan.
Aku dan Andini memang sempat menjalin hubungan. Kami berpacaran selama dua tahun, yakni mulai kelas dua sampai lulus sekolah.
Selama kami berpacaran, kami tidak pernah bertengkar. Kalaupun ada saat ngambek, itu cepat kami cairkan dengan bergurau, karena kami saling menyadari tidak ada gunanya ngambek atau marah terlalu lama.
Masa-masa kami berpacaran boleh dibilang indah. Kami saling mengerti, menghargai satu sama lain.
Aku sangat mencintai dan menyayangi Andini, sampai-sampai aku aku punya keinginan untuk menjadikannya ia seorang istri. Namun, kemudian cintaku pupus di tengah jalan karena adanya orang ketiga.
Andini kemudian menjauh dariku tanpa berkata apa pun kepadaku. Hal itu terjadi karena memang salahku, aku terlalu meladeni si Winda. Winda adalah satu sekolahan dengan kami, namun beda kelas.
Kedekatan Winda denganku telah membuat Andini cemburu. Kecemburuan Andini ini tidak ditampakkan kepadaku, hingga aku pun tidak menyadarinya kalau pacarku tersebut menyimpan kecemburuan.
Berawal dari itu lah akhirnya Aku dan Andini tidak bisa saling memiliki. Sementara Aku dan Winda juga tidak jalinan apa-apa kecuali hanya teman.
Semua memang salahku, sehing nasib cintaku dan Andini menggantung tanpa ada kejelasan. Sampai pada akhirnya aku pun mendapatkan seorang wanita yang kini menjadi pendampingku.

"Andini, maafkan aku yang tidak mengerti akan perasaanmu. Semoga kamu pun hidup bahagia saat ini,"

Aku kembali tersenyum. Meskipun aku tidak sampai memiliki Anjar ataupun Andini sepenuh hati, tapi mereka telah membuatku mampu untuk selalu berdiri tegak saat ada guncangan pada cintaku, karena dulu mereka telah banyak memberikan pelajaran atas itu semua.
Aku hanya bisa memandang bayang kalian, Anjar, Andini, tanpa bisa kusentuh.
Kini, terkadang aku merindukan kalian untuk kembali ke masa lalunya kita. Tapi hal itu tidak mungkin, karena kita masing-masing telah berpunya dan tempat kita pun berjahuhan yang mana membuatku sulit menemui kalian.
Aku rapikan kembali buku yang tadi ku acak-acak. Kusimpan kembali ke dalam lemari, karena engkau sangat berarti. Ada segudang ilmu tersimpan dalam lembar-lembarmu. (*)

0 Response to "Dua Nama Tergurat Dibuku Lamaku"

Posting Komentar

wdcfawqafwef