Template information

Tidak Jadi Enak Terganggu Dia

Aku masih malas-malasan saat Devina datang dan membangunkanku.
Hari itu Aku dan Devina memang punya rencana akan pergi kesuatu tempat
Rencana itu sudah kami matangkan dalam beberapa hari lalu, dan rencananya hari ini kami akan berangkat.
"Bangun Jay, sudah siang. Jadi tidak kita berangkat?" suara Devina sambil mengguncang-guncang tubuhku.
"Uuughhh, jadi. Ngantuk..," aku memicingkan mata, melirik ke arah Devina, lantas ke arah jam dinding yang telah menunjukkan pukul 05.27 WIB.
"Bangun cepat, nanti kita kesiangan,"
"I..iya. Kamu sudah bikin sarapan kan Dev?" aku bangkit dan duduk dipinggir tempat tidur sambil mengucek-ngucek mata yang masih terasa lengket.
"Belum. Nanti kita beli saja sarapannya di warung. Cepat sana mandi ah," Devina sedikit mendorong tubuhku.
"Iya iya..," aku menuju ke kamar mandi.
Aku mengguyur tubuhku dengan air kolah yang pastinya sangat dingin.
Setelah mandinya selesai dan berganti pakaian, kami langsung berangkat ke tempat tujuan.
Perjalanan ke suatu tempat yang kami tuju tidaklah terlalu jauh maupun dekat, sedang saja, yakni 1 jam perjalanan ditempuh menggunakan sepeda motor.

"Dev, pegangan yang mesra kenapa sih?" kataku dengan tersenyum.
"Tidak mau ah, aku kan bukan pacarmu Jay,"
"Halah, sebentar saja,"
"Tidak mau,"
"Kalau begitu aku ngebut nih," kataku. Padahal kami sedang terjebak macet dan terhimpir di antara kendaraan-kendaraan besar.
"Ngebut saja sekarang kalau bisa, hahaa," kata Devina menantang.
"Ok, tapi nanti kalau tidak macet. Ayo dong Dev, pegangan pada pingganggu, biar tampak mesra begitu,"
"Ich kamu Jay. Ogah ah,"
"Ah kamu Dev, buat memanasi sopir mobil itu, dari tadh dia melototi kita terus," kataku.
"Sopir mobil yang mana Jay,"
"Itu mobil pick up warna putih. Dia melihat ke arah terus dari tadi,"
"Mobil itu? Itu kan Adi toh Jay," Devina terkejut.
"Memang iya, makanya kamu pegangan yang mesra dong,"
"Ok ok," Devina langsung erat melingkarkan tangannya ke tubuhku. Kepala Devina di sandarkan di bahuku, aku senyum-senyum saja. Sementara kulihat, sopir pick up putih yang bernama Adi itu wajahnya menegang, ia semakin melotot ke arah kami.
Klakson berbunyi keras dari mobil di belakang kami. Kami langsung berjalan, melaju karena macet lampu merah sudah selesai.
"Rasain kamu Adi, hahaa," kataku dalam hati. Adi dulunya teman kami, karena suatu masalah yang tidak dapat ditoleransi, akhirnya kami saling berjauhan.

"Kita hampir sampai Dev. Perutku lapar, kita makan dulu, ya," kataku pada Devina.
"Ok, perutku juga keroncongan ini," jawabnya. Aku menghentikan laju motor tepat disebuah warung nasi berwarna hijau pada bangunannya.
"Yuk Div. Permisi bu, kami mau makan,"
"Silahkan mas, mbak. Mau makan apa?" kata ibu yang punya warung.
"Emmm, nasi rames saja bu. Minumnya teh hangat. Kamu pesan saja sendiri Dev," kataku pada Devina.
"Saya sama dengan dia ya bu," kata Devina.
"Waduh Jay, lihat," kata Devina menunjuk ke luar warung.
"Apa Dev? Wehalah, kenapa dia kesini," Aku dan Devina heran saja, ternya Adi sudah berhenti di dekat warung dimana kami berada.
"Ini mas, mbak. Silahkan," ibu warung meletakkan makanan yang kami pesan di depan kami.
"Nasi pecel dan teh manis bu," suara Adi yang ternyata sudah masuk ke dalam warung. Dia kemudian duduk dan terus memamandangi Aku juga Devina.
Aku dan Devina diam tidak menghiraukannya, apalagi menyapanya, karena kami memang sudah tidak mau mengenalnya kecuali dia menyapa kami, meminta maaf dan mengakui kesalahannya pada kami.
Aku melirik ke arah Adi. Ia dengan lahab menyantap nasi yang terhidang.
"Gila. Cepat bener dia makan, seperti penggilingan saja," kataku dalam hati.
Seperti sebelumnya, saat itupun si Adi tidak berkata apa-apa pada kami. Dia langsung pergi setelah makannya selesai.
"Huh dasar brengsek! Sampai sekarang juga tidak mau menyapa kita itu Adi," kata Devina.
"Iya itu. Ah biarkan saja Dev, kan dia yang mulai.
Berapa semuanya bu?" Aku kemudian membayar makanan tadi, lantas kami meneruskan perjalanan.

Aku dan Devina kemudian sampai ditempat tujuan.
"Kita sudah sampai Dev. Hufff, ternyata cuma seperti ini toh?" kataku yang lantas mematikan mesin motor.
"Hehee, memang. Kamu kira tempatnya seperti apa Jay,"
"Aku kira seperti Air terjun Vinnufosen di Norwaygia sana, atau paling tidak seperti Air terjun Plitvice di Kroasia, hahaa,"
"Ah kamu Jay. Ya sana kamu pergi ke Norway atau Kroasia, hikhiik,"
Meskipun air terjun yang berada di hadapan kami tidak terkenal seperti air terjun lain. Tapi kalau tempat tersebut nantinya dikelola dengan benar, pastilah akan menjadi obyek wisata yang bagus, kataku pada Devina.
"Iya, benar itu. Eh lihat itu Jay, kenapa dia ngikuti kita terus sih,"
"Siapa? Oalah Andi toh, mau apa dia. Biarkan saja Dev,"
"Tapi tidak enak ah kalau ada dia. Mendingan kita nyari tempat lain saja yuk,"
"Tempat lain dimana Dev?"
"Mana saja, yang penting tidak ada dia,"
"Ok. Mari Dev," Aku dan Devina pergi dari tempat air terjun itu karena ada Adi yang tiba-tiba muncul di tempat itu.
Entah apa maunya si Adi, sepertinya dia mengikuti kami semenjak di persimpangan lampu merah itu.
"Kita mau kemana ini Dev?"
"Kemana saja Jay, asal tidak ada dia si bengal nan udik itu,"
Kami menelusuri jalan sempit setapak, dalam batin 'Mampus kamu Adi setan! Mobilmu tidak akan bisa melewati jalan ini'.
Setelah kami berjalan jauh, kami pun menemukan tempat asik dan indah sekali.
Aku dan Devina menikmati tempat tersebut hingga menjelang sore, kemudian kami pulang dengan rasa letih pada tubuh kami. Aneh, dalam perjalanan pulang dari tempat tadi, yakni persis di pertigaan jalan menuju tempat kami, kulihat mobil pick up kepunyaan si Adi ada terparkir di pinggir jalan tersebut.
"Itu mobil si Adi apa bukan Dev?"
"Mana? Sepertinya iya. Ngapain dia disana, huh!" kata Devina yang tampak kesal.
"Biarkan saja Dev," tiba-tiba 'Dueeerrr!!!' sebuah mobil truk dengan muatan tebu tampak berjalan zig zag, lalu menghantam mobil pick up kepunyaan si Adi yang terparkir. Tidak ayal lagi, kedua mobil itu penyok di bagian kepala. Kami lihat kemudian orang-orang ramai di tempat itu. Si Adi tampak beradu mulut, Aku dan Devina melanjutkan perjalanan pulang dan tidak memperdulikan si Adi. (*)

0 Response to "Tidak Jadi Enak Terganggu Dia"

Posting Komentar

wdcfawqafwef