"Dasar hukum pilih kasih! Aku muak melihatnya," Paijo langsung pergi dari hadapan televisi yang sedari tadi di tontonnya.
"Kamu kenapa hei Jo Paijo?! Apa aku yang membuatmu muak?!"
"Bukan. Tapi itu, hukum bagi terpidana kasus suap yang jumlahnya milyaran,"
"Memang kenapa dengan hukum itu? Tidak ada yang salah menurutku,"
"Hukumnya itu jelas sekali pilih kasih Plin. Seharusnya terpidana suap seperti dia itu jangan diberi toleransi. Biar kapok dia!" Gerutu Paijo dengan nada marah.
Aku melihat di layar kaca. Seorang terpidana kasus suap dengan santainya makan enak di sebuah restoran dengan di temani oleh beberapa orang. Padahal, orang tersebut dalam proses peradilan atas kasusnya yang sempat menggemparkan dan banyak merugikan negara.
Dulu, orang itu sempat lari jauh ke negeri orang setelah diketahui kasusnya oleh pihak-pihak tertentu dan pemerintah.
Beberapa tahun dia sempat bersembunyi di negara orang sebelum akhirnya pihak yang berwenang menangkapnya dan membawa ia kembali ke negara asal untuk mempertanggungkan semua ulahnya.
Perpindahan dari satu tahanan ke tahanan lain, dilakukan oleh penegak hukum untuk hal-hal tertentu demi menjaga keselamatan terpidana.
Anehnya, setiap terpidana yang berlatar belakang orang kaya alias berduit, maka terpidana itu mendapatkan tempat istimewa di jeruji besi. Lain halnya dengan terpidana kasus pencurian seekor ayam, maka ia akan dijebloskan ke bui tanpa ampun. Tempatnya pun kumuh, bahkan alas tidurnya hanya sebuah tikar rusak yang mungkin dipenuhi oleh kutu.
Aku hanya bisa menatap sedih ke layar televisi. Betapa tidak, karena kebanyakan terpidana yang berduit rata-rata ruang penjaranya terbilang mewah. Ada kulkas, kipas angin, AC, tempat tidurnya pun springbad yang empuk bisa dibuat main loncat-loncat.
Aku juga sangat miris melihat perlakuan oknum penegak hukum. Bila pencuri ayam akan mendapatkan perlakuan kasar, bahkan mungkin di dorongnya dengan kasar saat ia dimasukkan ke bui. Namun sangat bertolak belakang dengan yang berduit, rata-rata mereka diperlakukan dengan istemewa. Dikawal seperti raja, pun mendapatkan perlakuan halus saat di masukkan ke ruang penjara. Pantas saja kalau Paijo uring-uringan melihat kejadian itu. Bahkan bisa jadi, ada banyak Paijo-Paijo lain yang merasa muak atas kejadian seperti itu.
"Bagaimana menurutmu Plin, apa kamu tidak muak dengan sikap para penegak hukum di negeri Kayangan ini?" Suara Paijo penuh gelora amarah. Aku hanya diam saja. Bagaimana pun mereka juga perlu di hormati, karena tanpa adanya mereka pastilah negeri Kayangan akan lebih hancur oleh tindak kejahatan.
Memang, sebenarnya aku juga merasa geram kalau ada sikap pilih kasih pada hukum. Namun apa hendak dikata, karena kami hanyalah rakyat jelata yang tidak punya keberanian untuk melawan tindakan seperti itu. Untuk menegurnya pun kami harus mikir-mikir dulu, karena takut persepsi salah yang mana nanti malah akan menambah kerancuan dan bisa jadi menimbulkan carut-marut pada kondisi negeri Kayangan tercinta. Akan tetapi, gelombang demonstrasi pada hukum bukan tidak mungkin akan terjadi bila sikap pilih kasih seperti itu terus terjadi, karena semua rakyat negeri Kayangan lama-lama akan merasa muak seperti yang di alami oleh Paijo.
Aku pun menilai sikap pilih kasih seperti itu memang sangat membahayakan untuk rakyat jelata seperti diriku. Kini aku merasa, hukum di negeri Kayangan ini tidak ubahnya seperti mata pisau yang tajam di bawah tapi tumpul di atas. Artinya, hukum dijalankan sangat tegas untuk rakyat kalangan bawah tapi teramat lembek untuk kalangan atas. Hingga mereka yang suka bermain korupsi, kolusi pun tiada pernah jera, karena kalau mereka tertangkap dan di adili pun akan mendapatkan perlakuan istimewa seperti hal di atas tadi.
"Eh Plin Caplin, ganti saja dengan acara yang lain. Aku muak melihat wajah penjahat negara dan oknum penegak hukum yang pilih kasih itu." Paijo menyambar remot, giginya gemertak menahan geram. (*)
0 Response to "Bagaikan Mata Pisau Tajam Di Bawah Tumpul Di Atas"
Posting Komentar