Wijaya terus melangkah keluar dari arena balap dengan di ikuti Silvi dan Nita. Kedua cewek itu saling pandang. Nita tampak menggelengkan kepala ketika Silvi bertanya kepadanya.
"Nit, ada apa dengan dia, ya?"
"Tidak tau. Biarin saja," Keduanya kemudian menoleh kesana kemari, mencari tempat dimana kendaraannya diparkirkan sebelum mereka masuk ke dalam arena balap.
"Dimana kita parkir tadi ya Nit," Tanyanya Silvi.
"Emm, sepertinya disana itu," Tunjuk Nita.
"Oh iya, hikhik," Silvi terkikik. Mereka kemudian mengambik sepeda motornya dan keluar dari tempat itu. Sementara Wijaya tolah toleh mencari Silvi dan Nita.
"Kemana mereka? Ah biarlah," Wijaya langsung menghidupkan mesin motornya dan berjalan keluar dari tepat parkir.
"Aku tunggu mereka disini sebentar, barangkali mereka keluar sebentar lagi," Wijaya berhenti di pintu keluar tempat balapan. Dilepasnya helm pelindung kepala yang tadi dikenakannya. Wijaya memandang ke dalam tempat balapan, siapa tau saja Silvi dan Nita akan lewat.
"Hei mas," Suara Silvi pada Wijaya yang lantas membuka helm berwarna pink itu.
"Eh Silvi, Nita. Kebeneran aku lagi menunggu kalian disini,"
"Benarkah?" Suara Silvi.
"Iya," Wijaya tampak mengembangkan senyum.
"Emmm, kita langsung pulang kan Nit?" Nita yang ditanya Silvi pun mengangkat bahu.
"Tidak tau, terserah kamu saja," Ucap Nita.
"Ok, kita jalan yuk," Kata Wijaya. Cowok itu pun kembali menghidupkan mesin motor, selanjutnya mereka berjalan pelan beriringan.
"Silvi, Nita. Kita berhenti di warung makan depan sana, ya," Kata Wijaya.
"Emmm, boleh. Tapi kamu yang mentraktir, ya," Kata Silvi.
"Tenang saja, beres pokoknya," Wijaya tersenyum. Ada getar aneh sebenarnya yang dirasakan oleh cowok bernama Wijaya terhadap Silvi, namun ia menahannya untuk sementara waktu.
Mereka terus berjalan beriring sambil sesekali berbincang. Tidak lama kemudian mereka sampai di depan warung yang Wijaya katakan tadi.
"Ayo Vi, Nit," Ajak cowok itu pada kedua cewek tersebut. Mereka kemudian berhenti dan memarkirkan kendaraan untuk selanjutnya masuk ke warung.
"Mas Wijaya mau pesan apa?" Tanyanya pelayan warung.
"Emm, seperti biasa saja mas. Vi, Nit, silahkan kalian memesan sendiri apa yang kalian suka," Ucap Wijaya.
"Emmm, sama seperti dia saja mas. Kamu Nit?" Kata Silvi pada pelayan.
"Aku juga sama deh," Jawab Nita yang lantas membetulkan rambutnya. Pelayan itu pun kemudian berlalu dari mereka.
"Mas, sepertinya kamu sering ke tempat ini, ya? Kok pelayan tadi hafal benar sama kamu," Tanyanya Silvi.
"Begitulah Vi," Wijaya lantas meraba saku celana dan mengeluarkan hp. Tidak lama kemudian ia tampak berbincang dengan seseorang lewat hp tersebut.
"Hallo pak Budi," Suara Wijaya.
"Bagaimana pantauan kamu Jaya? Apa ada pembalap yang pantas kita ambil dari pertandingan tadi itu?!" Suara dari yang namanya pak Budi.
"Menurut saya, penampilan mereka biasa saja pak, belum ada yang menunjukkan skil hebat. Tapi, ada satu pembalap yang mesti kita perhatikan, yakni yang bernama Deni dari tim Suka Motor," Terang Wijaya pada pak Budi.
"Deni, tim Suka Motor? Emm, apa dia menunjukkan kemampuan di atas rata-rata?"
"Iya pak. Kemampuan Deni di atas rata-rata, dan dia yang menjuarai pertandingan barusan," Kata Wijaya.
Pak Budi adalah seorang manager dari sebuah tim motor balap, dan Wijaya sendiri adalah bawahan dari pak Budi tersebut.
"Terus, apakah kita bisa mendapatkan dia?" Suara pak Budi.
"Untuk masalah ini, nanti kita bicarakan dengan semua anggota saja ya pak,"
"Kenapa harus dibicarakan dengan semua anggota Jaya? Bukankah aku telah memberikan kewenangan penuh kepadamu untuk hal ini,"
"Iya pak. Tapi untuk kali ini saya tidak bisa memutuskannya sendiri," Sambung Wijaya.
"Kenapa begitu?"
"Karena pembalap bernama Deni ini lain dari pada yang lain pak. Emmm, nanti kita bicarakan di rumah bapak saja,"
"Ok ok, sekarang kamu dimana?"
"Saya masih mengawasi Deni itu pak," Kata Wijaya sedikit berbohong.
"Oh, ok. Nanti kamu ke rumah saja setelah dari sana, ok?" Kata pak Budi.
"Siap pak," Kata Wijaya. Tidak lama kemudian perbincangan itupun selesai. Wijaya memandang kedua cewek di depannya. Silvi dan Nita hanya bengong saja.
Mereka kemudian menyantap makanan yang tadi dipesannya, karena sang pelayan sudah menghidangkan menu tersebut.
"Kalian mau nambah? Silahkan pesan sendiri, ya," Wijaya kembali tersenyum pada kedua cewek itu.
"Tidak mas, ini saja sudah kekenyangan," Jawab Nita.
"Mas Wijaya, tadi aku dengar ngomongin Deni, ya?" Tanyanya Silvi.
"Iya Vi, kenapa?"
"Memang ada apa dengan Deni," Sambung Silvi.
"Tidak ada apa-apa. Kami hanya memantaunya,"
"Memantau? Apa mas Wijaya ini salah seorang dari timnya Deni?"
"Bukan, aku dari tim lain. Kami sedang mencari pembalap yang berpotensi untuk kami bina," Jelasnya Wijaya.
"Oh begitu,"
"Iya Vi.
Emm, anu Vi, Nit, nanti dari sini aku mau langsung ke tempat temanku. Jadi nanti kita berpisah disini deh.
Jangan lupa lho, hubungi nomerku kalau kalian ada perlu, ya.
Eh, mana nomer telphon kalian," Kemudian Silvi dan Nita memberikan nomer telphon pada Wijaya.
Cowok itu membayar semua makanan yang tadi mereka makan, selanjutnya mereka berpisah menuju tujuan masing-masing.
"Nita, menurutmu bagaimana mas Wijaya itu,"
"Tidak bagaimana-bagaimana. Memangnya kenapa Vi?" Nita balek tanya pada Silvi. Tampak Nita melihat ada sesuatu yang sedang Silvi sembunyikan.
"Tidak," Kata Silvi.
"Jangan-jangan kamu naksir dia, ya?"
"Tidak,"
"Ah jangan bohong, hikhikhiik. Aku saja deg degan sama dia, sayangnya aku sudah punya si Febri, cowokku terganteng, hahaa," Sepertinya Nita malah meledek Silvi. Nita tau kalau temannya itu sudah ada rasa suka sama Wijaya, cowok yang baru dikenalnya di tribun arena balapan motor.
"Enggak ah Nit," Kata Silvi.
"Enggak apa enggak, hahaa. Eh awas Vi," Nita kaget, karena sepeda motor yang mereka naiki hampir tersenggol oleh kendaraan lain.
"Hufff, hampir saja. Dasar itu orang!" Kata Silvi.
"Iya itu emang orang, kamu kira badak yang main seruduk? Hahaa. Sudah ah, perhatikan jalan Vi," Nita memperingatkan temannya. Mereka terus meluncur menuju rumah yang sudah tidak jauh lagi.
(bersambung)
0 Response to "Cintaku Di Arena Balap, Episode 4"
Posting Komentar