Template information

Disudut Kota Jingga

Laju mobil sedan berwarna kuning itu berhenti mendadak. Seseorang tampak keluar dengan tatapan tajam.
Orang tersebut langsung menghampiri mobil di depannya.
"Hei bodoh! Mau ngajak berantem, ya?!" Suara lelaki berbadan tegap si pemilik sedan warna kuning.
Tidak kalah kerasnya, tampak muncul dari mobil sedan berwana silver, seorang lelaki berbadan tambun yang lantas membentak lelaki dihadapannya.
"Jaga ucapanmu! Kamu yang bodoh!" Suara lelaki tambun dengan sorot mata menyala.
"Hei! Kamu yang bodoh! Dasar!" Lelaki berbadan tegap berkacak pinggang.
"Kamu yang buta! Sudah tau aku membunyikan klakson dan menyalakan lampu sand, tapi kamunya yang tidak mau minggir!" Imbuh lelaki tambun.
"Minggir kamu bilang?! Memangnya kamu siapa?"
"Kamu jangan arogan, jangan sok disini, ya!" Kata lelaki tambun.
"Kamu yang arogan! Sudah, sekarang maumu apa? Berantem?!" Lelaki tegap maju selangkah.
"Ok kalau kamu ngajak berantem! Siapa takut!" Kata lelaki tambun. Keduanya maju berhadapan. Sebuah pukulan melayang ke arah wajah lelaki tambun.
"Rasakan ini!" Suara lelaki tegap. Lelaki tambun mengelak, dia balas melancarkan pukulan ke arah lelaki tegap. Adu pukulan tidak terelakkan lagi. Mereka saling jotos, saling tendang. Aku yang melihat hal itu, hanya bisa diam saja tanpa berusaha melerai. Begitu juga dengan orang-orang yang melihat kejadian itu, mereka diam saja, cuek dan tidak perduli. Mungkin karena mereka sudah terbiasa melihat hal seperti itu disudut Kota Jingga, yang juga terkenal dengan kesemrawutan tatanan kota dan manusianya.

"Kamu sudah lama menungguku Jay?" Suara seorang wanita tiba-tiba muncul disampingku.
"Oh kamu Nggi, ngagetin saja," Aku menoleh, ternyata dia adalah Anggi, cewek yang lagi kutunggu kedatangannya.
"Hehee, sorry Jay.
Wuih, ada pertunjukan seru rupanya. Asik.., ayo Jay kita taruhan. Kamu jagoin yang mana antara kedua pria itu," Kata Anggi. Tangan kanannya tampak mengepal dan menjotos-jotoskan ke telapak tangan yang kiri. Sepertinya Anggi suka sekali kalau ada orang berantem.
"Ah kamu Nggi, malah ngajak taruhan. Malah kegirangan melihat orang berantem,"
"Ya daripada ngelihat ayam yang berantem, mendingan melihat yang ini Jay, hehee," Kata Anggi.
Ketidak takutannya Anggi pada perkelahian mungkin karena ia sudah terbiasa beradu fisik dalam latihan Pencak Silat di perguruannya.
Anggi memang aktif di perguruan Pencak Silat, bahkan ia sudah menjabat sebagai penasihat Guru di usianya yang masih muda.
Anggi juga sering malang melintang di acara-acara olahraga, seperti menjadi atlet Pekan Olahraga Nasional dari daerahnya, dan beberapa turnamen lainnya.
Aku yang seorang cowok, sering merasa minder oleh kekerasan, perkelahian. Namun tidak halnya dengan Anggi, ia tampak saja menghadapi kekerasan. Seperti sekarang ini, Anggi malah kegirangan melihat orang berkelahi. Bahkan kemarin, Anggi habis memukul jatuh dua orang lelaki yang menjahilinya disebuah pasar.
Jujur saja, aku menjadi lebih tenang kalau di dekat Anggi, saat aku berjalan di tempat seperti Kota Jingga.

"Aku menjagokan yang tambun Jay, kamu yang mana," Suara Anggi dengan menepuk pundakku.
"Aku tidak menjagokan siapa-siapa Nggi,"
"Ah kamu Jay,"
"Paling yang tambun juga keok Nggi," Kataku.
"Wew.. Kamu jangan salah. Lihat itu, lihat. Jurus si tambun mantap sekali, refleknya juga cepat meskipun badannya tambun, hikhik," Kata Anggi.
"Hemmm," Suaraku dengan mencibirkan bibir. Sebentar kulihat 'Dhes!' satu pukulan dari lelaki tambun mendarat telak di dada lelaki tegap. Lelaki tegap itu terhuyung kemudian ambruk.
Lelaki tambun kemudian melangkah meninggalkan lelaki tegap yang tampak mengerang kesakitan sambil memegangi dadanya.
"Bener kan Jay apa kataku? Yang tambun menang.
Yuk ah Jay, kita kesana," Anggi menarik tanganku.

*

"Kita ke Kafe Jingga ya Jay," Kata Anggi. Aku mengiyakan saja, karena memang pertemuanku dengan Anggi ini, ia yang mengundangku.
Kafe Jingga adalah sebuah kafe tua yang mempunyai nilai sejarah di kota itu. Hingga kota itu pun dinamakan Kota Jingga.

Anggi langsung memesan minuman dan Cake. Kami duduk tidak jauh dari pojok ruangan Kafe.
Sebentar aku memandang layar televisi yang berada di atas, tertempel di dinding rungan.
"Hemmm, bahayanya Narkoba buat pemuda Indonesia khususnya," Gumamku lirih. Aku melihat di layar televisi tersebut, dua orang pemuda tanggung digelandang oleh aparat penegak hukum karena kedapatan mengonsumsi narkoba.
"Ada apa Jay?" Anggi memandangku, kemudian menyodorkan gelas minuman yang baru saja tersaji.
"Itu, pemuda sekarang sudah sangat akrab dengan narkotika. Memprihatinkan," Jawabku. Aku langsung menyeruput minuman jus di depanku. Mendadak aku merinding menahan ngilu pada gigiku. Aku lupa, kalau gigiku tidak tahan terhadap minuman dingin.
"Oh itu. Iya Jay, pemuda jaman sekarang memang begitu. Eh, kita juga pemuda jaman sekarang, hahaa.
Makanya, lebih baik kita menghindari barang-barang seperti itu.
Kalau ada waktu luang pada diri kita, mendingan kita isi waktu luang tersebut dengan hal-hal baik. Contoh olahraga, atau apa saja yang penting baik. Bukankah begitu Jay?"
"Iya Nggi,"
"Jay, aku mau bicara serius kepadamu," Anggi terus menatapku.
"Bicara serius perihal apa Nggi?"
"Apa benar, kamu telah mengirimkan surat kepadaku," Kata Anggi. Aku terdiam. Aku menatapnya sebentar, kemudian menunduk sebelum menatapnya lagi dan menjelaskan atas pertanyaannya itu.
"Surat? Surat apa maksudnya Nggi,"
"Iya surat. Surat pernyataan suka," Anggi dan aku sama-sama terdiam. Kami saling pandang, aku memang harus menjelaskan perihal surat itu kepadanya.
"Emmm, iya Nggi," Pelan suaraku.
"Oh, hahaa,"
"Kenapa Nggi?"
"Tidak Jay. Lucu saja,"
"Emm, lucunya?"
"Kamu itu sahabat karibku. Jadi, rasanya tidak mungkin kalau aku harus menerima pernyataan suka darimu,"
"Tidak apa-apa kok Nggi. Aku sudah siap kalau ditolak," Kataku.
"Bukan begitu Jay, tapi.., lihat itu,"
"Tapi kenapa Nggi?" Sepertinya Anggi mau meneruskan kalimatnya, tapi kemudian kami menoleh keluar Kafe. Ada dua kelompok pemuda saling berhadapan dengan berbagai benda ditangan.
Sepertinya dua kelompok itu sedang bertikai dan hendak saling serang.
"Busyet deh! Mereka lagi," Suara Anggi.
"Siap Nggi,"
"Kamu tunggu disini Jay, atau pergi menyelamatkan diri. Bakal ada pertarungan disini, dan aku harus membantu teman-temanku," Ucap Anggi. Dia langsung melompat dari kursinya dan keluar Kafe. Aku hanya terbengong saja tanpa tau apa yang harus kuperbuat.
Tidak lama kemudian terdengar suara teriakan mengomandoi. Mereka saling serang. Suasana pun menjadi gaduh dan mencekam.

Pertarungan itu sangat sengit, kedua kubu silih berganti mengayunkan pukulan ke arah lawan.
Aku lihat, Anggi menghajar tiga orang lelaki di dekatnya. Namun, 'Cres!' sebuah sabetan benda tajam mengenai lengan Anggi. Aku terpekik, kulihat darah mengucur dari luka dilengannya.
Spontan aku melompat dari kursi yang kududuki. Aku hendak ke arena pertarungan, membantu Anggi. Namun nyaring suara sirine kendaraan Polisi terdengar bersahutan.
Aku mengurungkan niatku. Orang-orang yang berkelahi itu kulihat berlari menyelamatkan diri dari aparat yang datang, termasuk Anggi.
Anggi masuk kembali ke dalam Kafe. Dia berlari menuju toilet, aku pun menyusulnya.

"Kamu terluka Nggi?!" Aku langsung menyemprotkan air ke lengannya, dia tampak meringis menahan sakit.
"Iya Jay,"
"Tenang Nggi," Aku melepas bajuku dan kaos dalamku. Aku balutkan dan ikatkan kaos singletku ke lengan Anggi, kemudian kukenakan lagi bajuku.
"Kamu lihat ke luar saja Jay, apa polisi masuk kesini," Dengan gugup, aku menengong keluar. Kulihat para polisi tampak berdiri di depan Kafe. Aku mendekati pegawai Kafe, aku bilang agar mereka tidak memberitahukan keberadaan Anggi, mereka pun mengangguk.

Aku dan Anggi keluar dari Kafe setelah para polisi meninggalkan tempat terjadinya pertarungan, dan tentunya sudah membayar minuman dan makanan yang tadi kami pesan.
Anggi memegangi lengannya, dia tampak meringis menahan perih.
Kami kemudian pulang ke rumah Anggi.
"Untung lukamu tidak parah Nggi, lukamu tidak dalam.
Aku ngeri sekali saat melihat lenganmu disabet benda tajam itu,"
"Kamu melihatnya, ya?"
"Lha iya melihat lah. Ngeri pokoknya," Begitulah yang sering terjadi disudut kota jingga, dimana sering terjadi keributan, pertarungan antar kelompok dengan bermacam sebab. (*)

Related Posts :

0 Response to "Disudut Kota Jingga"

Posting Komentar

wdcfawqafwef