"Evi, aku tidak ikut,"
"Kenapa tidak ikut Jhon? Seru lho, rugi kalau tidak ikut," Evi menatap diriku, bertanya kenapa diriku tidak ikut dengannya.
Aku tetap menggelengkan kepala. Hari ini aku sangat tidak gairah untuk melakukan sesuatu. Bahkan untuk ikut mendaki yang sangat ku sukai pun diriku malas. Entahlah, mungkin karena kekalutan pikiran yang menjadikan rasa malas mengikatku.
"Bener kamu tidak mau ikut Jhon? Sangat disayangkan, padahal nanti ada acara istimewa di puncak Jhon," Kata Evi. Ku tarik nafas pelan. Aku menguap lebar, semakin menunjukkan rasa malasku.
Teman-teman kemudian datang dengan atribut pendakian, lengkap.
"Kenapa denganmu Jhon? Kumal dan kusut banget wajahmu, hahaa," Andik tertawa, tapi aku menanggapinya dengan cuek.
"Si Jhon tidak jadi ikut katanya," Suara Evi pada teman-teman.
"Apa? Waduh, tidak seram dong kalau si Jhon tidak mendaki. Bagaimana nih Bray..," Andik menoleh ke teman-teman yang tampak nyengir kuda.
"Iya bagaimana lagi.., tapi kita tetap harus berangkat meski si Jhon ngambek," Ujar Dedy, cowok hitam manis berbadan tegap.
"Maaf ya kawan-kawan semua, aku benar-benar tidak bisa ikut. Pikiranku lagi kacau banget," Kataku. Sebagai teman yang baik seperjuangan, tentu saja mereka menanyakan kenapa diriku tidak ikut mendaki. Aku pun menjelaskan alasannya, meski mereka agak sulit menerima alasan tersebut. Mereka kemudian berangkat karena mengejar waktu. Sementara aku memandang langkah mereka dengan suasana hati yang tidak karuan rasanya.
Aku hanya bisa memegangi kepala yang sudah sejak tadi pusing, nyut-nyutan.
Memang benar, berkumpul bersama teman-teman bisa mengurangi rasa gundah. Namun untuk saat ini diriku perlu menyepi. Menyendiri untuk mencari sebuah cinta yang hilang. Yah, cinta yang telah lama hilang dari ramainya jiwaku.
Aku adalah aku yang tidak mau di atur dan di nasehati oleh siapapun. Itulah keras kepalanya diriku yang kemudian di tinggal oleh Renita.
Renita adalah kekasihku (dulu) yang sering memberi semangat hidup di kala aku mengalami cobaan hidup berat.
Berkali-kali diriku di dera permasalahan yang tidak sepele. Keluargaku mengalami sebuah transisi dimana sudah di ambang kehancuran.
Ayah dan Ibu ku hendak bercerai. Hal itu yang membuat diriku stress banget, walau pada akhirnya tidak jadi pisahan. Namun ultimatum dari kedua orang tua telah membuat diriku down mental. Bagaimanapun aku kan masih membutuhkan kehangatan mereka berdua.
Renita juga yang telah menyelamatkan diriku dari pergaulan bebas remaja. Tiada hentinya dia menasehatiku, mengajakku untuk keluar dari lingkaran setan yang telah membelenggu.
Atas kegigihan Renita dalam menyadarkan diriku itulah kemudian aku bisa menjauh dari pergaulan bebas. Aku sadar, ternyata pergaulan bebas memang tidak ada manfaatnya, bahkan sangat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Kita memang bebas melakukan apa saja sesuai kehendak kita. Enjoy juga sering kita gadang-gadangkan untuk mengungkapkan betapa enaknya bebas bergaul. Namun di saat kita salah langkah dalam menyikapinya, kita bisa terjerumus pada hal-hal yang tidak terpuji, di situlah sering diriku meratap, menolak atas perbuatan buruk yang aku lakukan dan mereka kerjakan.
Sungguh, perjuangan Renita untuk diriku sangat besar, dan aku tidak akan pernah melupakan perjuangan serta pengorbanannya. Namun, satu kesalahan telah aku perbuat, sehingga gadis baik bernama Renita itu pergi meninggalkan diriku.
Malam telah menggantikan siang. Diriku duduk menyendiri di teras rumah.
Aku mendongak ke atas, langit tampak cerah bertaburan bintang. Rembulan pun bersinar keemasan menerangi sang malam.
"Renita," Lirih suaraku di ujung bibir yang mengering karena sedari sore tadi kerongkonganku belum kemasukan air ataupun makanan.
Aku memandang jauh ke sebuah ruang. Namun disana tidak aku temukan siapa-siapa, kosong dan hampa.
Berlahan nafas kutarik pelan, sedikit memejam. Perih terasa di rongga dada.
Ingin kumaki-maki diriku sendiri, tapi aku tak mampu, karena meski secuil, kesadaran masih kupunya. Memang tidaklah baik memaki diri sendiri, selain agama tidak menganjurkannya.. karena sama saja dengan menyakiti diri sendiri, juga nanti bisa membuat amarah semakin menguasai diri.
"Aku harus mencarinya. Ya, harus!" Terbersit di benak untuk mencari Renita. Namun kemudian aku berpikir lagi, kemana aku akan mencari cintaku yang hilan itu? sementara keberadaannya pun tidak kuketahui.
"Jamilah. Ya Jamilah," Aku teringat pada Jamilah, teman dekat Renita. Mungkin dari Jamilah.. diriku bisa mendapatkan titik terang dimana Ratna kini. Namun hari telah malam, tidak baik jika aku ke tempatnya Jamilah malam-malam begini.
Aku terus memikirkan Ratna, gadis yang telah aku sakiti dan meninggalkan diriku. Kini aku baru sadar kalau aku sangat membutuhkan kehadirannya.
~o00o~
"Kenapa senyum-senyum Jhon, ada yang aneh?" Jamilah mengernyitkan dahi.
Pagi itu aku menemui Jamilah di kediamannya yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal ku.
"Nggak. Tidak ada yang aneh kok. Aku senang saja bisa ke tempatmu lagi," Kataku yang lantas duduk di bangku panjang depan rumah si Jamilah.
Jamilah menatapku agak heran, mungkin karena diriku yang hampir setahun tidak lagi pernah main ke tempatnya.
Aku menceritakan maksud kedatangan ke rumahnya. Cewek berkulit hitam manis dan berambut hitam panjang sepinggang tersebut tampak serius mendengarkanku.
"Hahahaa, rasakan olehmu kini. Siapa suruh kamu keras kepala Jhon.. Jhon," Jamilah malah terbahak. Dia tidak tau apa dengan yang kini aku rasakan?
"Jadi kamu tahu tidak dimana Renita berada?!"
"Tidak tahu,"
"Tidak tahu?, aduh..,"
"Tenang saja Jhon, bercanda. Nanti aku kasih alamatnya Renita," Plong rasanya. Jamilah masuk ke dalam rumah. Dia kembali lagi dan memberikan secarik kertas kepadaku.
"Oh, jadi dia tinggal di Jakarta," Aku mengamati alamat Renita.
"Iya. Setahun yang lalu dia memberikan alamat itu kepadaku. Tapi aku tidak tahu persis apakah dirinya masih tinggal di alamat tersebut, karena aku belum pernah berkirim kabar sama Renita ,"
"Oh begitu. Terima kasih atas bantuanmu ini Jamilah," Setelah cukup lama kami berbincang dan bercanda, aku pun pamit pulang pada Jamilah.
"Jakarta. Aku harus ke sana," Gumamku sembari melangkahkan kaki menuju sepeda motor yang sudah kepanasan oleh sinar matahari.
(bersambung).
Sebuah cerita yang asik di ikuti dan mengharukan, ya gan?
BalasHapusJhon, pastinya ia akan menemukan banyak cobaan dalam pencarian si Renita.