Template information

Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 10

Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang


Aku sendiri di kamar, memandangi sekeliling yang tampak membosankan. Cat tembok yang di sana-sini pudar dan mengelupas, semakin membuat pandanganku suram dan bosan. Sejurus kemudian diriku membuka pintu dan hendak keluar rumah ketika tampak Sapto muncul dari balik pintu kamarnya.
Aku dan Sapto pun berbincang di depan rumah kost.
Hilir mudik kendaraan yang lewat di jalan depan rumah telah mampu membuat pikiranku terhibur. Apalagi ketika ada dua orang cewek cantik berjalan lenggak-lenggok keluar masuk rumah kost, seakan mereka telah menjadi pemandangan indah tersendiri buatku.
Sapto mengeleng-gelengkan kepala karena kedua cewek tersebut.

"Caper banget kalian kalau ada cowok baru yang keren," Ucap Sapto pada kedua cewek cantik itu. Kata Sapto, mereka memang suka Caper/Cari perhatian kalau ada penghuni baru di kost-kost-an tersebut. Bukan hanya disaat cowok tampan yang baru mereka lihat, kepada bapak-bapak usia senja pun kedua cewek itu suka centil dan jahil.

Mataku terbelalak ketika seorang dari cewek tadi mendekat ke tempat duduk kami. Tanpa permisi, ia langsung duduk di sampingku. Melihat hal itu, Sapto langsung menampakkan wajah merahnya tanda kalau dia lagi marah.
Cewek berkaos abu-abu itu langsung menyapaku dengan centil dan tangan pun jahil. Gaya bicara dibikin sedemikian rupa hingga mirip suara Srikandi dalam tokoh pewayangan.
Senyum manis ia lemparkan ke arahku, dan telak mengenai bola mataku yang sudah tidak buram lagi.

"Hei bang, penghuni baru, ya?" Tanyanya dengan mencolek lenganku.

"Iya,"

"Siapa namamu? kamu ganteng sekali. Kenalkan namaku Shinta," Kata dia yang lantas memperkenalkan diri.

"Namaku Jhon," Diriku membalas perkenalannya sambil menahan senyum karena dia tampak lucu.

"Kamu nggak jalan sama dia Shin?" Kata Sapto. Shinta tampak cemberut mendengar pertanyaan Sapto.

"Dia siapa?! Sudah, kamu jangan mulai lagi deh Sap," Cewek berambut ikal sebahu itu tajam menatap Sapto. Sementara cewek yang satunya duduk disamping kananku. Jadi malam itu diriku di apit oleh dua cewek centil penghuni kost.

"Huh," Suara Sapto, kemudian ia melangkah masuk ke dalam rumah. Tinggal aku dan kedua cewek itu. Aku memandang langkah Sapto dengan tidak mengerti, kenapa dia tampak ketus sekali terhadap Shinta dan Paijem yang baru saja memperkenalkan diri padaku.
Kedua cewek tersebut terus menggodaku sampai-sampai aku mati kutu di buatnya.

"Cewek yang tadi bersamamu di kamar itu pacarmu ya Jhon?" Tanyanya Shhnta.

"Bukan,"

"Halaaa.. ngaku saja kenapa sih. Kalau bukan pacar kok ciuman sampai lama banget, hikhikhiiik," Shinta terkikik. Aku melotot menatapnya. Bagaimana Shinta tahu apa yang aku lakukan sama Tyas di kamar? Mungkin ia mengintip, pikirku.

"Emm, kamu mengintip, ya?" Shinta dan Paijem malah tertawa.
Aku heran saja pada mereka, padahal dinding kamar sepertinya tidak ada lubang yang bisa di buat mengintip.

"Itu rahasia kami dong.., eh Jhon, cewekmu lumayan cantik aku lihat. Kenapa tadi siang tidak kamu tiduri saja, kan enak itu," Kata Paijem yang mulai kurang ajar karena berani megang-megang tanganku. Pantas saja kalau Sapto bersikap ketus kepada keduanya, lha cewek-cewek itu sangat agresif kok.

"Huuust, kalian ini. Dosa tahu melakukan itu yang bukan suami istri,"

"Halaaa.., biasa saja Jhon. Jaman sekarang biasa kok walaupun bukan suami istri. Atau.. atau.., hikhiik,"

"Atau apa Paijem?"

"Atau kamu mau kami temani tidur?" Kata Paijem dengan wajah serius.

"Tidak ah. Ya sudah, aku tinggal dulu ya," Diriku hendak bangkit dari tempat duduk dan mau masuk ke dalam rumah., tapi Shinta dan Paijem menahanku dengan menarik lenganku.

"Disini saja Jhon. Masih sore, ngapain masuk ke kamar.
Ok, sekarang kita membahas hal lain deh. Kamu dari daerah mana Jhon?" Suara Shinta. Aku menatap wajah kedua cewek itu sebentar, kemudian kami pun berbincang seperti biasa setelah aku mengatakan dari daerah mana berasal.
Shinta dan Paijem tampak serius saat menceritakan kisa pribadinya masing-masing. Sampai-sampai diriku terenyuh mendengarnya.

Menurut cerita kedua cewek itu, dirinya hidup di Jakarta karena dulunya di ajak oleh seseorang. Mereka memang bukan asli penduduk Jakarta seperti halnya diriku yang cuma pendatang.
Shinta dan Paijem dulunya dijanjikan bekerja di sebuah restoran besar dengan gaji yang lumayan. Namun pada akhirnya mereka hanya menjadi korban penipuan atau yang lebih ngetrend dengan nama traficking. Mereka kemudian dijual kepada seorang germo di sebuah lokalisas. Umur mereka pada saat itu baru 15 tahun.
Shinta dan Paijem tidak pernah menyangka kalau pada akhirnya bekerja melayani nafsu para lelaki hidung belang. Mereka kemudian bisa meloloskan diri dari lokalisasi setelah hampir setahun terkungkung di tempat tersebut.
Itulah kisah pahit Shinta dan Paijem yang diceritakan kepadaku. Pantas saja kalau keduanya centil dan suka jahil, apalagi dengan beraninya mengajak tidur lelaki yang baru dikenalnya, karena mungkin kebiasaan lamanya masih sering terbawa dalam kesehariannya.
Shinta dan Paijem sendiri katanya kini bekerja di sebuah pabrik tidak jauh dari tempat kost yang juga aku tempati.

Diriku semakin tertarik saja mendengarkan cerita mereka berdua. Tidak lama kemudian, aku mengalihkan pembicaraan. Aku menanyakan apa ada lowongan di tempatnya bekerja. Dan ternyata ada, jawabnya.

"Ada Jhon, kalau tidak salah info.. ada lowongan buat cowok," Kata Shinta.

"Persyaratannya apa saja Shin untuk melamar kerja di tempatmu? dan kapan penutupan lowongan kerjanya,"

"Persyaratannya ya.. seperti biasanya, surat lamaran, ijazah, data pribadi, surat pengantar. Nggak tahu sampai kapan itu lowongan," Shinta menjelaskan, aku manggut-manggut saja. Kemudian kami membubarkan diri karena sudah malam sekali.

Seharian tidak ada kegiatan berarti yang aku lakukan. Aku terus berfikir bagaimana untuk bisa menemukan Renita. Maka aku putuskan esok untuk kembali ke Jawa mengurus segala sesuatunya guna melamar pekerjaan di pabrik tempatnya Shinta, Paijem, ataupun Tyas bekerja.

(bersambung).

0 Response to "Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 10"

Posting Komentar

wdcfawqafwef