Setelah hampir semalaman berpikir, aku pun mengambil keputusan untuk pulang dulu ke Jawa.
Tyas yang pagi itu mampir ke tempat kost sebelum ke tempat kerjanya, terkejut. Namun ia suka, karena dengan begitu aku dan dirinya akan sering bersama, pikir dia.
Tyas mengijinkan aku pulang dulu ke Jawa. Pagi itu juga diriku pulang ke kampung guna mengurus segala keperluan untuk melamar pekerjaan.
Perjalanan dari Jakarta ke kampungku memang lumayan jauh. Aku berangkat pagi hari, sampai di rumah malam hari.
Langsung ku hempaskan tubuhku yang terasa pegal dan kaku ke tempat tidur. Lega rasanya sudah sampai di rumah.
Sejurus kemudian diriku membasuh muka sekaligus mandi karena badan terasa lengket oleh keringan. Meskipun hawanya dingin, tapi aku tetap mandi meski cuma beberapa gayung air dan cukup untuk menyegarkan tubuh juga pikiran.
Setelah semuanya terasa segar, aku pun menikmati makan malam dengan nasi liwet yang sudah tersaji di atas meja.
Sementara itu, emak ku langsung tidur setelah sebelumnya menanyai diriku sebentar.
Aku sempat tersenyum ketika mengingat sosok Tyas. Mungkin tanpa dia, diriku akan terlantar di Jakarta.
Aku bingung harus bagaimana menghadapi semua ini? Kalau diriku ke Jakarta lagi berarti akan bertemu dengan Tyas dan pastinya dia akan mengejarku bersama cintanya. Sedangkan diriku masih mengharapkan Renita.
Kalau aku tidak balik ke Jakarta, berarti aku telah menjadi seorang pengecut untuk menghadapi semua ini, apalagi aku telah bilang ke Tyas dan yang lain kalau diriku akan balik ke sana. Yach, mungkin aku harus bersabar dalam menghadapi semua ini sembari mencari cara agar tidak mengecewakan orang yang telah berbuat kebaikan padaku, juga bisa memenuhi sedikit ambisiku.
"Hei Jhon, rapi sekali. Memang mau kemana?" Suara Evi, temanku.
"Oh kamu Vi. Ini mau mengurus surat-surat,"
"Surat apa, kawin? hahaa..,"
"Nggak, surat buat melamar kerja,"
"Idiiih, memang kamu mau kerja dimana Jhon? Tumben sudah mikir kerja," Kata Evi yang sedikit meledek. Aku mengajak Evi untuk menemani ku, karena memang hari hampir siang dan Evi sendiri tidak berhenti dalam menanyaiku. Dari pada kesiangan ngeladeni Evi, mendingan dia kuajak sekalian kan?
"Eh Jhon, aku boleh ikut ke Jakarta kan?" Suara Evi yang duduk di boncengan sepeda motor.
"Boleh, tapi nanti kalau aku sudah benar-benar kerja disana,"
"Lho, kenapa tidak sekalian berangkat sama kamu saja Jhon? Kenapa menunggu nanti?"
"Yah kamu Vi, kalau kita berangkat bareng sementara diriku belum dapat kerja, kan nanti kita sama-sama menderita disana, aku tidak ingin menyengsarakan dirimu Vi, mengerti?!"
"Mengerti boss.., hahaa.." Evi pun tertawa.
Setengah hari diriku mengurus keperluan dengan ditemani Evi, sahabatku.
Apa yang menjadi syarat dalam melamar pekerjaan belumlah semuanya lengkap dan harus menunggu esuk hari untuk mengurusnya lagi, karena kantor pemerintahan terkait kan hanya setengah hari saja dalam melayani masyarakat. Jadi besuknya lagi baru diriku mengurus persyaratan-persyaratan tadi.
"Oh begitu ya Jhon ceritanya. Kita tidak lagi mendaki bareng dong kalau kamu kerja di Jakarta?" Kata Bagus yang baru saja datang ke rumah.
"Mungkin, hehee..," Aku tersenyum.
Hari itu, rumah tampak ramai oleh kedatangan teman-temanku, setelah mereka tahu kalau aku berada di rumah. Maklum, beberapa hari kita kan tidak bertemu.
"Eh Jhon, kata Jamilah, kemarin kamu ke Jakarta mencari Renita, ya?" Tanyanya Budi.
"Iya Bud, tapi tidak ketemu dia, karena dia sudah pindah alamat," Aku pun menceritakan semua yang kualami selama di Jakarta dalam pencarian terhadap Renita. Mereka manggut-manggut tampak serius mendengarkan aku, mereka terbengong karena aku yang di jambret, lantas mereka tertawa karena Tyas, Shanti dan Paijem.
Entahlah, setelah tahu kalau aku hendak melamar kerja di Jakarta, Bagus, Budi, Anton, Evi, Rita, dan yang lain malah pada mau ikut ke Jakarta. Aku pun hanya bisa tersenyum pada sahabat-sahabatku itu.
Semua persyaratan yang dibutuhkan sudah beres tadi pagi. Sorenya aku pun mau berangkat ke Jakarta.
Diriku tengah bersiap-siap untuk berangkat ke Jakarta ketika teman-teman pada datang ke rumah.
"Terima kasih sobat semua. Cukup satu orang saja yang mengantarku ke terminal, ya," Kataku pada teman-teman.
"Kenapa Jhon? Kami kan bukan hanya mau mengantarmu, tapi nanti sekalian mau kemping di pantai," Suara Evi menimpali kataku tadi.
"Benarkah? Ya sudah, nggak apa-apa. Yuk ah mumpung masih sore," Kami meninhalkan rumah menuju terminal terdekat setelah sebelumnya berpamitan pada emak dan bapak.
Sebenarnya sedih juga pisah sama teman-teman, apalagi mereka akan melakukan kemping/kemah di pantai yang pastinya sangat menyenangkan sekali. Tapi mau bagaimana lagi? Lha wong diriku sudah terlanjur membeli tiket bus kok. Jadinya ya hanya bisa gigit jari.
(bersambung).
0 Response to "Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 11"
Posting Komentar