Template information

Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 9

Mencari Sebuah Cinta Yang
Hilang


"Ada apa mas?" Suara lelaki yang baru keluar dari kamar sebelah.

"Tidak ada apa-apa kok mas,"

"Oh, saya kira ada apa. Maaf, kamu penghuni baru ya?"

"Iya," Aku dan lelaki tadi mengobrol. Kami duduk di kursi ruang tamu.
Lelaki bernama Sapto itu ternyata enak juga di ajak berbincang, karena gaya bicaranya memang enak.
Sapto yang ternyata juga berasal dari Jawa itu banyak bercerita tentang pengalaman hidupnya selama menjadi perantau di Jakarta.
Lelaki bernama Sapto yang bertubuh jangkung tersebut sudah ada sepuluh tahun hidup di ibu kota Jakarta.

"Kenapa diam mas Jhon, apa ada sesuatu yang mengganjal dipikiranmu?" Sapto memandangku dengan mengerutkan kulit keningnya. Lantas ia tersenyum.
Sebatang rokok telah ia nyalakan dan menghisapnya dengan nikmat. Aku yang kebetulan juga seorang perokok dan ditawarinya rokok pun menyulut batang rokok yang sudah kujepit dengan kedua bibir.
Diriku menatapnya sebentar sebelum asap rokok kuhembuskan.

"Iya mas, sedikit.
Aku lagi mencari seseorang ini,"

"Mencari siapa?"

"Mencari seorang teman wanita," Kataku.

"Oh. Memangnya temanmu itu berada di sini, ya?"

"Menurut alamat yang kudapat, dulu ia tinggal di sekitar sini. Tapi rumahnya sekarang sudah di tempati oleh orang lain, dan orang baru yang menempati rumah tersebut tidak mengenal orang yang lagi aku cari,"

"Oh begitu.., memang sulit mas mencari seseorang yang tidak jelas alamatnya di Jakarta ini. Emmm, siapa nama orang yang kamu cari itu? Siapa tahu saja aku mengenalnya,"

"Renita. Renita Saraswati, asal Kendal, Jawa Tengah,"

"Renita Saraswati? Rasanya aku pernah mengenal nama itu, tapi dimana ya?" Kata dia. Aku sempat tersentak. Kalau saja benar apa yang dia katakan tadi, tentunya ada titik terang menuju bertemunya Renita.

"Benarkah, dimana mas? Coba di ingat-ingat mas," Kataku penuh harap agar Sapto dapat mengingatnya.
Sapto terdiam. Ia tampak serius mengingatnya, tapi kemudian menggelengkan kepalanya. Aku pun menghembuskan nafas dalam kecewa.

Suara kokok ayam sayup-sayup terdengar. Aku menoleh ke arah jam dinding, sudah pukul 04.35 WIB.
Aku dan Sapto kemudian mengakhiri perbincangan. Aku dan Sapto sama-sama masuk ke kamar.
Diriku langsung tidur karena memang sudah mengantuk sekali.


'Tok Tok Tok', suara pintu kamarku diketuk. Dengan rasa malas, diriku menuju ke pintu tersebut.

'Ngeee..k', "Oh kamu Tyas," Ternyata wanita cantik bernama Tyas sudah berada di depan pintu.

"Baru bangun ya Jhon?" Tyas langsung masuk ke kamar. Ia duduk di pinggir tempat tidur. Sebentar ia menebar senyum kepadaku, lantas di peluknya tubuhku. Di cium pipiku.

"Sebentar Tyas, aku mau cuci muka dulu," Kataku. Ia mengangguk kecil dengan senyum manisnya tetap mengembang.
Tyas kembali memelukku setelah diriku selesai cuci muka. Ia dengan nafsu menciumku, dan hal itu aku biarkan saja.

"Aku kangen banget sama kamu Jhon,"

"Kok bisa begitu lho..,"

"Karena aku suka banget sama kamu...," Ia meneruskan ciumannya, menelusuri setiap lekuk dan sudut wajahku. Lama-lama diriku pun tak tahan dibuatnya.
Hari yang belum siang benar itu, aku dan Tyas saling bercumbu. Ia melepaskan hasrat nafsunya, sementara diriku melepaskan kegersangan selama ini dari wanita. Namun apa yang kami lakukan tidak terlalu jauh ke hal-hal yang teramat sangat dilarang. Melainkan kami hanya melakukan ciuman-ciuman biasa saja.

"Kenapa Jhon? Ayo kita teruskan yang lebih," Ucapnya. Aku menatapnya tajam. Aku terdiam, ajakannya dia tadi tidak aku kabulkan.

"Kamu tidak masuk kerja kan Tyas?"

"Iya. Kenapa Jhon?"

"Tidak kenapa-kenapa kok," Aku menggaruk kepala. Rencananya sih, diriku mau mengobrol lagi sama Sapto, tapi kalau ada Tyas kan jadinya tidak enak, tidak bisa bebas membicarakan tentang Renita, apalagi pasti Tyas akan seharian menemaniku di tempat kost.

Benar saja, Tyas bilang kalau akan menemaniku seharian di tempat kost. Ia telah meminta pada pemilik kost agar mengijinkan dirinya menemaniku, dan pemilik tempat kost mengijinkannya. Memang sih, kalau di lihat tempat kost yang aku tempati sepertinya sangat bebas, bebas buat tamu yang berkunjung dan tidak ada batasan jam bertamu. Hal tersebut pun telah dikatakan oleh Sapto tadi malam.
kata Sapto sendiri, dia telah beberapa kali kedatangan teman cewek dan teman-temannya itu sampai seharian bertamu di tempatnya, bahkan tamu cewek itu juga masuk ke kamarnya, dan pemilik kost membiarkannya asal tidak kelewatan berbuat hal senonoh di dalam kamar, kecuali statusnya suami istri.

"Kita mau jalan-jalan keluar ya Tyas?"

"Tidak, malas. Mendingan di kamar saja bersamamu Jhon," Jawabnya. Aku terbengong dengan rasa kecewa. Harapanku, Tyas mau mengajak diriku jalan-jalan berkeliling Jakarta, supaya aku bisa mengenal Jakarta dan nanti akan lebih mudah buatku dalam mencari Renita.
Seharian aku dan wanita cantik bermata sayu itu berada di dalam kamar kost. Tidak ada kegiatan berarti yang kami lakukan selain berbincang-bincang, tersenyum, tertawa, dan ciuman, karena memang Tyas suka sekali mengajak ciuman.
Menjelang petang, Tyas pamit pulang. Sebuah senyum ia lemparkan kepadaku sebelum dirinya melangkah meninggalkan diriku.
Aku hanya bisa memandangi langkah wanita yang kini telah menganggapku sebagai kekasihnya. Dua lembar uang ratusan ribu ia berikan padaku, aku tidak bisa menolak pemberian itu karena memang diriku sangat memerlukannya.
Kuhempaskan tubuh ke tempat tidur. Mataku menatap langit-langit kamar. Diriku berpikir, apakah aku akan bersama Tyas atau Renita? atau pulang saja ke kampung? Hal itu yang kini tengah menguasai pikiranku.

(bersambung).

0 Response to "Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 9"

Posting Komentar

wdcfawqafwef