Template information

Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 15

Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang


Aku menoleh dan menatap wajahnya. Seorang lelaki berusia sekitar 40 tahun berdiri di sampingku.
Lelaki itu menatapku tajam. Sebentar dia menoleh ke tempat acara pernikahan sebelum melanjutkan bicaranya dengan ku.

"Siapa laki-laki ini?" Tanyaku dalam hati.

"Hei, aku peringatkan, kamu jangan dekat dengan Sofia.
Awas kalau kamu masih dekat dia, aku pelintir batang lehermu, mengerti!" Setelah berkata seperti itu, lelaki tadi langsung meninggalkan diriku. Aku menatapnya penuh ketidak mengertian. Apa maksudnya ia melarangku dekat dengan yang namanya Sofia? Sedangkan nama Sofia yang ku kenal di Jakarta ini adalah ibu kost.
Tidak lama kemudian tampak ibu kost keluar dari acara pernihan.

"Ada apa denganmu Jhon, kok memandangku seperti itu?" Suara ibu kost yang telah berdiri di dekatku.

"Oh ibu, tidak ada apa-apa kok. Mari," Kami langsung meninggalkan lokasi pernikahan tersebut. Disepanjang perjalanan pulang, kami lebih banyak berdiam.
Aku terus memacu kendaraan menyusuri jalan beraspal. Tiba-tiba ibu kost menepuk pahaku. Ia mengatakan kalau hendak ke swalayan dulu. Ada sesuatu yang akan dibelinya di sana, kata ibu kost.
Tidak lama kemudian aku membelokkan kendaraan ke swalayan yang dimaksud, karena memang swalayan itu berada tidak jauh dari saat ibu kost mengutarakan niatnya tadi.
Sengaja aku tidak mau ikut masuk ke dalam swalayan saat ibu kost atau bu Sofia mengajakku. Aku menunggunya di atas sepeda motor di dekat area parkir.

Dadaku serasa sesak, nafas sera terhenti ketika kulihat seorang wanita tua berjalan tertatih menuju ke arahku. Mungkin pemandangan seperti itu adalah hal biasa buat penduduk ibu kota. Namun tidak buat aku yang masih kental dengan kehidupan perkampungan.
Tatapan mataku terus mengikuti gerak langkah wanita tua tersebut. Entahlah, mungkin karena merasa kasihan atau apa, mataku sampai berkaca-kaca olehnya.
Aku melihat, ada beban teramat berat yang tampak tergambar di wajah wanita tua tersebut. Langkahnya gontai dalam berjalan dan seperti ada sesuatu yang akan ia capai, tapi belum kesampaian.
Benar saja, wanita tua yang berpakaian seadanya itu mendekati diriku. Kini ia berdiri di hadapanku. Dia menatapku tidak berkedip, lama sekali. Sepertinya ada yang hendak ia katakan kepadaku, namun masih ditahannya. Sementara diriku menatapnya dengan perasaan pilu.

"Ada apa bu? Apa ada yang bisa saya bantu?" Kataku kepadanya. Wanita tua itu masih memandangku, kemudian ia menunduk pelan.

"I..ya," Suaranya pelan nyaris tidak terdengar oleh telinga. Aku turun dari jok sepeda motor, lantas mendekat kepadanya.

"Apa yang bisa saya bantu?" Kataku.

"Saya lapar," Suaranya pelan dan terdengar parau. Aku mengamati wajahnya sebentar. Ku berikan uang sepuluh ribu kepadanya. Setelah berucap terima kasih, wanita tua tersebut pun berlalu meninggalkan diriku.

"Kita pulang yuk Jhon," Ibu Sofia sudah berdiri di sampingku dan mengajak pulang. Tanpa menunggu lama, kunyalakan mesin kendaraan dan bablas menuju rumah.

"Ini untukmu Jhon," Ucap ibu kost memberikan sebuah bungkusan.

"Apa itu bu?"

"Buka saja,"

"Oh,"

"Kenapa Jhon, kamu tidak suka?"

"Suka kok bu, suka. Terima kasih, ya," Sebuah kaos oblog berwarna biru isi dari bungkusan itu.
Diriku kemudian menceritakan kejadian dimana seorang lelaki berumur sekitar 40 tahun tadi kepada ibu kost. Ternyata lelaki tersebut adalah orang yang telah lama mengincar cintanya ibu kost.
Antara lelaki itu dan ibu Sofia memang sudah saling mengenal. Lelaki itu tinggal dekat rumah saudaranya ibu kost.
Menurut ibu kost, sudah sejak lama lelaki itu menginginkan hidup bersama ibu Sofia, yakni sebelum beliau bersuami.
Telah berulang kali lelaki bernama Mamat tersebut mengungkapkan perasaannya pada ibu Sofia, tapi ibu kost selalu menolaknya. Alasan penolakannya karena si Mamat adalah pemabuk berat, suka judi, dan suka main perempuan.

"Begitulah Jhon, kenapa aku tidak mau sama Mamat itu.
Sekarang kita makan dulu yuk," Ibu kost menarikku ke ruang makan. Entahlah, terkadang aku mau tertawa saja dengan perlakuan ibu kost terhadapku.

Sungguh diriku terkejut dan tersedak. Tiba-tiba ibu kost yang duduk di sampingku itu hendak menyuapiku. Aku menggelengkan kepala, karena hal itu tak pantas aku terima. Aku bukanlah anak kecil yang harus disuapi, pikirku.

"Ayolah Jhon, sekali saja," Ucapnya dengan menatapku seperti memelas. Melihat hal seperti itu, diriku kemudian membuka mulut dan sesendok nasi yang ia suapkan pun masuk ke mulutku.
Antara rasa malu dan tidak enak diri, aku mengunya makanan itu dengan pelan.
Ibu kost tersenyum memandangku. Sementara aku menunduk malu seperti halnya anak perawan yang lagi pertama mengenal cinta.
Makan pun telah selesai. Diriku kemudian pamit hendak ke kamar. Ia menggangguk seraya tersenyum simpul di bibir.

"Gila! Kenapa ibu kost seperti itu kepadaku? Jangan-jangan.., ah tidak," Aku nyalakan sebatang rokok yang sudah terjepit di bibir. Sebentar kemudian pikiranku mengembara kemana-mana.
Seperti biasanya, udara di ibu kota terasa panas dan membuat gerah. Maka aku melucuti pakaian yang sedari menempel di tubuh. Kini hanya celana kolor yang ku kenakan.
Aku matikan rokok tadi. Diriku kemudian berbaring di tempat tidur.

"Suara siapa itu? Apakah ibu kost mengintipku?! Ah biarlah," Aku melirik ke arah lubang di dinding. Sepertinya ada yang lagi mengintip diriku. Dan kalau benar itu orang mengintip, berarti dia adalah ibu Sofia, karena hanya ia yang berada di rumah selain diriku.
Aku membiarkan saja dia mengintipku, toh tidak ada yang berkurang pada tubuhku karena di intip. Aku pun langsung memejamkan kedua mata hingga tertidur pulas.


"Bagaimana mas Sapto?" Tanyaku pada penghuni kost lain kamar yang sering mengobrol denganku. Sapto telah pulang dari tempat kerjanya.

"Bagaimana apanya Jhon?
Enak dong kamu baru bangun tidur, hikhikhiik," Sapto malah terkikik.

"Itu, orang yang berna Renita Saraswati temanmu,"

"Oh iya Jhon, benar. Dia mengenalmu," Kata Sapto itu seketika membuatku setengah tidak percaya.

"Benarkah mas?!"

"Iya benar. Masa aku berbohong sih Jhon,"

"Kamu bilang apa ke dia mas,"

"Ya.. aku menunjukkan fotomu yang di hpku. Terus menanyakan apa dia mengenali fotomu.
Mulanya Renita diam dan tidak mengaku, tapi aku mendesaknya, akhirnya dia bilang kalau ia mengenalmu Jhon..!
Aku mau ganti baju dulu Jhon," Sapto masuk ke kamarnya. Diriku kian dag dig dug saja karena kata-kata Sapto tadi. Sebentar lagi aku akan bertemu sama Renita Saraswati, orang yang masih kucintai.
Aku menatap langit-langit rumah dengan tersenyum.

(bersambung).

0 Response to "Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 15"

Posting Komentar

wdcfawqafwef