'Ngiiiii...k ngeee...k' Suara derit pintu kamar. Aku langsung menoleh ke arah pintu karena memang diriku belum tertidur. Alangkah terkejutnya diriku saat ibu kost sudah masuk ke dalam kamar.
Aku langsung bangun dan duduk. Ku tatap dia, ibu kost tersenyum.
"Kenapa ibu masuk tidak ketuk pintu?!" Tanyaku yang lantas mengenakan kaos oblong. Bukannya menjawab, dia malah tersenyum dan kemudian duduk di sampingku.
Entah apa maunya bu Sofia. Dia memperhatikanku. Dia memandangiku dari ujung kepala sampai ujung kaki berulang kali. Sejurus kemudian ia menyandarkan tubuhnya ke badanku.
Sambil tubuhnya disandarkan, dia mulai berbicara ngelantur tentang perasaannya kepadaku. Tentu saja aku menanggapinya dengan biasa saja. Meskipun dia seorang jandan nan ayu, tapi tidak sedikit pun ada rasa cinta di diriku kepadanya.
"Jhon.., aku sangat mengagumimu, aku mencintaimu Jhon.." Kata wanita yang lebih akrab kupanggil dengan ibu tersebut.
"Ibu ini ada-ada saja. Bukankah aku ini jelek dan hanya seorang pengangguran. Tinggal di Jakarta pun ngekost. Jadi apa yang ibu harap dari saya?"
"Semua itu tidak masalah buatku Jhon, yang terpenting kamu kamu mau menerimaku,"
"Maaf bu. Ibu Sofia sudah menganggapku sebagai anak, dan aku sendiri juga telah menganggap ibu Sofia sebagai seorang ibu sendiri. Jadi mana mungkin saya menerima rasa cintamu?
Sudahlah bu. Disini saya mau mencari pekerjaan, bukan mau mencari cinta. Saya harap ibu Sofia bisa mengerti,"
"Iya sudah!" Dia yang semula bersikap lembut, tiba-tiba bersikap agak kasar kepadaku. Mungkin karena perkataanku tadi sehingga ibu kost seperti itu.
Aku diam menekur di kamar. Kuselami apa yang tadi ibu ucapkan. Rasa ingin tertawa, mengingat usia dan status kami yang berbeda. Namun dibalik itu semua, diriku juga merasa kasihan terhadapnya.
Sejak saat itu, ibu kost mulai terasa lain bila berpapasan dan bertatap muka denganku. Dia mulai acuh kepadaku. Tiap aku sapa pun dirinya sering diam dan langsung pergi dari hadapanku.
Aku merasa tidak enak sendiri atas sikapnya. Aku merasa bersalah. Namun mau bagaimana lagi? Diriku memang tidak mau menerima cintanya.
Pagi itu, aku berkemas. Diriku berencana hendak pergi dari tempat kost dan tidak akan tinggal di rumah kost tersebut. Hal ini aku lakukan biar dia tidak tersiksa oleh cintanya kepadaku. Aku sendiri juga biar tidak merasa bersalah karena menolaknya.
Tepat pukul 6 pagi. Aku menemui ibu Sofia. Aku pamit kepada dia. Aku bilang mau pulang ke kampung karena ada hal penting. Aku juga pamit pada semua yang kukenal di rumah kost tersebut.
Dengan perasaan bingung, aku melangkah meninggalkan rumah kost yang beberapa hari telah aku tempati. Sementara itu, Sapto, Shinta, Paijem dan yang lain memandangku dengan ketidak mengertian.
Aku terus melangkahkan kaki kemana saja ku mau. Hingga pada akhirnya aku berhenti di pinggir jalan dan duduk disebuah trotoar jalan.
Aku mendongak ke langit. Sepertinya harapanku kosong.
"Apakah aku harus pulang ke kampung atau ke tempatnya Tyas?" Sebuah pertanyaan muncul. Jika aku ke tempatnya Tyas, berarti aku harus siap menerima cintanya cewek tersebut.
Jika aku pulang ke kampung, berarti telah gagal apa yang aku cari selama ini.
Ku amati kendaraan yang berlalu lalang di jalan. Sebentar kemudian aku teringat akan seorang wanita yang katanya bernama Renita Saraswati, yang kemarin aku temui di tempat kerjanya si Sapto.
"Dia, iya dia. Mungkin dia benar Renita. Aku harus kesana," Maka aku berbalik arah. Diriku pun menuju ke tempat kerjanya si Sapto.
Suasana pabrik tempat kerjanya si Sapto tampak lengang. Mungkin semua karyawan sudah pada masuk dan bekerja, pikir ku.
Aku menengok jarum jam tangan yang ku kenakan, baru jam 07.16 WIB. Tapi jalanan sekitar pabrik tampak sepi.
"Permisi pak. Apa saya bisa bertemu dengan Sapto?" Kataku pada seorang security yang hendak membuka pintu pagar pabrik.
"Sapto siapa? Aku tidak kenal," Jawab security itu. Sebuah mobil box warna putih kemudian keluar dari dalam pabrik. Pintu pagar pabrik di tutup. Security tadi memandangku sebentar, lalu ia masuk ke dalam pos jaganya.
"Hei Jhon, ngapain?!" Sebuah suara ditujukan kepadaku. Aku menoleh, dan ternyata suara tadi berasal dari si Sapto yang berada dibalik kemudi mobil box itu.
Sapto memanggil diriku yang kemudian menyuruh diriku untuk masuk ke mobil. Sebentar kemudian Sapto menjalankan mobilnya.
Hari itu aku diajak berkeliling Jakarta oleh Sapto dan temannya.
Sapto menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku sehingga pergi dari tempat kost, aku pun menceritakan semua alasannya. Sapto dan temannya pun pada tertawa mendengarkan ceritaku.
"Begitu lah mas ceritanya kenapa aku pergi dari tempat kost," Kataku.
"Oalaaa.. Jhon.. Jhon. Seharusnya kamu bersyukur dicintai oleh bu Sofia," Kata Sapto.
"Kok bersyukur?"
"Lha iya. Setahuku ini Jhon, ada banyak pria yang mengatakan cinta kepada ibu Sofia, tapi semua ditolaknya.
Bu Sofia itu orangnya baik lho, tapi dia tidak sembarangan dalam menyatakan cintanya pada lelaki. Lagian beliau itu kan cukup cantik meskipun janda.
Hemmm, kalau aku menjadi dirimu Jhon, sudah aku embat janda cantik itu, hahahaa.., tapi sayangnya aku sudah beristri,"
"Ah kamu mas, bisa saja,"
"Tapi bener kok. Eh, lha terus nanti kamu mau tinggal dimana Jhon?"
"Nggak tahu ini mas. Yang terpenting buatku adalah bertemu Renita dulu, atau bertemu sama Renita temanmu itu. Aku mau menanyakan sesuatu pada Renita temanmu,"
"Oh begitu, gampang itu. Nanti aku pertemukan kamu dengan dia," Ujarnya Sapto. Mobil box yang kami naiki terus melaju menyusuri jalanan ibu kota.
(bersambung).
0 Response to "Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 18"
Posting Komentar