"Jhon, kamu dimana?" Suara bu Ida memanggilku. Bergegas diriku menjawabnya dan masuk ke dalam warung.
Kiranya bu Ida hanya ingin tahu diriku lagi dimana. Kemudian aku diperkenalkan oleh seorang lelaki yang sedang makan di warung oleh bu Ida. Dia bernama pak Sasongko, seorang pegawai administrasi di sebuah perusahaan di kawasan itu.
Kami pun berbincang-bincang sebentar. Tidak lama kemudian bu Ida meminta kepada pak Sasongko supaya memasukkan diriku bekerja di tempatnya. Pak Sasongko mengangguk dan kemudian menyuruhku untuk mempersiapkan segala keperluan untuk melamar.
Tanpa menunggu lama, aku menunjukkan berkas yang sudah kupersiapkan jauh hari, kemudian memberikan kepada orang tersebut. Perlu diketahui, aku sudah menyiapkan lima berkas dalam stopmap semenjak diriku masih berada di kampung. Hal ini aku lakukan karena biar mudah dalam mengajukan lamaran, maksudnya tidak harus membuat lagi ketika melamar di tempat lain yang berbeda.
"Ok mas Jhon. Sekarang ini kamu isi dengan nama PT yang akan kamu ajukan lamaran," Kata pak Sasongko dan kemudian memberi tahu nama PT-nya. Aku pun langsung mengisi baris yang sengaja dikosongkon, dan memberikan lagi berkas tadi ke pak Sasongko.
Rasanya sedikit lega karena sudah dua tempat yang aku lamar. Harapanku saat itu, semoga aku diterima di salah satu tempat atau keduanya dan aku bisa memilihnya.
Pak Sasongko dan teman-temannya kemudian kembali ke tempat kerjanya setelah selesai makan.
Hari telah sore, Sapto datang lagi ke warung bu Ida untuk menghampiri diriku yang rencananya hendak mencari tempat kost buat aku.
Mendengar diriku yang hendak tempat kost, bu Ida kemudian mencegahku. Beliau bilang agar diriku tidak perlu mencari tempat kost. Aku disuruhnya menempati sebuah kamar di rumahnya.
"Kamu tinggal di rumah ibu saja Jhon. Ada kamar kosong lama tidak terpakai kok,"
"Tapi bu,"
"Sudahlah, kamu jangan malu-malu Jhon. Itu dia si Renita," Tunjuknya bu Ida ke luar warung. Diriku menoleh, seorang wanita tengah berjalan bersama seorang pria menuju ke tempat kami. Rupanya mereka adalah Renita dan Irwan, pria yang tadi pagi bersamaku dan Sapto di mobil box perusahaan.
"Kamu masih ingat sama dia kan Ren? Dia si Jhon," Suara bu Ida pada Renita yang sudah sampai di warung. Renita menunduk. Dia kemudian menatap Irwan, lantas memandangku sebentar.
"Iya bu," Renita langsung masuk ke dalam sebuah kamar. Dia tampak acuh kepadaku. Entahlah, padahal ada banyak yang ingin aku ceritakan kepadanya. Namun dengan melihat sikapnya yang seperti tadi, aku pun jadi bersedih.
Bu Ida menatapku seperti malu, lantas beliau menceritakan kalau Irwan yang semobil denganku dan Sapto itu adalah suami dari Renita Saraswati.
Aku terdiam. Hampir tidak ada kata-kata yang bisa ku ucapkan. Namun begitu, aku mengikhlaskan Renita dengan Irwan, karena memang mereka telah menikah. Beda jika mereka hanya berpacaran saja, mungkin aku akan berusaha merebut Renita dari Irwan.
Aku yang tidak mau larut dalam perasaan sedih, kemudian mengajak Sapto untuk segera meninggalkan warung bu Ida dan mencari tempat kost.
Tampak bu Ida juga sedih melihat diriku, mengingat beliau tahu betul akan cintanya aku dan Renita. Beliau menatap kepergianku dengan perasaan sedikit bersalah.
Aku duduk dengan pikiran agak kacau. Tempat kost yang kami cari belum juga di dapatkan.
Aku merasa tidak enak sendiri pada Sapto, dirinya tampak lelah karena berkeliling mencarikan tempat kost buat aku.
Aku kemudian memutuskan untuk ke tempat si Tyas. Sementara itu Sapto kembali ke tempat kostnya.
Langkahku menjadi ragu untuk masuk ke halaman rumah si Tyas. Tampak di depan rumah itu banyak berjajar sandal dan sepatu, dan hal itu menandakan jika di dalam sana sedang ada banyak orang.
Entah ada acara apa di rumah tempat tinggalnya Tyas, yang pasti suasanya sangat ramai sekali. Diriku kemudian melangkah menjauh dari rumah wanita cantik yang pernah mengutarakan isi hatinya kepada diriku itu.
Hari telah petang. Kuseka keringat di wajah. Kusandarkan tubuhku pada sebuah pohon dipinggiran jalan. Tatapan mataku sayu karena rasa capek. Aku gelisah, tidak tahu akan tidur dimana malam nanti.
Sebentar aku memandang tempatnya Tyas. Beberapa orang tampak keluar dari rumah itu.
(bersambung).
0 Response to "Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 20"
Posting Komentar