KRUMPYAAAAANG!!! piring yang tertumpuk dan hendak ku cuci pada jatuh tersenggol olehku. Takut, bergegas ku bereskan beling yang berserakan. Mendengar suara piring jatuh, semua orang menoleh ke arahku.
"Kenapa pada jatuh?! Baru sehari kerja sudah memecahkan piring segitu banyak. Bisa kerja enggak kamu?!!!" Bu Siti Maemunah menatapku tajam sampai matanya melotot. Mungkin dia geram pada diriku. Dengan presaan takut dan agak gemetaran, ku bersihkan beling yang bersekan, sampai-sampai tanganku luka oleh pecahan piring tersebut.
"I..iya bu," Kataku yang menunduk dan memunguti pecahan beling.
"Tadi kenapa kok sampai bisa pada jatuh hah?! Ambil sapu dan pengki sana!" Ibu pemilik warung tampak meradang. Aku kemudian mengambil sapu dan membersihkan pecahan piring itu.
Aku semakin tertunduk ketika bu Siti Maemunah menggebrakkan meja tempat pencucian piring. Sungguh aku tidak menyangka, bu Siti Maemunah yang berwajah lembut itu bisa marah sedemikian rupa kepadaku hanya karena piring-piring yang pecah. Sementara kulihat sekelebat mata, teman-teman pada cekikikan. Mungkin pada menertawakan diriku.
Aku yang berwatak keras kepala dan mudah emosi. Saat itu juga ingin pergi dari tempat itu. Namun kemudian aku berfikir, akan kemana diriku kalau pergi dari warung bu Siti? sedangkan diriku tidak punya uang sepeserpun.
Aku lihat, bu Siti Maemunah kembali memukul meja tempat cucian piring, kemudian pergi dari hadapanku.
Sesak rasanya di dada ini melihat pemilik warung seperti tadi. Aku meneruskan pekerjaan dengan rasa geram.
Menjelang siang, warung sudah mulai ramai oleh pembeli. Tampak seorang wanita cantik masuk ke dalam warung. Ia memandangku, dia adalah Tyas, wanita yang telah mengantarkan aku untuk bekerja di warung bu Siti.
"Hei Jhon, bagaimana kabarmu? Kenapa kamu seperti kurang gairah begitu?!" Tyas menghampiriku. Aku ceritakan kejadian tadi pagi kepadanya. Dia mengangguk-angguk, lantas menemui bu Siti.
"Sekarang bu Siti dimana?"
"Ada di atas," Tunjukku. Tyas pun menuju ke atas. Warung bu Siti memang terletak di ruang bawah, dan yang di atas dijadikan tempat tidur, karena memang bangunan rumah itu bertingkat dua.
"Jhon, tadi bagaimana ceritanya kok piring-piring pada jatuh,"
"Nggak sengaja Tyas. Piring itu kesenggol," Aku menatap Tyas yang baru turun dari ruang atas.
"Oh begitu. Anu Jhon, bu Siti tadi marah-marah ya?"
"Iya. Mungkin aku akan keluar dari sini Tyas,"
"Keluar dari sini? Maksudmu keluar kerja, entar bagaimana dengan makanmu dan tidurmu Jhon?" Tyas memandangku seperti tidak tega.
"Tidak tahu Tyas," Aku menatapnya. Bu Siti tampak berjalan ke arah kami. Bu Siti kemudian menatapku dengan pandangan seperti tidak senang kepadaku. Saat itu juga diriku bilang ke pemilik warung itu kalau hendak berhenti dari kerja.
"Kenapa Jhon?" Suara Tyas yang terdengar sangat lembut.
"Maafkan saya atas kelalaian tadi bu Siti. Sekarang saya mau pamit, saya mengundurkan diri untuk bekerja di tempat bu Siti ini,"
"Silahkan, tapi kamu harus ganti semua piring yang pecah," Kata pemilik warung dengan ketusnya. Aku terdiam, bagaimana menggantinya, uang saja aku tidak punya.
"Jhon, coba kamu pikir-pikir dulu, mencari kerja di Jakarta itu susah lho," Sambungnya Tyas.
"Bagaimana saya harus menggantinya bu, sementara uang sepeser pun tidak punya,"
"Sudah sudah, keluar saja kalau itu maumu. Keluar sekarang malah bagus," Ucap bu Siti Maemunah. Tanpa menunggu lama lagi, aku langsung membalikkan badan dan keluar dari warung. Sampai-sampai Tyas pun tidak kuperhatikan lagi.
Aku keluar dari warung dengan sangat emosi karena pemilik warung yang seperti tidak menganggapku sebagai manusia, mungkin.
"Jhon..," Suara wanita memanggilku. Aku berhenti dan menoleh ke arahnya yang ternyata Tyas, wanita cantik yang telah menolongnya. Tyas menuju ke arahku dengan setengah berlari.
"Ada apa Tyas?"
"Kamu hendak kemana? ke rumahku saja yuk,"
"Nanti aku mengganggumu Tyas,"
"Tidak kok. Yuk ah," Ajaknya Tyas yang malah tampak manja kepadaku. Aku menurutinya, toh hanya dia yang mau menolong diriku.
Aku langsung di ajaknyja masuk ke dalam setelah sampai di rumah. Entahlah, Tyas memandangiku tidak seperti biasanya tadi. Pandangannya tajam namun menyimpan sesuatu yang ia pendam.
Sesekali aku tersenyum pada wanita cantik di hadapan itu meski pikiran lagi kacau.
"Sekarang bagaima Jhon, apa kamu mau pulang ke Jawa?"
"Iya Tyas, tapi masalahnya aku tidak punya uang buat ongkos,"
"Nanti aku beri ongkosnya,"
"Benarkah?"
"Iya. Tapi besuk.., sekarang kamu disini dulu,"
"Lha terus? bagaimana dengan teman-temanmu, apa mereka mengijinkan aku disini?"
"Oh ya aku lupa. Temanku pada pulang ke kampungnya kalau hari Sabtu sore. Mereka baru akan kembali kesini hari Senin sore. Kampung mereka kan dekat dari sini Jhon," Kata Tyas menjelaskan. Aku hanya menggut-manggut saja.
"Memangnya ketiga temanmu itu kampungnya dimana Tyas?"
"Rumah mereka di daerah Bekasi, tiga jam dari sini.
Oh ya, silahkan kalau kamu mau beristirat. Tidur-tidur dulu atau apa, kebetulan hari ini diriku kan libur.
Kamu bisa memakai kamarku untuk istirahat. Itu yang sebelah sana kamarnya,"
"Aku istirah disini saja deh," Kataku yang lantas menyandarkan punggung ke tembok.
"Ya sudah, aku pun mau istirahat sebentar. Oh ya Jhon, nanti temani aku ke mall, ya," Kata Tyas, lantas ia menuju ke kamarnya. Aku hanya memandanginya saja.
~o00o~
"Kamu sudah bangun ya Jhon. Mandi dulu sana dan ganti pakaianmu. Itu disana kamar mandinya,"
"Tapi aku tidak punya pakain ganti Tyas,"
"Pakai pakaianku. Sebentar," Dia masuk ke kamarnya. Kemudian ia memberikan kaos dan celana panjang kepadaku. Entahlah, aku malah mau tertawa menerima pakaian darinya. Mau tidak mau, aku kenakan juga pakaian darinya setelah diriku selesai mandi.
"Nah begitu, sekarang kamu kelihatan segar, tidak kusut lagi dan semakin tambah ganteng,"
"Ah bisa saja kamu. Ganteng apanya Tyas, orang jelek seperti ini kok,"
Setelah berbincang sebentar, Tyas kemudian mengajakku untuk menemani ke mall. Aku pun mengiyakan ajakannya.
Aku dan Tyas memang bukan siapa-siapa, jadi aku tidak harus bersikap mesra terhadapnya.
"Ayo Jhon..," Tyas menarik tanganku.
"Sebentar," Aku memandang ke arah cewek berkaos biru yang tengah duduk di sudut ruang toko fashion. Aku menatapnya tajam, dia seperti Renita, wanita yang sedang kucari. Untuk memastikan kalau cewek itu Renita apa bukan, aku pun mengajak Tyas untuk masuk ke toko tersebut. Namun sayang, ternyata cewek itu bukanlah Renita yang kucari.
"Ngapain kamu ngajak kesini Jhon,"
"Oh bukan,"
"Bukan apanya maksudmu Jhon,"
"Cewek itu. Tadi aku kira dia orang yang kucari,"
"Oh.., kita kesana yuk," Tyas menarik ku. Ia menggandeng tanganku. Sungguh aku tidak mengerti akan hal itu. Aku merasakan, sekarang Tyas bertingkah aneh terhadapku, maksudnya mesra begitu.
Mungkin karena aku merasa telah ditolongnya jadi diriku membiarkan saja apa yang dia lakukan.
Tyas yang cantik itu mengajakku ke sebuah restoran di dalam mall. Aku hanya bisa memandangnya tanpa bisa berkata apa-apa saat dia memesan makanan.
"Jhon..," Tyas langsung menyandarkan tubuhnya ke badanku. Aku sempat kaget, tapi dengan suara pelan kemudian ia menjelaskan kenapa melakukan hal itu.
(bersambung).
0 Response to "Mencari Sebuah Cinta Yang Hilang, Part 4"
Posting Komentar