Duduk sendiri aku di teras rumah. Sebuah lagu terdengar merdu mendayu dari Betharia Sonatha, seorang penyanyi pop di tahun 80'an.
Aku terdiam saat lagu tersebut sampai pada reff. 'Pulangkan saja... aku pada ibuku atau ayahku...' tiba-tiba diriku terkenang bagaimana dulu istriku minta dipulangkan ke orang tuanya karena pertengkaran kami.
Sungguh, aku nggak bermaksud menyakiti dirinya yang seyogyanya sangat kucinta, akan tetapi semua itu terjadi diluar kendali, sebab apa yang ia lakukan sangatlah tak terpuji buat orang yang telah berumah tangga, memiliki suami.
Terjadinya pertengkaran memang bukan dikarenakan oleh satu sebab saja. Namun ada banyak permasalahan yang seharusnya dapat diselesaikan dengan kepala dingin dan kekeluargaan, malah menjadikannya keretakan sebuah hubungan.
Istriku berbuat persrlingkuhan dengan lelaki lain.
Entah apa yang ada di benaknya srlama itu. Dia benar+benar membuat diriku naik pitam. Jika saja emosiku tidak dapat aku kendalikan, bukan tidak mungkin diriku akan melakukan kekerasan pada tubuhnya. Untung saja kemudian aku segera pergi dari hadapan dia, untuk menenangkan diri.
Sebenarnya sudah lama aku mencurigai keanehan sikapnya, tapi karena aku ingin bukti dan tidak asal menuduh, jadinya diriku harus menunggu semuanya terbukti.
Hari itu diriku sengaja bolos kerja di kantor, hanya untuk mengintai apa yang dilakukan istriku di rumah saat kutinggal bekerja.
"Aku berangkat ke kantor dulu lho Ma," Pamitku kepada dia.
"Iya Pa. Hati-hati di jalan, ya," Jawabya. Hal seperti itu sering aku lakukan saat mau nerangkat ke tempat kerja.
Setelah aku keluar dari rumah, diriku tidak menuju ke tempat kerja melainkan mengintip istriku dari balik kaca mobil yang sengaja aku sewa.
Benar saja, istriku keluar rumah dengan berpakain sexy. Panjang nafas kutarik, dadaku bergemuruh, darah naik dengan cepat hingga ubun-ubun terasa panas.
Tangan ku mengepal saat kulihat seorang pria yang tidak aku kenal menghampiri istriku di depan rumah. Mereka kemudian pergi, melaju dengan sepeda motor.
Tidak mau ketinggalan jejak, diriku segera mentusul mereka.
Selama dalam perjalanan mengikuti orang tercela tadi, tidak habis-habisnya aku mengumpat mereka berdua karena istriku melingkarkan tangan ke pinggang pria itu dengan sangat mesra.
Hampir saja aku kehilangan jejaknya saat di persimpangan jalan, tapi kemudian bisa menguntitnya kembali.
Di sebuah mall mereka berhenti, dan hendak masuk ke dalam serelah memarkirkan kendaraan.
Aku bergegas menyusul mereka dan menghentikan langkahnya.
Mereka kaget karena tiba-tiba aku berada di belakangnya.
Wajah mereka pucat pasi, menandakan jika keduanya ketakutan karena telah ketahuan.
Aku hanya menanyai istriku beberapa kata saja, kemudian diriku berlalu pergi meninggalkan orang tak tahu norma tersebut.
"Oh, jadi ini yang Mama lakukan disaat aku kerja?! Bagus sekali," Aku langsung melangkah pergi dan tidak memperdulikan apa yang akan mereka lakukan nanti.
Aku langsung menuju ke tempat rental mobil untuk mengembalikan kendaraan roda empat yang aku sewa, selanjutnya pulang ke rumah.
Sesampai di rumah, aku hanya bisa marah-marah pada diri sendiri karena merasa tidak mampu menjaga keluarga dari kejadian seperti itu. Aku duduk merenung, kiranya diriku memang bodoh.
Pintu rumah di dorong dari luar, istriku masuk ke dalam.
Dengan menangis, dia meminta maaf atas kekhilafannya itu. Dia bilang jika belum pernah melakukan hal-hal di luar batas.
"Maafkan aku Pa. Aku yang salah, aku khilaf Pa. Maafkan istrimu ini Pa," Dia mencoba memeluk tubuhku, tapi aku menghindar.
"Maaf? Sudah aku maafkan sebelum kamu meminta maaf.
Kenapa tidak diteruskan saja jalan-jalannya? Maaf kalau tadi aku mengganggu kalian dalam bersenang-senang," Aku langsung meninggalkan istriku sendirian di rumah.
Entah kenapa, setelah aku memergoki istriku itu, setiap hari aku selalu mencurigainya. Aku tidak percaya lagi dengan segala ucapannya meskipun berulang kali ia mengatakan kalau dirinya dan lelaki itu belum berbuat terlalu jauh.
Bagaimana mungkin mereka tidak berbuat terlalu jauh kalau perselingkuhan itu telah berlangsung lama? Dan itu yang selalu membuatku tidak percaya.
Lama-lama keluargaku seperti telah mati saja, tidak ada lagi senda gurau antara aku dan istri. Rumah menjadi tampak suram, dan pertengkaran-pertengkaran kecil sering terjadi mewarnai hari-hari kami. Puncaknya, aku marah besar kepada istri karena mendapati dia sedang berbicara mesra lewat hp dengan seseorang. Tanpa bisa berpikir panjang, aku mendaratkan sebuah tamparan di pipinya. Merasa disakiti, istriku pun menangis. Dia minta supaya dipulangkan saja ke orang tuanya karena diriku sudah mulai bertindak kasar kepada dia.
Aku tidak menggupris kata-kata dia, aku sudah kesal dibuatnya.
Mungkin karena takut kalau aku semakin kalap, istriku kemudian berlari keluar rumah.
Saat itu aku tidak memperdulikannya, tapi lama kelamaan aku membutuhkan dia.
Benar, istriku pulang ke rumah orang tuanya, dan aku tidak mengajaknya untuk pulang kembali ke rumah, saat itu. Akhirnya istriku kembali ke rumah dengan sendirinya karena ingin membuktikan kalau dia sangat mencintai sang suami. Aku pun menerima kembali kedatangannya tersebut dengan beberapa syarat yang kemudian disanggupinya untuk tidak berbuat selingkuh lagi meskipun hanya di hp.
Aku bangkit dari tempat duduk dan mematikan tape recorder karena lagu itu telah selesai. (*)
Minggu, 13 Desember 2015
Cerpen
0 Response to "Lagu Itu Mengingatkan Aku"
Posting Komentar