Template information

Yang Cacat Tidak Berpangku Tangan

Hidup di dunia ini memang tak seharusnya hanya berpangku tangan. Ada banyak yang bisa kita lakukan walaupun itu tidak selalu menghasilkan materi. Namun paling tidak kita sudah berusaha agar dalam menjalani hidup ini penuh semangat, dan juga tidak menjadi omongan tetangga karena kita yang seorang pengangguran.
Bekerja keras adalah sebuah hal yang mesti dilakukan karena banyaknya tuntutan atas kebutuhan hidup. Lagi-lagi tidak baik jika hanya berdiam diri dan menunggu sesuatu yang belum tentu di dapat. Namun diri tidak boleh lalai oleh hasil berlimpah yang di dapag. Kita juga tidak lantas menyerah dan atau membandingkan dengan hasil orang lain karena sedikitnya hasil yang kita peroleh setelah memeras keringat.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan walau kita seorang pengangguran. Berkarya! Ya, berkarya.
Berkarya tidak harus mempunyai lapangan kerja. Tapi bisa juga dengan kita berkarya sesuai yang kita bisa, nantinya akan membuka lapangan kerja dan dapat menarik orang lain untuk bekerja di tempat kita.
Kita tengok si Junet. Dia seorang yang cacat sedari lahir. Dia juga tidak mengenyam pendidikan di sekolahan formal. Namun semangat hidup Junet sangatlah tinggi.
Si Junet ini meskipun cacat fisik sedari lahir, yakni tidak mempunyai dua kaki. Tapi dedikasinya pada hidup boleh dibilang mengagumkan. Dia mampu menciptkan lapangan kerja untuk orang lain (orang normal). Bahkan omset perbulan yang ia dapatkan dari hasil karyanya bisa mencapai puluhan juta, sebuah angka yang cukup menggiurkan mengingat dia hanya seorang cacat yang tiap hari duduk di kursi roda dan tak pernah pergi kemana-mana, itu dulu. Setelah Junet punya uang sendiri yang berlimpah menurutnya, ia pun sering keluar rumah dan tidak merasa malu lagi sama kekurangannya tersebut.
Waktu itu secara tak sengaja, Junet menonton televisi. Dia melihat sebuah berita tentang seorang pembuat kerupuk udang. Spontan, dalam benak Junet lantas muncul gagasan ingin membuat kerupuk.
Junet sangat ingin bisa membuat kerupuk sendiri. Dia mendengarkan dan melihat layar televisi itu dengan serius. Meskipun dia tidak mencatatnya ke dalam kertas semua resep di tv tadi, tapi otak Junet cukup mampu untuk mengingatnya. Kemudian setelah ibunya pulang dari sawah, dia bilang kepada sang ibu bahwa dirinya sangat ingin membuat kerupuk sendiri. Maka mintalah ia kepada sang ibu untuk membelikan bahan-bahannya, tidak banyak memang.
Sang ibu yang sangat menyayangi putra satu-satunya itu kemudian membelikan apa yang diminta oleh si anak. Saat itu juga si Junet berjibaku di dapur mempraktekkan apa yang tadi dilihat dan dengar di tv.
Dengan bermandikan keringat, Junet tetap semangat untuk menciptakan kerupuk bercita rasa tinggi.
Adonan kerupuk telah jadi dengan bumbu yang dirasanya pas dan nanti akan menghasilkan kerenyahan dan rasa gurih.
"Semoga saja nanti kerupuknya gurih dan renyah," Ucapnya dengan tersenyum. Tidak lupa ia menyingkirkan secarik kertas dan pena yang tadi dobuat mencatat ukuran banyaknya bahan dan bumbu. Tidak lama kemudian ia menyalakan tungku dan meletakkan panci di atasnya.
Hari itu Junet benar-benar sibuk sendiri. Biasanya si Junet sih hanya duduk di kursi roda sambil memandangi jalanan depan rumahnya.
Setelah beberapa saat dia memasak bahan kerupuk, akhirnya sudah matang. Dia kemudian mengiris-ieisnya secara manual. Setelah itu di tempatkannya kerupuk mentah yang masih basah tadi di atas beberapa Tampi terbuat dari bambu, kemudian dipanggilnya sang ibu untuk menjemur kerupuk mentah tersebut.
Dua hari kemudian itu kerupuk mentah sudah kering, sang ibu pun menggorengnya.
Ibunya Junet tersenyum, kerupuk yang digorengnya dicicipinya, gurih dan renyah, bahkan rasanya mengalahkan kerupuk yang ada di warung-warung itu.
"Bagaimana dengan rasanya bu?" Tanyanya si Junet.
"Sangat enak sekali nak. Kerupuk di warung-warung itu sampai kalah," Kata sang ibu.
"Yang benar bu? Coba Junet icipi. Heeeemmmm, gurih dan renyah, ya bu...," Dia tersenyum senang. Oleh karena rasa dan kerenyahannya terbukti, kemudian remaja cacat itu bilang ke ibunya kalau dirinya ingin membuat kerupuk dalam skala besar. Ibunya mengiyakannya. Apalagi saat sang ayah pulang dan merasakan kerupuk itu, beliau sangat mendukung niat anaknya tersebut.
Maka sang ayah mencarikan segala sesuatu guna keperluan si Junet dalam membuat kerupuk.
Hari-hari Junet sibuk dengan membuat kerupuk, sementara untuk memasarkannya sendiri mulanya dibantu oleh sang ibu dan ayahnya.
Tidak pernah disangka sebelumnya jika kerupuk buatan Junet akan laku dipasaran. Dalam seminggu pertama, kerupuk buatan si Junet lakunya biasa saja, tapi minggu dan bulan-bulan berikutnya kerupuk itu laku laris manis. Bahkan sampai si Junet kewalahan dalam pembuatannya karena ada banyak orang dan tetangganya yang menanyakan dan membelinya.
Untuk memenuhi kebutuhan pembeli, kemudian Junet memutar otak. Tidak mungkin jika dia harus membuatnya sendiri dengan segala keterbatasan yang ada pada dirinya. Maka ia meminta bantuan sang ibu dan ayahnya, tapi tenaga orang tuanya juga belum bisa memenuhi produksi kerupuknya. Maka Junet meminta beberapa tetangga dekatnya untuk membantu produksi kerupuk tersebut dan pastinya akan dibayar. Dengan senang hati beberapa tetangga bersedia membantu Junet.
Sejak saat itulah nama Junet menjadi tenar dengan sebutan 'Junet Kerupuk'.
Kerupuk hasil produksinya telah terkenal sampai keluar daerah. Junet kini telah punya tenaga pembuat dan pemasar kerupuk buatannya.
Kini si Junet hanya mengawasi semuanya tanpa harus terjun sendiri untuk membuat kerupuk itu, apalagi memasarkannya.
Sesuatu yang tak terpikirkan sebelumnya memang terkadang membawa hasil positif bahkan baik, meskipun terkendala oleh kekurangan pada diri kita. (*)

Related Posts :

0 Response to "Yang Cacat Tidak Berpangku Tangan"

Posting Komentar

wdcfawqafwef