Template information

Paijem Basket dan Cintaku

paijem-basket-dan-cintaku


Gerimis turun sejak tadi, namun permainan itu tetap berlangsung dengan serunya.
Tampak cewek berparas ayu dengan rambut di kucir berlari dengan gesitnya sambil memantul-mantulkan bola.
Sore itu, permainan bola basket dari kedua tim wanita berjalan dengan sengit, sudah 20 menitan mereka bertanding. Sementara aku hadir di pinggir lapangan 10 menit sebelum pertandingan dimulai.

"Ayo Paijem, ayo...!!!" Suara dari seorang pemuda di dekat bangku pemain. Aku langsung tertawa terbahak ketika pria tadi menyebut nama Paijem, karena pada waktu itu yang lagi memegang bola dan berlari adalah cewek ayu berambut dikucir tadi.
Spontan aku bertanya dalam hati, benarkah dia namanya Paijem? Sebuah nama yang rasanya kurang pas dengan keelokan wajahnya.
Kembali aku tertawa tidak bisa ditahan. Pria itu dengan semangatnya menyemangati yang bernama Paijem. Bahkan orang-orang di sekitarnya pun memberikan yel yel pada cewek tersebut.

"Paijem Paijem Paijem, ayo terus Paijem..!!!
Goooooll..!!!" Yel yel dari sekelompok sporter di pinggir lapangan basket. Mereka bersorak sorai saat cewek cantik yang dipanggil dengan Paijem itu memasukkan bola ke keranjang.
Skor sementara sudah 15-5 untuk tim dimana Paijem bermain.

Gerimis berubah menjadi hujan deras. Permainan pun dihentikan untuk sementara. Mereka pada berlari berteduh, begitu juga dengan diriku.
Tidak hentinya diriku memandang cewek bernama Paijem. Dia tampak istimewa bagiku, dan mungkin juga orang-orang itu. Buktinya, ada banyak pasang mata memperhatikan Paijem tersebut.
Hujan yang tadi turun lumayan deras, tiba-tiba berhenti seperti di rem saja.
Panitia pertandingan kemudian menyuruh kedua tim untuk melanjutkan pertandingan.

Goooll..! Suara beberapa orang saat melihat bola yang dilempar Paijem masuk ke keranjang. Gadis itu terus bergerak lincah meskipun lantai licin.
Kembalh Paijem memegang bola setelah mendapat umpan dari pemain center. Ia berputar-putar sebentar sambil memantulkan bola. Sebentar kemudian bola dilemparnya ke arah power forward.
Pemain power forward meliuk sebentar sebelu bola di lemparkan ke small forward.
Pemain small forward dengan lincah memainkan bola di tangan. Ia kemudian melempar bola tadi ke arah point guard. 'Priiit..!' bunyi peluit dari sang wasit pemimpin pertandingan.
Pemain point guard ditabrak dengan sengaja oleh pemain lawan, dan terjadi pelanggaran.
Paijem selaku shooting guard, yakni penembak tiga angka, telah bersiap penuh konsentrasi.
'Priiit..' Goooll.., Paijem berhasil menembakkan bola masuk ke dalam keranjang. 3 angka tim mereka menambah nilai.

"Sepertinya aku mengenalmu," Suara gadis berambut hitam yang dikucir itu.
"Kamu mengenalku? Dimana?"
"Kamu Tukijan bukan?" Paijem tajam menatapku.
"Tukijan, iya aku Tukijan," Kataku.
"Benarkah kamu Tukijan?"
"Eh bukan. Namaku Tengku, lengkapnya Tengku Firmansyah. Tapi teman-teman memang biasanya memanggilku Tukijan, karena aku Jawa campuran Aceh," Kataku menjelaskan. Paijem malah terkekeh mendengar penjelasanku tadi.
"Hikhikhiik, ada-ada saja kamu ini. Aku kira Tukijan beneran. Ya sudah, permisi ya," Cewek yang telah membuatku terpesona itu hendak berlalu dariku, tapi aku menghentikannya.
"Eits tunggu sebentar,"
"Ada apa?"
"Benarkah namamu Paijem?"
"Iya," Dia tersenyum.
"Bolehkah aku main ke tempatmu Paijem?"
"Boleh. Datang saja di perumahan Pandawa, kloster melati, nomer 40," Paijem langsung berlari kecil meninggalkan diriku. Aku terbengong menatapnya. Buru-buru ku catat alamat yang ia berikan tadi, karena takut aku lupa jika tidak lekas mencatat dan menyimpannya. Aku pun tersenyum. Senyum yang tidak kumengerti.

~o00o~

Sejak diriku melihatnya di pertandingan basket itu, aku tidak bisa lepas dari bayang wajahnya. Ia senantiasa bermain di pelupuk mata dan pikiranku.
Sore itu, aku memutuskan untuk ke rumah Paijem meski langit mendung dan hujan gerimis.
Aku terus melaju bersama sepeda motor butut ku. Menyusuri ruas jalan yang disana-sini menganga lubang jalan akibat amblasnya aspal bermutu jelek oleh lindasan truk besar bermuatan berat.
Sering diriku menghindari lubang-lubang jalan tersebut, juga mengangkat kaki ketika roda sepeda motor melewati genangan air, agar kaki tidak kotor oleh cipratan air di jalan.

Aku menatap rumah sederhana yang tampak berdiri kokoh di hadapanku.
Rumah tembok berwarna putih itu tampak lengang dan sepertinya juga terkunci.
Diriku kemudian turun dari motor dan mengetuk pintu pagar rumah beberapa kali, namun tidak ada jawaban.
"Benar apa salah ya ini rumahnya?" Diriku agak ragu juga, tapi melihat nomer rumah yang tertempel di dinding depan rumah itu, sepertinya benar dan aku tidak salah alamat.
Sekali lagi ku ketuk pintu pagar rumah. Ku lihat seseorang menyibakkan korden jendela. Orang tersebut membuka pintu.
"Paijem," Suaraku lirih tertahan. Dia benar Paijem, gadis yang lagi aku cari.
Gadi cantik berbodi sintal itu sepertinya terkejut dengan kehadiranku, lalu ia melemparkan senyum tipis kepadaku, dan terlihat manis sekali.

"Kamu? Ternyata datang juga ke kediamanku, hikhikhiik," Paijem terkikik.

"Iya Paijem. Tidak apa-apa kan diriku kesini?"

"Oh tidak apa-apa. Silahkan masuk,"

Aku terus memandangi wajah elok si Paijem. Sebenarnya aku ingin menanyakan perihal namanya, kenapa namanya Paijem? Namun untuk sementara aku simpan dulu, tidak menanyakannya sekarang.
"Kenapa Jan Tukijan?"
"Tidak apa-apa Jem. Emmm.. benarkah namamu Paijem?" Tanyaku yang lantas tidak tahan untuk menyimpan rasa penasaranku.
"Iya, kenapa? Aneh dan kamu tidak percaya, ya?" Paijem tampak tersenyum.
"Iya. Tidak mungkin saja kalau kamu yang cantik bernama Paijem,"
"Kenapa tidak mungkin? Sebentar," Ia kemudian masuk ke dalam rumah.
Beberapa saat kemudian gadis nan elok itu keluar dengan minuman dan makanan kecil di piring.

"Silahkan Jan. Eh ini kalau kamu tidak percaya dengan namaku," Gadis bertubuh sexy di dekatku itu menyodorkan kartu OSIS kepadaku. Aku menerima dan mengamatinya. Hampir tidak kupercaya, di kartu OSIS yang kupegang bertuliskan sebuah nama, Paijem Saraswati. Aku tersenyum kecil. Ternyata memang benar, namanya ada Paijem-nya.

"Ternyata namamu benar Paijem, hikhikhiik,"

"Di bilangi tidak percaya. Sini kartu OSIS-nya nanti malah kamu masukkan ke dopet, bisa bahaya...,"

Kami saling melempar senyum, kemudian tertunduk malu, seperti anak kecil yang lagi jatuh cinta begitu.
Tidak banyak yang bisa aku katakan pada dirinya, mungkin karena diriku terlalu terkesima oleh kecantikannya.

"Hei, melamun ya kamu,"

"Eee, tidak,"

"Ngomong apa gitu kek," Kata Paijem. Aku tersenyum.

"Ok. Ehmm, kamu kelas berapa dan sekolah di mana?"

"Kelas 3. Sekolah di SMA 71. Kamu sendiri?"

"Aku tidak bersekolah, tidak punya biayanya," Kataku. Kami terus berbincang tentang apa saja sampai petang menjelang. Aku lantas pamit pulang, karena merasa tidak enak kalau berlama-lama berada di rumahnya.
Senyumnya manis mengantarkan langkahku. Sementara itu, ada harapan lain yang tersimpan di hatiku pada gadis nan cantik itu, Paijem Saraswati.

~o00o~

Semenjak kedatanganku ke rumah Paijem si gadis cantik nan lincah itu, kini aku sering merindukannya. Aku sering datang ke kediamannya. Diriku telah benar-benar dibuatnya mabuk kepayang olehnya.
Lama kelamaan aku mengutarakan isi hatiku pada Paijem. Namun apa yang terjadi? Dirinya malah tertawa cekikikan mendengar ucapanku. Ia bilang, kalau dirinya menganggap diriku sebagai sahabat saja, tidak lebih. Jelas ada kekecewaan pada diriku, tapi mau bagaimana lagi kalau seperti itu yang ia katakan.

"Maaf Jan. Bukan aku tidak mau menerima ungkapan hatimu itu. Tapi alangkah lebih baik kita bersahabat saja ya,"

"Kok? Ok, memang sih aku tidak tampan,"

"Bukan masalah tampan Jan Tukijan. Tapi aku belum mau pacaran. Aku mau fokus pada pendidikan dulu," Jawabnya Paijem. Aku hanya bisa mentapnya sedih atas perasaanku. Namun begitu, aku akan terus mengejar untuk mendapatkan cintanya.


Apa yang aku harapkan atas Paijem tidak kesampaian hingga kini.
Setelah diriku dekat dengan dirinya. Hampir setiap hari kami bertemu. Namun kemudian keluarganya pindah rumah setelah Paijem lulus sekolah.
Perpindahan tempat tinggalnya itu tidak pernah ku duga dan ia pun tidak pernah menceritakan hal tersebut kepadaku sebelumnya.
Kini aku hanya bisa menatap bayangnya sering bermain di pelupuk mata, hatiku sedih. (*)

0 Response to "Paijem Basket dan Cintaku"

Posting Komentar

wdcfawqafwef