Template information

Pembayun Gundik Ki Brojo


Pembayun Gundik Ki Brojo

Sayup suara gamelan terdengar dari balik bukit Mercua. Dua orang lelaki terlihat setengah berlari menuju ke arah suara tersebut.
Bukit Mercua adalah sebuah perbukitan yang letaknya tidak jauh dari Gunung Bendala. Di sana, konon sedang ada sebuah hajatan besar dimana semua penduduk merayakan sebuah upacara kemenangan.
Di tempat itu, tepatnya di Desa Bendala ada seorang kaya raya yang bernama Ki Brojo. Desa Bendala sendiri diambil dari nama pegunungan tersebut yang menjulang tidak jauh darinya.
Ki Brojo memiliki banyak istri dan beberapa gundik, salah satu wanita simpanan yang paling terkenal karena kecantikannya ialah Pembayun.

Gundik Ki Brojo dulunya hanya seorang anak kampung yang dekil, tapi kemudian diambil oleh kaki tangannya lelaki terkaya tersebut untuk dijadikan pelayan di kediamannya.
Waktu terus berjalan, seiring dengan itu Pembayun berubah menjadi seorang gadis yang centil karena pengaruh dari beberapa pelayan lainnya, serta perubahan pribadinya juga tidak lepas dari genitnya para kaki tangan Ki Brojo yang sukanya menggoda perempuan.

Pada suatu ketika tatkala Ki Brojo hendak pergi ke kota, ia terkesima dengan penampilan Pembayun yang mengantarkan makanan ke kamar saudagar terkaya di Bendala.
Kedua mata Ki Brojo tak au di kedipkan, pagi itu Pembayun lain dari sebelumnya.
“Maaf tuan, saya mengantarkan makanan untuk tuan,” kata Pembayun dan meletakan nampan di atas meja.
“Kamu Pembayun?”
“Iya tuanku, saya Pembayun. Ada apa tuanku?” lantas Pembayun menundukan wajahnya ke lantai.
“Kamu beda dengan biasanya Pembayun. Kamu cantik sekali,” Ki Brojo memainkan ujung lidah di bibir, air liurnya ia telan, buah jakunnya turun naik tidak karuan dengan kedua mata terus memelototi tubuh Pembayun.

Sesekali Pembayun melirik kearah majikannya dengan kerlingan nakal. Gadis desa yang dulu kalem itu sekarang sering kemayu di hadapan para laki-laki di rumah Ki Brojo. Sikap dan tindak tanduk bukan saja mendapat apresiasi oleh para lelaki di tempat itu akan tetapi banyak wanita yang juga sebagai pelayan merasa senang dengan perubahan Pembayun.
Seharusnya, mereka wanita-wanita pelayan di rumah Ki Brojo tidak suka dengan sikap Pembayun yang sering kecentilan, tapi entahlah yang jelas mereka menerima keganjenan pelayan yang hampir sebulan di rumah besar dan mewah milik saudagar Brojo.

“Maaf tuanku, saya pamit dulu,” Pembayun menggeser kakinya dan hendak melangkah. Ki Brojo bergerak gesit, tangan kanannya menyambar lengan gadis berkulit putih dan bertubuh langsing di hadapannya.
“Sebentar Pembayun. Kamu... cantik sekali,” ucapnya Ki Brojo. Lelaki bertubuh subur itu berdiri dan membisikan sesuatu ke telinga pelayannya.
Tok tok tok tok “Semua sudah siap tuanku,” suara dari luar kamar Ki Brojo.
“Iya, tunggu sebentar. Pembayun, kamu jangan keluar rumah sebelum Aku pulang nanti, ya!” Ki Brojo melepaskan tangan pelayannya. Dia menatap tajam wajah Pembayun, lantas beranjak keluar kamar.

Di sebuah kamar bagian belakang kediaman Ki Brojo, Pembayun senyum-senyum sendiri di depan kaca cermin. Tangannya mengelus rabutnya yang panjang sepinggul, lantas menyisirnya.
“Apakah benar yang Pak Jarwo bilang tempo hari? Ah, betapa senang hatiku kalau jadi istri juragan,”
Kini Pembayun sering berandai-andai, perkataan Pak Jarwo kepadanya tempo hari rupanyanya di telannya mentah-mentah. Pak Jarwo, seperti halnya pelayan yang lain di rumah saudagar Brojo, dia merupakan pelayan laki-laki yang sudah belasan tahun bekerja di tempat saudagar tersebut.

Saat itu, Pak Jarwo memberi saran supaya Pembayun mendekati majikannya dan kalau bisa menjadi istri saudagar kaya raya itu. Pembayun hanya manggut-manggut, tidak banyak menanggapi, tapi setelah semua menggodanya, gadis desa itu mulai berfikir kenapa aku tidak mengikuti sarannya? Sejak saat itulah Pembayun mendapat pengajaran dari Pak Jarwo bagaimana merayu lelaki.
Pembayun menatap bayangnya di cermin dengan tajam. Diperhatikannya seluruh lekuk wajahnya, ia tersenyum sendiri. Namu, ada satu kegalauan yang tiba-tiba menghampirinya, bagaimana dengan nasib cintanya bersama Sasongko yang sampai sekarang tak tahu rimbanya?

“Sasongko, dimana kamu sekarang? Sejujurnya Aku sangat mencintaimu, tapi... kenapa ini harus terjadi pada kita?
Juragan Brojo, benarkah apa yang dikatakan Pak Jarwo? Aaahhh, Aku harus berani menentukannya demi Emak!”

Gadis cantik itu beranjak dari depan cermin, di hempaskan tubuh yang semampai itu ke ranjang.
“Pembayun,” Pak Jarwo berdiri di depan kamarnya Pembayun sambil sedikit mendorong daun pintu.
“Pak Jarwo, ada apa?” Dengan cepat Pembayun bangkit. Pak Jarwo tidak menjawab pertanyaan gadis bernama Pembayun dan ia langsung menerobos masuk kamar.
Seperti biasanya saat Pak Jarwo menemui Pembayun, maka ada banyak hal yang ia ajarkan supaya Pembayun bisa menggaet saudagar Brojo.
“Begitulah cara mendekati juragan Brojo Yun, kamu sudah faham kan?”
“Iya Pak, faham,”


Begitu yang biasa dilakukan Pak Jarwo untuk memantapkan Pembayun. Sepertinya memang ada maksud tertentu dari Pak Jarwo.
“Ya sudah Pembayun, sekarang aku mau menyelesaikan tugas dulu. Jangan lupa kamu rayu terus itu juragan Brojo, ya,”

Derap kaki kuda berhenti di halaman besar dan mewah itu. Ki Brojo turun dari kuda yang ditungganginya untuk kemudian langsung menuju kamar pribadi.
“Pembayun, sini,” dilihatnya pelayan nan cantik itu melintas, saudagar kaya memanggil Pembayun.
“Iya tuanku,” sedikit tergopoh Pembayun menghampiri majikannya.
Rupanya apa yang tadi pagi ada dibenak Ki Brojo masih bergelayut, diajaknya Pembayun untuk masuk ke dalam kamar.
Sederet pertanyaan di lontarkan ke Pembayun oleh lelaki kaya raya tersebut. Di hadapan majikan, gadis bertubuh semampai itu hanya tersenyum-senyum dan tak berani mengatakan kalau sebenarnya ia berkeinginan yang sama dengan akhir maksud perkaaan Ki Brojo, bahwa dia mau dijadikan isteri sang saudagar.

Benar saja, setelah beberapa hari berlalu, Ki Brojo menjadikan seorang pelayan menjadi istri simpanan. Dialah Pembayun, gadis desa yang kini berubah total itu telah menjadi gundik sang majikan.
Semenjak dirinya dijadikan gundik Ki Brojo, semua kebutuhan yang ia inginkan terpenuhi. Pembayun mendapatkan apa yang diinginkannya, harta benda dan kemewahan telah dia genggam.
Seiring dengan menjadi gundiknya Ki Brojo, tingkah Pembayun semakin menjadi. Wanita yang dulunya lugu serta sangat menjaga tata krama itu berubah segalanya. Pembayun yang sekarang kerap bermewah-mewahan, berfoya dengan seringnya mengadakan pesta disaat saudagar Brojo pergi keluar kota.

“Ayo diminum lagi, ayo ayo,” kata Pembayun kepada yang hadir di pesta pora. Pembayun memang diberi kebebasan untuk melakukan apa saja di rumah Ki Brojo, termasuk mengadakan pesta semacam itu, namun dengan satu sarat yang dipesankan sang saudagar agar dirinya tidak main laki-laki, siapapun dia.
Sudah hampir empat jam pesta Pembayun berlangsung, satu persatu dari mereka tubuhnya limbung karena kebanyakan minum arak. Di sudut ruangan tempat berlangsungnya pesta, seorang lelaki bertubuh kekar terus memandangi Pembayun yang kepalanya tersandar di sofa mewah.


“Pembayun, aku harus menikmatimu, harus!!!” lelaki itu bangkit dan menuju ke arah Pembayun.

“Pak Jarwo, ada apa?” tubuhnya beringsut, dia berusaha duduk tegak tapi lagi-lagi badannya melorot karena rasa pusing di kepala oleh pengaruh alkohol yang telah banyak di tenggak.
“Maaf juragan Pembayun, alangkah baiknya juragan beristirahat di dalam kamar,” tanpa rasa sungkan Pak Jarwo memapah tubuh gemulai itu. Pembayun di bawa masuk ke kamarnya oleh Pak Jarwo.
“Terima kasih, sekarang Pak Jarwo keluar, biar Aku sendiri,” tubuhnya langsung ambruk ke ranjang.
Sebagai lelaki yang masih normal dan punya niat terhadap Pembayun, Pak Jarwo tidak bergeming dari tempat. Kini matanya jalang menelusuri setiap lekuk tubuh gundiknya Ki Brojo, tanpa berpikir lagi lelaki itu merangsek ke tubuh Pembayun yang terlentang.

“Apa-apaan kamu ini! Ingat Pak Jarwo, Aku ini istri majikanmu!!!” Pembayun kaget bukan kepalang karena lelaki itu mengambrukkan diri di sisihnya dan tangannya langsung merengkuh tubuh Pembayun.
“Ingat juragan putri saat kamu belum menjadi istri juragan kakung. Bukankah juragan putri pernah bilang akan memberikan apa saja yang saya minta setelah juragan menjadi istri Ki Brojo?”
“I...Iya, tapi bukan begini kan Pak...,” tubuh Pembayun bergeser menjauh.
“Saya menginginkan ini juragan putri, juragan tidak bisa menolaknya,” dengan sangat bernafsu Pak Jarwo menggumuli Pembayun.
Di kamar itu, Pembayun melakukan hal yang dilarangkan oleh Ki Brojo. Berkali-kali tubuh Pembayun tenggelam oleh tubuh Pak Jarwo.
Begitulah, sejak kejadian itu berulang kali Pak Jarwo meminta pelayanan khusus kepada Pembayun. Bukannya Pembayun tidak bisa melawan Pak Jarwo, tapi jika ia menceritakan kebanyak orang dan Ki Brojo tahu maka tamatlah semua, pikirnya Pembayun.

Kehidupan Pembayun memang serba berkecukupan semenjak menjadi gundiknya Ki Brojo, bahkan kemudian ia dibuatkan sebuah rumah besar tidak jauh dari tempat Ki Brojo. Adalah Pak Jarwo yang kegirangan dengan Pembayun memiliki rumah sendiri, setiap ada kesempatan Pak Jarwo selalu mendatangi tempat Pembayun dan memintanya jatah.
Apa yang diharapkan Pak Jarwo kepada Pembayun tidak terus-terusan dituruti, sebab gundik Ki Brojo itu diam-diam sudah mempunyai lelaki lain sebagai simpanan, namun begitu sampai sekarang Pak Jarwo maupun saudagar Brojo tidak mengetahuinya.
Pembayun telah berubah menjadi seorang yang pintar bertipu muslihat, dirinya sangat pandai menyembunyikan lelaki pemuas nafsunya dari pengetahuan Ki Brojo, Pak Jarwo, serta pelayan saudagar yang lain.
Ada saja alasan yang di kemukakan Pembayun jika dirinya sedang tidak gairah sama Ki Brojo dan Pak Jarwo.

Pembayun semakin liar dalam keseharian, bukan saja satu lelaki yang ia jadikan pemuas nafsu oleh karena kejengkelan atas perbuatan Pak Jarwo waktu itu, kini gundik itu semakin binal dengan seringnya mengajak banyak lelaki gagah untuk berkencan.
Gundik Ki Brojo yang lupa diri itu semakin kesetanan, dia tak segan-segan memaki orang yang dianggapnya tidak menaruh hormat kepadanya.

Jauh dari kediaman Ki Brojo dan rumah mewahnya Pembayun, dua lelaki mepercepat larinya.
“Ayo kang, kita harus segera sampai di rumah juragan Brojo,” ajak lelaki berkulit legam.
“Ayo dik,”
Dengan nafas tersengal-sengal kedua orang itu sampai juga di pelataran rumah Ki Brojo. Mereka menyampaikan kepada penjaga apa yang menjadi maksudnya, penjaga pun menjelaskan kalau majikan putri tidak satu rumah dengan Ki Brojo.
“Iya, tuan putri Pembayun punya rumah sendiri dan ditinggali sendiri,” kata penjaga.
“Bisakah tuan mengantarkan kami ke tempat tuan putri Pembayun?”
Setelah terdiam sejenak penjaga tadi mengantarkan kedua orang itu ke rumah Pembayun. Alangkah terkejutnya Pembayun melihat siapa yang datang.

“Sasongko, benarkah dia Sasongko?!” lirih suaranya di ujung bibir yang bergetar. Pembayun tidak menyangka kalau bakal bertemu Sasongko di tempat itu setelah sangat lama mereka berpisah.
“Ini aku Pembayun, Sasongko.” kata lelaki tegap berkulit sawo matang di hadapan Pembayun.
Seketika batin Pembayun menjerit. Dia tidak pernah menyangka kalau semua ini akan terjadi begitu cepat dengan kedatangan Sasongko sebagai orang yang di cintainya waktu itu. Ingin Pembayun menjelaskan semua kepada Sasongko perihal dirinya yang telah menjadi gundik Ki Brojo dan kelakuannya dengan banyak lelaki, tapi mulutnya serasa terkunci rapat untuk itu.
Pada akhirnya Pembayun memilih kehidupan sekarang dan melupakan Sasongko yang pernah ada di hatinya. Pembayun tetap menjadi seorang gundik dari saudagar kaya di Desa Bendala, bahkan dirinya semakin keranjingan dengan dikelilingi banyak lelaki gagah sebagai pemuas hasrat saat Ki Brojo tidak ada di sampingnya. (*)

0 Response to "Pembayun Gundik Ki Brojo"

Posting Komentar

wdcfawqafwef