Template information

Cinta Seorang Kuli Bangunan

Cuaca panas menguras stamina. Terutama buatku yang sehari-hari berkutat dengan semen dan pasir. Aku seorang pekerja kasar, yakni kuli bangunan.
Aku sendiri sudah cukup lama menekuni pekerjaanku. Hingga dalam cuaca panas pun aku sudah terbiasa bekerja di bawah sengatan matahari.
Satu hal yang membuatku menekuni pekerjaan sebagai kuli bangunan, yakni kebebasan.
Kebebasan disini ialah tidak terikatnya waktu seperti pegawai negeri, kantoran, ataupun karyawan perusahaan.
Aku bisa libur kapan saja aku mau. Namun demi solidaritas dan reputasiku di mata sang mandor, aku berusaha untuk disiplin kerja, yakni dengan sering masuk kerja, biar cepat dapat duit begitu.

Bekerja sebagai seorang kuli bangunan juga bisa dibilang susah-susah senang. Kita harus tahan panas, karena memang aku kerjanya di lapangan yang harus berhadapan langsung dengan sengatan matahari. Senangnya pas kita menerima gajian tanpa penundaan, hehee.
Belum lagi kalau melihat cewek bening nan bahenol, sexy. Wuih, serasa mandi dengan air es, ces...! mata tidak mau berkedip karena itu cewek.
Tidak jarang juga suitan siulan aku keluarkan untuk menggoda para cewek. Jadi anggapan mereka orang-orang seperti kami adalah norak, kampungan. Itulah kami, yang berani menunjukkan keberanian, dari pada sok bersikap sopan tapi akhirnya menikam? hayo.

Sebagai seorang kuli bangunan bukan berarti tidak bisa mendapatkan cewek cantik lho. Buktinya, aku telah satu tahun ini memacari Chelsie Oktavia Safitri, seorang pelajar SMA di kawasan Jakarta Pusat.

Chelsie Oktavia Safitri, dia seorang cewek berwajah cantik. Bodynya aduhai, sintal dan montok. Pokoknya sexy banget.
Berawal saat sepeda motor yang dia naiki berhenti di dekatku karena kehabisan bensin. Dia tampak ngos-ngosan karena katanya sudah cukup jauh mendorong sepeda motornya tapi belum menemukan yang jualan bensin.
Biasa, kalau melihat cewek cantik maka mataku tidak bisa merem alias melotot terus.
Aku samperin cewek itu, meski keadaan belepotan oleh semen dan bermandikan keringat.

"Hei. Ada yang bisa saya bantu?" kataku. Dia menoleh ke arahku sebentar dengan wajah manyun.
Sedikitpun dia tidak menjawab pertanyaanku tadi. Aku kemudian mendekatinya, menanyakan kenapa dengan sepeda motornya hingga dia mendorongnya. Namun dia tetap diam, malah menutup hidung dengan telapak tangannya.
Melihat apa yang dilakukannya itu, aku langsung mencium ketekku. Sambil tersenyum aku bilang 'Memang bau badanku sampai kemana-mana kok'.

"Bukan begitu bang. Tapi itu tadi yang barusan lewat," kata dia sambil menunjuk ke sebuah mobil pengangkut sampah, jhiahahaa.

"Oh, aku kira karena bau badanku ini non.
Pertanyaanku tadi belum kamu jawab,"

"Pertanyaan apa?" dia sedikit mengerutkan dahi.

"Itu kok sampai ngos-ngosan mendorong sepeda motor. Memang motornya kenapa non?"

"Anu bang, kehabisan bensin. Aku tidak menemukan penjual bensin di sepanjang jalan ini," kata dia menerangkan.

"Memang non, sepanjang jalan ini tidak ada itu penjual bensin. Kalau nona mau, biar aku ambilkan bensin di dalam," kataku.

"Memang kamu ada?"

"Ada. Sebentar aku ambilkan kalau nona mau. Mau tidak?" dia mengangguk. Aku mengambil bensin yang tadinya mau dibuat cadangan sepeda motor kepunyaan mandorku. Mandorku biasa menyimpan cadangan bensin, karena katanya takut kehabisan bensin saat hendak pulang ke rumahnya.
Aku ambil bensin punyanya sang mandor yang di taruh pada botol aqua, kebetulan sang mandor lagi tidak berada di tempat, hikhikhiik.
Bergegas aku menemui cewek tadi. Aku tuangkan bensin tersebut ke tanki motor kepunyaan dia.

"Beres," kataku. Cewek itu pun menyalakan mesin motornya dan 'Brem brem breeem' mesin dapat hidup kembali.
Dia menyodorkan uang sepuluh ribu kepadaku, tapi aku tidak langsung menerimanya.

"Ini bang uang pengganti bensin itu,"

"Tidak," aku menggelengkan kepala.

"Kok tidak? atau mau aku tambahi uangnya, berapa?" dia menatapku.

"Tidak usah non. Kalau nona mengijinkan, saya minta alamat dan namanya non," kataku. Dia tampak keheranan. Setelah aku menjelaskan, cewek tadi kemudian menuliskan nama dan alamatnya pada secarik kertas.

"Bener, ini uangnya tidak mau?! Ya sudahlah kalau begitu. Ini," dia memberikan kertas alamat itu padaku, setelah itu dia pamit dan melaju dengan sepeda motornya.
Aku sempat bengong. Kok bisa ya hal itu terjadi, padahal aku tau kalau 10 meter dari tempatku ada penjual bensin dan kenapa juga aku tidak mau menerima uangnya? Ah, sungguh konyolnya aku.
Aku lantas pergi ke tempat penjual bensin yang tidak begitu jauh dari tempatku guna mengganti bensin tadi.

*

Waktu terus berjalan. Disela kesibukanku sebagai kuli bangunan, aku mencoba menghubungi Chelsie Oktavia Safitri.
Di sore itu, selesai bekerja. Aku langsung mandi dan mempersiapkan diri untuk ke tempatnya Chelsie. Kuajak temanku yang bernama Paiman untuk menemaniku.
Kami menuju ke rumah Chelsei dengan angkot. Kebetulan kami sudah tau akan daerah dari alamat tersebut.
Tanpa kesulitan berarti, aku dan Paiman sudah sampai di depan sebuah rumah yang tidak mewah banget alias sederhana.
Aku mengamati rumah tersebut sebelum aku mengetuk pintu pagar rumah berwana biru muda itu.

Perasaan deg degan pasti ada, apalagi ini untuk menemui seorang cewek sexy.
Semoga saja ini benar, bukan alamat palsu, gumamku.
Di tengah tanda tanya tadi, kulihat muncul dari dalam rumah itu seorang cewek cantik berkaos warna pink dengan celana pendek tidak ketat sebatas lutut. Aku lihat si Paiman terperangah dengan kemunculan cewek tadi yang ternyata memang Chelsie Oktavia Safitri. Sementara aku juga tidak dapat menyembunyikan perasaan senang, karena tidak sia-sia pencarian kami atas alamat tersebut.
Aku mengetuk pagar pintu dengan uang koin lima ratus perak.
'Tek tek tek tek' dia menoleh ke arah kami.

"Permisi," kataku. Dia langsung menuju ke tempat kami berdiri.

"Siapa ya? Mau bertemu dengan siapa?" tanyanya. Aku terdiam sejenak. Mungkin dia agak lupa dengan wajahku, pikirku.

"Saya mau bertemu dengan Chelsie Oktavia Safitri..," aku tersenyum.

"Kalian ini siapa ya, aku tidak kenal dengan kalian," ucapnya.

"Masa? tempo hari kita ketemu dan kenalan kok. Ini alamat yang nona berikan pada saya," aku menunjukkan secarik kertas kecil. Dia mengamati aku, lantas dianya malah cekikikan.

"Oh... Abang yang waktu itu nolongin aye ya? Yang waktu itu aye kehabisan bensin itu kan?"

"Nah itu ingat," kataku.

"Hehee, terus Abang kesini mau apa?

"Main,"

"Main? Oh silahkan. Silahkan masuk bang," kami dipersilahkan masuk olehnya.
Sebentar saja kami sudah terlibat obrolan yang menarik. Suara tawa sering terdengar dari kami.
Saat itu aku memang belum berani menembaknya karena masih tahap pendekatan.
Setelah cukup lumayan aku dan Paiman berada di rumahnya Chelsie, kami kemudian pulang.
Didalam perjalanan pulang, Paiman tidak henti-hentinya mengungkapkan rasa kagumnya atas Chelsie Oktavia Safitri. Kata dia 'Chelsie itu orangnya enak di ajak ngobrol, pintar, dan cantik banget'. Ya iyalah, buat apa kemudian aku mencari rumahnya kalau dianya tidak pintar dan cantik. Iya kan? hehee.

Singkat cerita. Aku bisa memacari cewekku (Chelsie Oktavia Safitri) setelah beberapa minggu kemudian, tepatnya 3 minggu setelah aku datang ke rumahnya.
Berlahan namun pasti, aku mendekati dia, lantas menembaknya, dan berhasil diterima. Kami pun pacaran hingga saat ini.
Aku bersyukur banget bisa memacari Chelsie, karena selain wajahnya yang cantik dan sexy, dia juga pintar dan cerdas. Terlebih dia itu tidak suka membeda-bedakan pekerjaan, seperti pekerjaanku yang cuma kuli bangunan.
Terima kasih cintaku, karena kamu telah menerimaku apa adanya dan selalu sayang kepadaku. (*)

1 Response to "Cinta Seorang Kuli Bangunan"

  1. Asik dong... bisa memacari cewek sekolahan, cantik pula.
    Memang sih, cinta itu terkadang tidak pandang siapa. Hati yang baik dan ketulusanlah yang bisa membuat cintanya bertahan hingga lama, bener nggak gan...?!

    BalasHapus

wdcfawqafwef