Template information

Ada Cinta Dalam Bus


Deru mesin dari bus yang kutumpangi semakin menderu tatkala roda kembali menapak di jalanan beraspal. Berlahan kubuka tutup botol air meneral yang sedari tadi tersimpan dalam tas ransel kumuh hasil pinjam milik tetangga.
'Glek, glek, glek' tiga tegukan cukup membuat kerongkonganku kembali segar setelah hampir dua jam tidak minum karena sibuk mengurusi barang bawaan dan tiket yang ternyata hampir saja tidak kebagian di loket bus tersebut. Berlahan mataku melirik ke sebuah kursi penumpang dekat denganku duduk, seorang wanita berumur kira-kira 17 tahun terlihat terkantuk-kantuk mungkin kelelahan.

"Hemmm, cakep juga itu cewek, ahaiiiiii," Kataku lirih di ujung bibir, kiranya sifat mata keranjangku kembali kambuh melihat wanita itu.
"Permisi mas. Mau ini kan?" Seorang lelaki mendekatiku dan menyodorkan sebuah buku. Aku mengamati buku di tangannya.
"Nggak mas, terima kasih," Aku menggelengkan kepala. Gila saja! Masa orang baik sepertiku di tawari buku porno yang tak ada manfaatnya. "Lho kenapa tidak mau? Bagus lho buat dibaca-baca sebagai pengusir kantuk," Kata lelaki bertubuh agak tambun tersebut.
"Aku tidak suka kok mas. Maaf, aku mau beristirahat sebentar," Kataku. Orang tadi kembali ke tempat duduknya di deretan kursi penumpang bagian paling belakang. Sementara aku pura-pura langsung terpejam dengan badan ambruk bersandar dekat kaca jendela bus.

"Uhuk uhuk," Suara batuk dari wanita di dekatku yang tadi kuperhatikan. Aku menoleh ke arahnya, dia pun menoleh ke arahku. Beradu pandang antara kami kemudian terjadi. Aneh! Dadaku dag dig dug ser seran dan hal ini tak biasa aku alami jika bertatapan dengan wanita walaupun pada akhirnya cewek itu aku goda karena ini memang sudah menjadi tabiat jelekku yang sudah lama susah dihilangkan.

"Batuk, ya mbak?" Tanyaku setelah menggeser duduk dan sedikit mendekat kepada wanita tersebut. Dia hanya diam dengan bola matanya terus memandang ke arahku.
Tidak mau melepas yang pasti kudapat, aku terus melancarkan pertanyaan-pertanyaan santun yang pasti dijawabnya.
Benar sekali, setelah beberapa kalimat pertanyaan kembali keluar dari mulut gatalku, wanita yang dimaksud pun menjawab dengan brilian plus sopan. Hal itu semakin membuatku ingin mengetahui lebih jauh tentang pribadi wanita berhijab warna pink tersebut.

"Mbak mau ke Jakarta, ya?"
"Iya mas,"
"Mbak dari mana dan sama siapa ke Jakarta?"
"Aku dari Jogja. Sendirian mas, kenapa?"
"Oh dari Jogja. Jogjanya mana?"
"Bantul,"
"Tidak takut ke Jakarta sendirian mbak?"
"Kenapa harus takut, buktinya ini aku berani,"
Jawabnya dengan sebuah sapu tangan warna putih dielapkan ke wajah. Mendengar perkataan dia seperti itu, aku tersenyum.

Bus terus melaju jauh meninggalkan tempat dimana aku naik tadi. Seiring dengan itu, percakapan kami terus berlanjut. Tak kusangka wanita yang kemudian memperkenalkan diri dengan nama Noviyanti itu adalah seorang yang baik dan bukan saja cantik secara fisik.
Kesempatan untuk lebih berdekatan dengan Noviayanti akhirnya datang juga. Seorang penumpang wanita setengah baya yang sejak tadi duduk di sebelah cewek itu berdiri dan turun dari bus.
Bergegas aku berpindah tempat duduk ke sebelah Noviayanti. Dengan agak cengar-cengir aku tak lupa bilang permisi pada Noviayanti, wanita itu pun mempersilahkan diriku untuk duduk di sampingnya.

Cuaca terasa semakin gerah, kebetulan bus yang kami tumpangi adalah kelas ekonomi banget.
Berkali-kali kuseka keringat yang mengucur di wajah. Ku tatap muka Noviayanti, kulit mukanya memerah lantaran udara di siang itu terasa panas menampar wajah, kurasa dia juga kegerahan oleh udara panas dan kesumbekan di dalam bus.
Berlahan Noviyanti melolos tissu dan memberikannya kepadaku. Tak mau menyiakan dan tak malu, aku pun menerima tissu tersebut. Aroma wangi semerbak tercium hidungku yang lagi flu. Aku tersenyum kepadanya sebelum tissu tadi memoles keseluruhan wajahku.

"Jadi kamu ke Jakarta mau apa, Nov?" Begitu aku memanggilnya.
"Kan tadi sudah kubilang mas, aku ke Jakarta mau ke Tanjung Priok, kemudian ke Batam," Kata dia mengulangi jawaban dari pertanyaanku yang sama.
"Oh, heheee aku lupa. Lha nanti kamu di Batam mau apa Nov, kerja?"
"Iya, kerja," Noviyanti menatapku lantas terdiam. Aku sendiri memandangnya dengan rasa heran.
Aku salut atas keberaniannya dia melakukan perjalanan jauh seorang diri mengingat diriku selama ini memang belum pernah mengobrol bareng dalam bus seperti apa yang cewek itu lakukan.

Memasuki pukul 9 malam, bus yang kami tumpangi sampai di daerah Sukamandi, Indramayu, Jawa Barat. Bus singgah beberapa saat di sebuah kawasan rumah makan di situ.
Aku meluruskan otot yang sudah kaku dan pegal-pegal dengan keluar dari bus bersama Noviyanti.
Sekedar mengisi perut dengan sebungkus nasi uduk yang dijajakan oleh pedagang asongan, aku dan Novi tersenyum menikmati suasana tempat itu yang kurasa sebenarnya kurang nyaman.
Kulihat, ada binar lain nan dalam dari sorot kedua bola mata cewek di dekatku tersebut. Novi menarik nafas pelan, di tatapnya wajahku seakan sedang meraba apa yang tengah kupikirkan.

"Ada apa?" Tanyaku dengan menerka.
"Nggak ada apa-apa kok,"
"Ingin nambah nasi uduk lagi, ya Nov?"
"Tidak, ini sudah kenyang. Eh itu lihat, kasihan anak kecil itu," Tunjuknya ke seorang bocah bertopi hitam lusuh dengan jajanan di nampan. Aku terdiam, kuhela nafas pelan merasa prihatin.
"Yuk mas, bus sudah mau berangkat," Ajaknya membuyarkan pikiranku terhadap bocah tadi.
Noviyanti menarik lenganku untuk kembali menaiki bus. Sungguh dadaku berdebar, aku tak menyangka jika dia lebih duluan menyentuh anggota tubuhku.

Senyum kecil ia lemparkan menggoda kisi-kisi dadaku, renyah membelai rasa dalam goda
Sebentar aku kembali terpana oleh ronanya penuh pesona, dan rasanya aku tak ingin melepaskan semua itu begitu saja dari Noviyanti
Kini aku terdiam, pikiranku mulai mengembara bersamanya
Wanita itu begitu mempesona dan mampu melumpuhkan rasa dengan sekali jentikan hatinya.

Saling bercerita tentang diri masing-masing dan tersenyum dalam kulum mewarnai perkenalan kami. Aku tak sadar jika detik itu diriku telah simpati kepada Noviyanti.
Menjelang pagi bus yang kami tumpangi telah berada di tengah kota Jakarta. Aku kemudian turun di sebuah ujung jalan untuk selanjutnya meneruskan perjalanan dengan naik kendaraan ojek.
Aku menoleh ke arahnya, dia melambaikan tangan dari balik kaca jendela bus terselimut embun.
Diriku tersenyum dengan tangan menggenggam secarik kertas kecil berisi alamat yang Novi berikan. Dalam bus itu telah ada cinta walau kami sama-sama masih memendamnya. (*)

0 Response to "Ada Cinta Dalam Bus"

Posting Komentar

wdcfawqafwef