Template information

Linangan Diantara Lingkar Cincin

Hawa dingin sangat terasa menyergapku hingga ke tulang. Aku kenakan jaket tebal dengan bertudung, namun tidak cukup menghangatkanku.
Aku terus berjalan menyusuri jalan setapak yang di kanan kirinya tumbuh ilalang. Harapanku saat itu ialah bertemu dengan gadisku, Fatmawati namanya.
Dia gadis yang sangat baik, pintar, sopan dan lugu.

Fatmawati sekarang ini berumur 19 tahun. Sebentar lagi aku akan mengucapkan selamat panjang umur di hadapannya, karena memang itu tujuanku datang menemui dia.

Aku kenal sama Fatmawati tidak sengaja. Yakni ketika kami sama-sama menaiku bus AKDP (Jogja-Purwokerto).
Saat itu aku menyapa Fatmawati yang terlihat sangat istemewa di mataku, disekitaran daerah Magelang, karena aku naik bus tersebut dari Magelang menuju Jogjakarta.
Fatmawati adalah gadis dari Wonosobo. Dia naik bus yang sama denganku juga hendak ke Jogja (mau kuliah).

Dari bermula sapaan, berlanjut pada perkenalan dan ngobrol apa adanya tentang kami.
Sepanjang perjalanku menjadi lebih mengasikkan karena adanya Fatmawati di sampingku.

"Permisi mbak. Bolehkan saya duduk disini?" kataku yang baru naik ke dalam bus. Melihat ada tempat duduk kosong, lantas aku mendekat ke kursi tersebut yang di sebelahnya ada gadis cantik berbodi biasa, tidak gemuk juga tidak kurus.
Wajahnya cukup cantik dengan polesan makeup tipis.

"Silahkan mas," jawabnya sembari membuka halaman koran Radar Jogja.

"Terima kasih," ucapku. Sebentar kemudian aku memperhatikannya. 'Cantik bener gadis ini' kataku dalam hati.
Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan langka buatku, karena memang aku jarang bisa duduk dekat wanita cantik seperti halnya dia.
Semula aku ragu untuk mengajaknya berkenalan, karena aku pernah dicuekin saat ngajak berkenalan dengan cewek cantik seperti Fatmawati ini.

Beberapa kali aku berdehem, dengan maksud agar dia memperhatikan aku. Nyatanya dia pun memperhatikanku, bahkan menanyaiku.

"Kenapa mas? Sakit tenggorakan ya," tanyanya dengan santai.
Aku buru-buru menjawabnya, karena memang itu yang kutunggu.

"Iya mbak. Sudah beberapa hari ini tenggorokanku gatal. Suara pun jadi sember seperti ini," kataku. Padahal aku berbohong.
Mendengar jawabanku tadi, dia lantas menyodorkan permen hexos kepadaku. Sungguh aku tidak menyangka kalau dia sebaik itu. Meski sebuah permen, tapi itu hal istimewa buatku karena diberikan oleh seorang gadis secantik dia yang tampak cerdas tersebut.

"Masnya ini mau kemana?" dia malah bertanya dulu tentang tujuanku.

"Aku mau ke Jogja, ketempat saudara," jawabku.

"Oh, kalau begitu kita sama,"

"Mbak mau ke Jogja juga?"

"Iya,"

"Ke Jogja yang mana?" tanyaku yang agak bego.

"Ke ISI, mau kuliah," kata dia.

"ISI? Oh.. mbak kuliah disana?
ISI yang di Bantul itu kan?"

"Iya mas," jawabnya dengan kenes. Tampak sekali kalau jiwa seni ada pada dirinya. Pantas saja kalau dia kuliah di Institut Seni Indonesia.
Kami terus berbincang. Cuasana panas di jalan raya hingga tidak begitu terasa.
Aku turun di daerah Sleman, sementara dia meneruskan perjalanannya.
Disela perbincangan itu, aku sempat memperkenalkan diri dengan menyebut nama dan alamat rumahku. Begitu juga dengan dia yang menyebut nama dan alamat. Aku orangnya mudah lupa. Jadi nama dan alamatnya aku tulis di hpku.
Tidak lupa aku menanyakan akun jejaring sosial kepunyaan dia. Dia menunjukkan akun facebook dan twitter miliknya. Dengan cepat aku meng-add kedua akun tersebut.

*

Dikesempatan lain, yakni di malam minggu (aku lupa tanggalnya). Aku membuka akun facebookku. Aku langsung melihat akunnya yang ternyata dia sudah mengkonfirmasi permintaan pertemanan dariku tempo itu.
Langsung saja aku menuju ke beranda facebooknya. Disana tampak status-status lucu yang dia tulis, akupun tersenyum sendiri dibuatnya. Tidak lupa klik atas statusnya aku lakukan, kemudian berkomentar ria di status tersebut. Hingga canda dan tawa menghiasi hari kami saat itu.
Tidak cuma itu, kemudian aku berchatting ria dengan Fatmawati.
Kami bercerita tentang banyak hal. Mulai dari hal biasa sampai menyentuh pada hal pribadi masing-masing.
Aku terenyuh ketika Fatmawati menceritakan kehidupan keluarganya. Ternyata dia hidup di tengah keluarga yang kurang mampu. Dia bisa mendaftar dan kuliah di ISI itu karena bantuan dari saudara keluarganya yang katanya sangat perhatian kepadanya karena melihat kecerdasan pada dirinya.
Aku juga terenyuh pada saat dia menceritakan perjalanan cintanya dengan seorang lelaki. Pada akhirnya lelaki itu ketahuan berbohong pada dirinya. Lelaki yang sempat menyatakan cinta pada Fatmawati itu ternyata sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Katanya dia 'Untung saja sesuatu yang berharga yang aku miliki belum direnggutnya.'

Sejak saat itu, kami sering berinteraksi di media sosial facebook. Kami saling mencurahkan apa saja yang ada pada diri masing-masing. Lama-lama, aku merasakan kalau aku telah jatuh cinta kepada Fatmawati. Hal itu tidak aku pendam, melainkan aku ungkapkan kepadanya atas isi hatiku.
Ternyata tidak mudah untuk menerima jawaban atas pengutaraan cintaku pada dia. Butuh waktu lama, karena Fatmawati tidak lantas mempercayaiku begitu saja.
Demi meyakinkan cintaku padanya. Aku memutuskan untuk ke rumahnya yang berada di daerah Wonosobo.
Aku bilang ke dia kalau aku akan ke rumahnya pada hari minggu besuk. Dia hanya tertawa, mungkin dia menganggap aku hanya bercanda. Namun aku meyakinkannya kalau aku benar-benar akan ke rumahnya, dia pun akhirnya mempersilahkan aku yang mau ke rumahnya.

Aku berangkat pagi hari menuju rumahnya dengan mengendarai sepeda motor, yakni setelah shalat subuh. Semangat, itu pasti! karena aku akan membuktikan kepadanya atas benih cinta yang telah tumbuh di sanubariku.

**

Menjelang siang aku telah sampai di daerah Wonosobo. Dalam perjalananku itu sempat terjebak macet beberapa kali.
Berbekal alamat yang dia berikan waktu itu dan bertanya ke beberapa orang, akhirnya aku sampai juga di rumahnya.

Sebentar aku menatap sebuah rumah yang berdiri di atas tanah dengan pekarangan yang tidak begitu luas.
Aku melihat seorang ibu separuh baya keluar dari rumah itu.
Aku menyapa ibu tersebut dan bertanya apa benar Fatmawati Handayani tinggal di rumah itu, ibu itu mengiyakannya dan beliau bilang kalau ia adalah ibunya.
Setelah aku mengatakan maksud kedatanganku, ibu tersebut kemudian mengajakku untuk masuk ke dalam rumahnya. Beliau juga mengatakan kalau Fatmawati ada di rumah, sedang mencuci pakaian. Jadi aku beruntung banget, tidak sia-sia perjalanan jauhku untuk menemuinya, gumamku.

Setelah aku duduk, ibunya Fatmawati memanggil anaknya tersebut. Tidak lama kemudian muncul seorang gadis cantik dari balik pintu. Dadaku berdebar-debar. Mataku hampir tidak berkedip kalau gadis itu adalah Fatmawati yang waktu itu kukenal, karena meski tanpa polesan makeup, wajahnya tetap ayu, bahkan ayu alami.

"Kamu jadi kesini ya mas? Aku kira bohongan," kata dia.

"Iya jadi dong. Aku tidak berbohong untuk gadis cantik sepertimu, hehee,"

"Ah gombal. Sama siapa kamu ke sini mas?" tanyanya dengan kenesnya, lantas dia melongok ke luar rumah.

"Sendiri. Bagaimana kabarmu?"

"Seperti yang mas lihat. Kabarku baik," jawabnya.
Setelah menyuguhkan minuman dan makanan kecil, Fatmawati dengan setia menemaniku berbincang.
Disela perbincangan itu, kembali aku mengatakan cinta kepadanya. Dia tersenyum malu. Namun akhirnya dia mengangguk menerima cintaku.

Fatmawati mengajakku menikmati indahnya pemandangan Gunung Dieng (Dieng Wetan) yang berada di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Namun kami tidak berlama-lama menikmati pemandangan Gunung Dieng tersebut, karena memang waktu yang tidak memungkinkan, karena aku harus segera pulang ke rumahku sebab sebentar lagi sore.
Disaat menikmati pemandangan Gunung Dieng itu, aku mengucapkan hari ulang tahun kepadanya dan memberikan hadiah berupa cincin emas, meski ukuran gram-nya tidak terlalu berat. Memang sih, ada sedikit penjelasanku atas cincin yang kuberikan tadi agar dia mau menerimanya.
Aku lihat kedua matanya sempat berkaca-kaca setelah menerima cincin pemberianku. Fatmawati lantas tersenyum. Untaian senyumnya itu membuatku semakin sayang kepadanya.

"Aku tidak pernah menyangka ini terjadi mas. Dirimu sungguh tulus mencintaku," ucapnya. Aku tersenyum. Aku genggam dan remas telapak tangannya dengan lembut. Ada desir hangat cinta menjalar di relung hatiku, terdalam.
Kami melangkah bersama, pulang.
Esok atau lusa pasti aku akan kembali menemuimu, untuk cinta kita. (*)

0 Response to "Linangan Diantara Lingkar Cincin"

Posting Komentar

wdcfawqafwef