Template information

Ibu Tiri Kejam Dinda Mati



                                                          Ibu Tiri Kejam Dinda Mati


Masa-masa sebagai anak kecil seharusnya identik dengan hal bermain bersama teman dan belajar, tapi tidak demikian yang Dinda rasakan selama ini. Bocah perempuan yang seharusnya duduk di bangku kelas dua Sekolah Dasar dengan serius itu nyatanya terus bergelut dengan waktu untuk menyelesaikan banyak pekerjaan rumah tangga.
Sejak kecil, Dinda sudah ditinggal ibunya berpulang kehadiratnya, hingga pada suatu hari ayahnya yang seorang sopir truk harus menikahi wanita lain sebagai bentuk rasa cinta terhadap anak semata wayangnya, itu pemikiran papanya Dinda.

Bukan suatu larangan memang jika kemudian Pak Gunawan menikahi perempuan bernama Lastri, seorang wanita desa yang baru dikenalnya beberapa bulan belakangan, sebab lelaki bersahaja tersebut sangat ingin membuat anaknya ada yang memperhatikan dan mendapat kasih sayang seorang ibu disaat dirinya bekerja.
Keinginan Pak Gunawan sebenarnya baik, seperti halnya pemikiran lelaki lain yang ditinggal mati istri dan ia ingin memberi kebahagiaan buat si anak dengan kehadiran seorang ibu baru, namun apa yang terjadi malah sebaliknya dimana ibu tirinya Dinda bertindak kejam!!!
Setiap hari, Bu Lastri memerintahkan Dinda untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang seharusnya dia sendiri kerjakan. Mulai dari bersih-bersih rumah, mencuci sampai belanja ke warung sebelah, Dinda yang mengerjakan.

Saat matahari belum muncul di ufuk timur, Lastri sudah menarik selimut yang Dinda kenakan, selanjutnya anak kecil tadi di tariknya keluar kamar dan di suruh mengisi kolah di kamar mandi dengan menimba di sumur. Bukan hanya itu, selesai mengisi bak kamar mandi maka Dinda harus menyapu semua ruangan di rumah itu, kemudian mencuci peralatan makan dan alat memasak, selanjutnya disuruh belanja keperluan dapur di warung.
Hampir setiap hari Dinda melakukan pekerjaan seperti itu disaat ayahnya tidak ada di rumah, jika tidak ia kerjakan... maka Bu Lastri akan menghukumnya dengan keras.

“Ayo bangun anak setan!!!” setengah teriak Lastri menarik selimut dan kakinya Dinda yang masih terlelap. Anak itu gelagapan dan langsung duduk dengan wajah menunduk serta dada berdegup kencang.
“Dinda masih ngantuk, Bu...,”
“Ngantuk-ngantuk! Cepat isi kolahnya sebelum subuh datang, cepat goblok!!!” lengan Dinda ditariknya, ia mendorong tubuh mungil tersebut agar lekas mengerjakan tugasnya. Dengan perasaan sangat takut dan masih mengantuk, bocah itu melangkah keluar kamar.

Di depan sumur yang batu batanya sudah berlumut, wajah polos Dinda terlihat sedih. Bocah itu menatap dinding kamar mandi yang seakan turut mencaci nasib dirinya. Berlahan diraihnya ember timba berukuran sedang, lantas ia mulai menimba.
“Cepat goblok!!!”
Suara Bu Lastri mengejutkan Dinda. Rupanya wanita itu sedari tadi mengikuti si bocah dan memperhatikannya. Setelah Lastri menurunkan tangannya di pinggang, ia mendekati Dinda dan... byur!!! Satu siraman air dingin mengguyur tubuh anak malang tersebut.

Lastri yang sangat membenci Dinda itu melotot, dia memerintahkan agar anak di hadapannya segera meneruskan pekerjaan dengan cepat, tubuh Dinda menggigil kedinginan. Dalam rasa takut di bawah ancaman ibu tirinya, Dinda melanjutkan menimba air sumur.
“Setelah ini selesai, sapu semua ruangan rumah, mengerti?!!! Awas kamu!”
“I...iya Bu,” jawab anak itu. Lastri meninggalkan Dinda yang masih tergigil oleh rasa dingin.

Apa yang dilakukan Bu Lastri terhadap anak tirinya sangat tidak manusiawi. Disaat Dinda masih terlelap bersama mimpinya, ia sering dibangunkan wanita itu untuk mengisi kolah di kamar mandi. Begitu tugas pertamanya selesai maka dirinya harus menyapu semua ruang yang ada di rumah papanya sendiri.
Belum sempat bocah itu merasakan leganya bernafas, ibu tirinya kembali memperintahkan ia untuk mencuci peralatan dapur, kemudian belanja di warung dengan membawa secarik kertas berisi catatan barang belanjaan.
Setiap hari Dinda diperbudakkan ibu tiri sampa-sampai dirinya keteteran untuk berangkat ke sekolah. Bocah perempuan bernama Dinda itu kini tak dapat lagi menikmati waktu dengan kesenangannya. Ia kerap dicerca oleh pekerjaan rumah yang harus di selesaikan dengan cepat, jika tidak... maka kekerasan dari sang ibu tiri akan mendarat di tubuhnya.

“Ibu, Dinda  kangen sama ibu. Dinda ingin ikut ibu saja, Bu Lastri jahat sama Dinda, hu hu huuu,”
Dinda tersedu di kamarnya, wajahnya basah oleh derai air mata penderitaan yang ibu tirinya tikamkan.


Andai sang ibu kandungnya masih hidup dan berada di sisihnya, semua kekerasan itu tak akan pernah Dinda terima. Bocah yang dulu seorang periang itu kini sering bermurung dan enggan untuk bermain bersama teman sebaya, sebab memang tidak ada waktu lagi bagi anak itu, semua waktunya habis oleh pekerjaan rumah yang ibu tirinya tanggungkan kepadanya.

Pada suatu hari, Dinda mendapat siksaan yang luar biasa dari ibu tirinya. Hanya karena perbuatan kecil yang bocah itu lakukan membuat Bu Lastri jadi gelap mata gelap hati dan beberapa puluh kali mengayunkan gagang sapu ke tubuh Dinda.
“Ampun bu, ampun...! Dinda tidak akan mengulanginya, ampun bu...!!!” Dinda meratap minta ampunan pada wanita bengis yang masih mendaratkan gagang sapu ke tubuh si bocah.
“Dasar kamu anak setan!!! Sudah kuperingatkan jangan ambil nasi sebelum aku makan, tapi kamu budeg!!! Rasakan ini anak sialan!!!”
Lastri menghajar Dinda atas kesalahan yang anak itu lakukan. Ya, terpaksa Dinda mengambil nasi di meja untuk ia makan. Seharian itu, Dinda tidak dikasih makan oleh Lastri si ibu bengis, padahal tubuhnya sudah sangat lemas karena harus menyelesaikan banyak pekerjaan yang ibu tirinya tugaskan.

Dengan mengendap, bocah itu membuka penutup makanan di meja. Dia mengambil nasi sekepal di atas piring, tapi sayang kemudian Lastri memergokinya.
Tubuh Dinda penuh babak-belur membiru. Dia menangis terisak menahan rasa sakit. Tubuh mungil itu jatuh ke lantai tiada tertahan lagi karena kedua kakinya sudah tidak kuat menopang tubuh, sementara Lastri terus mengayunkan gagang sapu ke tubuh Dinda yang sudah tergeletak tak berdaya.
“Rasakan kamu anak setan! Mati kamu!!!” Lastri menginjak tubuh Dinda, lantas menarik tubuh mungil itu ke kamar. Bu Lastri terkejut dan bingung tidak karuan, di luar ada seseorang yang mengetuk pintu rumah.

Tok tok tok “Papa pulang sayang...! Dinda, Bu. Sepi, kemana mereka?”
“Eh bapak, sudah pulang ya,”
“Iya bu, mana Dinda?
“Dinda, anu pak,” mendapati suaminya sudah di rumah dan menanyakan Dinda, Bu Lastri seketika kebingungan. Wanita itu tidak menyangka kalau Pak Gunawan pulang terlalu cepat dari biasanya, padahal ia sedang geram dan menyiksa Dinda.
“Kenapa dengan Dinda, Bu?”
Wanita bengis itu terdiam, dia mencoba menyembunyikan apa yang telah dilakukannya kepada Dinda. Pak Gunawan merasa ada yang janggal terhadap anaknya. Betapa lelaki itu terkejut dan sangat marah mengetahui buah hatinya terbujur dengan penuh lebam di tubuhnya.

“Apa yang terjadi dengan Dinda, Bu?! Dinda, dinda... bangun nak!!!” digoncang-goncangnya tubuh mungil yang telah kaku tersebut. Rupanya tadi Bu Lastri menginjak leher Dinda berkali-kali dengan kerasnya. Dinda telah tiada, dia mati karena kekerasan yang Lastri lakukan kepada bocah kelas dua SD itu.
Pak Gunawan memandang istrinya dengan tatapan tajam, perempuan yang diharapkan bisa menjaga anaknya ternyata tidak mampu berbuat seperti yang diharapkan.
Tangis lelaki sopir truk itu pecah di kamar Dinda, ia tidak menyangka anak yang di sayangi begitu cepat meninggalkan dirinya. Lastri diam membisu tidak menjelaskan perbuatan keji terhadap anak tirinya, dia hanya bilang kalau Dinda habis bermain dan pulang sudah penuh lebam di tubuh. Kasihan nasibmu Dinda, kekejamannya membuat dirimu menyusul sang bunda. (*)

0 Response to "Ibu Tiri Kejam Dinda Mati"

Posting Komentar

wdcfawqafwef